29.8 C
Jakarta
Array

Memahami Hadis Sabʻatu Ahruf dalam Penurunan Al-Quran (Bagian II)

Artikel Trending

Memahami Hadis Sabʻatu Ahruf dalam Penurunan Al-Quran (Bagian II)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berbicara tentang pandangan ulama mengenai sabʻatu ahruf kita akan disuguhkan banyak pendapat. Ibnu al-Arabi (w. 543 H) pernah menyatakan bahwa tidak ditemukan riwayat yang berbicara khusus tentang tafsiran sabʻatu ahruf sehingga para ulama berbeda pandangan mengenai hal itu.

Al-Suyuthi menghitung perbedaan pandangan ulama mengenai arti sabʻatu ahruf kurang lebih sebanyak 40 pendapat. Sementara al-Zarkasyi menuturkan –sebagaimana dinukil dari Abu Hatim al-Basti (w. 354 H)- hingga 35 pendapat. Di antaranya:

  • Harf termasuk kata musykil yang tidak diketahui artinya. Secara bahasa harf bisa berarti huruf alpabet, bisa juga berarti kata, pun juga bisa berarti makna dan arah. Pendapat ini diungkapkan oleh Ibnu Sa’dan al-Nahwi.
  • Maksud dari kata sab’ah dalam hadis bukanlah bermakna bilangan angka tujuh. Namun yang dikehendaki berarti kemudahan dan kelapangan. Angka tujuh seringkali diungkapkan untuk menggambarkan sesuatu yang banyak melimpah. Begitu juga angka 70 dalam puluhan dan 700 dalam ratusan. Pendapat ini digawangi oleh Fudhail bin Iyadh (w. 544 H) sekaligus menjadi sanggahan terhadap riwayat Ibnu Abbas ra.
  • Yang dimaksud adalah tujuh macam bacaan (qiraat). Pandangan -yang disandarkan kepada al-Khalil bin Ahmad oleh al-Zarkasyi dalam al-Burhan-nya dan dipaparkan oleh Abu al-Laits dalam Bustân al-ʻÂrifîn– ini mendapat banyak bantahan dari sarjana al-Quran. Tercatat hanya segelintir kalimat al-Quran yang dibaca dengan tujuh ragam bacaan sebut saja QS al-Maidah [5]: 60 dan QS al-Isra’ [17]: 23.
  • Yang dimaksud ialah setiap kalimat bisa dibaca dengan satu, dua, tiga hingga tujuh macam bacaan. Namun pendapat ini lemah karena ada beberapa kalimat yang bisa dibaca lebih dari tujuh macam.
  • Ibnu Qutaibah dalam Ta’wîl Musykil al-Qur’ân (hal.36) memandang bahwa yang dimaksud dengan sabʻatu ahruf adalah adanya perbedaan sekitar tujuh bentuk/sisi. Perbedaan itu berkisar pada poin-poin sebagai berikut:
  1. Harakatnya saja bukan makna maupun batang hurufnya. seperti QS al-Baqarah [2]: 282 ﴿ولا يضارّ كاتب﴾
  2. Bentuk fi’l-nya seperti QS Saba’ [34]: 19 ﴿بَعِّدْ﴾ berbentuk fiʻl amr dan ﴿بَاعَدَ﴾ yang berbentuk fi’l mâdhî.
  3. Bentuk titiknya semisal QS al-Baqarah [2]: 259 ﴿نُنْشِرُهَا﴾ dengan ﴿نُنْشِزُهَا﴾.
  4. Diganti dengan huruf yang berdekatan makhrajnya seperti QS al-Waqiʻah [56]: 29 ﴿طَلْحٍ مَنْضُوْدٍ﴾, huruf hâ’juga dibaca –menurut qiraat syadzdzah riwayat Ali- dengan ʻain menjadi ﴿طَلْعٍ﴾.
  5. Perbedaan taqdim (didahulukan) dan ta’khîr (diakhirkan) seperti QS Qaf [50]: 19 ﴿وجاءت سكرة الموت بالحق﴾ dengan ﴿سكرة الحق بالموت﴾ menurut qiraat syadzdzah riwayat Abu Bakar dan Ubay.
  6. Penambahan dan pengurangan semisal QS al-Lail [92]: 3 ﴿وما خلق الذكر والأنثى﴾ yang oleh bacaan – syadzdzah– riwayat Ali bin Abu Thalib dibaca dengan ﴿والذكر والأنثى﴾.
  7. Diganti dengan kata lainnya seperti QS al-Qariʻah [101]: 5 ﴿كالعهن المنفوش﴾ dengan ﴿كاالصوف المنفوش﴾ menurut bacaan Abdullah bin Masʻud (qiraat syadzdzah).
  • Abu al-Fadhl Abdurrahman bin Ahmad al-Razi mengemukakan pendapatnya yang hampir senada dengan Ibnu Qutaibah. Hanya saja berbeda pada poin-poin tujuh perbedaan yang ada yakni antara lain:
  1. Perbedaan bentuk ism (kata benda) baik dari sisi jumlahnya; mufrad (tunggal), mutsannâ (ganda), dan jamʻ (plural) maupun dari sisi jenis kelaminnya; mudzakkar (laki-laki) dan muannats (perempuan).
  2. Perbedaan bentuk tashrîf (morfologi) fiʻl-nya baik mâdhî (lampau), mudhâriʻ (sekarang/akan datang), dan amr (perintah).
  3. Perbedaan ragam iʻrâb-nya.
  4. Perbedaan dalam pengurangan (naqsh) dan penambahan (ziyâdah).
  5. Perbedaan taqdim (didahulukan) dan ta’khîr (diakhirkan)
  6. Perbedaan ibdâl (penggantian huruf atau kata)
  7. Perbedaan bahasa (dialek) seperti al-fath, imalah, tarqîq, tafkhîm, idghâm, idzhhâr
  • Sabʻatu ahruf adalah cara mengucapkan bacaan mulai dari idghâm, idzhhâr, tarqîq, tafkhîm, imâlah, isybâʻ, madd, qashr, tasydîd, takhfîf, talyîn, dan tahqîq.
  • Menurut Ibnu al-Jazari –setelah penelitian lebih dari 30 tahun-ada tujuh sisi perbedaan yang ditemukan dalam maksud sabʻatu ahruf, antara lain:
  1. Harakatnya seperti QS al-Nisa’ [4]: 37 ﴿بالبخل﴾ mempunyai empat ragam baca. Begitu juga QS al-Humazah [104]: 3 ﴿يَحْسبُ﴾ bisa dibaca dua ragam.
  2. Perbedaan harakat yang menyebabkan perubahan makna seperti firman Allah swt dalam QS al-Baqarah [2]: 37 ﴿فتلقى ءادم من ربه كلمات﴾.
  3. Perbedaan huruf yang dapat merubah makna tanpa batang tubuhnya semisal QS Yunus [10]: 30 ﴿تبلوا﴾ dan ﴿تتلو﴾.
  4. Perbedaan huruf yang dapat merubah batah huruf tanpa merubah makna seperti QS al-Fatihah [1]: ﴿الصراط﴾, mengisymâm-kan shad, dan ﴿السراط﴾.
  5. Perbedaan huruf yang dapat merubah makna dan batang huruf seperti firman Allah dalam QS al-Jum’ah [62]: 9 ﴿فاسعوا﴾ dan ﴿فامضوا﴾.
  6. Perbedaan taqdim (didahulukan) dan ta’khîr (diakhirkan) seperti QS al-Taubah [9]: 111 ﴿فيَقتلون ويُقتَلون﴾.
  7. Penambahan dan pengurangan semisal QS al-Baqarah [2]: 132 ﴿ووصّى﴾ dan ﴿وأوصى﴾.
  • Sabʻatu ahruf adalah tujuh sisi makna yang disepakati dengan menggunakan lafal yang bermacam-macam seperti: أقْبِلْ – تعالَ – هَلُمَّ – عَجِّلْ – أسْرِعْ. Pendapat ini dianut oleh Sufyan bin Uyainah, al-Thabari, Ibnu Wahb dan lainnya.
  1. Sabʻatu ahruf adalah tujuh dialek (bahasa). Ini digawangi oleh Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Tsa’lab, al-Baihaqi, Ibnu Athiyyah dan al-Azhari. Namun pendapat ini dibantah karena dialek (bahasa) Arab lebih dari tujuh.
  2. Sabʻatu ahruf adalah tujuh macam kandungan al-Quran. Itu semua meliputi halal, haram, muhkam, mutasyâbih, amr, nahy, dan amtsâl. Pendapat ini dinilai lemah oleh sebagian ulama.
  3. Sabʻatu ahruf –menurut Abu Syamah- adalah tujuh bab pembicaraan al-Quran. Konon bab tersebut mencakup muthlaq, muqayyad, ʻâmm, khâshsh, nashsh, muawwal, nâsikh, mansûkh, mujmal, mufassar, istitsnâ’ dan qasam.
  4. Sabʻatu ahruf –menurut pakar bahasa- adalah hadzf, shilah, taqdîm, ta’khîr, istiʻarah, tikrâr, kinâyah, haqîqah, majâz, mujmal, mufassar, dzhâhir, dan gharîb.
  5. Sabʻatu ahruf –menurut pakar gramatika (nahwu) Arab- adalah mudzakkar, muannats, syarth, jawâb, tashrîf, iʻrâb, qasam dan jawabnya, jamʻ, mufrad, tashgîr, taʻdzhîm, dan perbedaan perangkat nahwu.
  6. Sabʻatu ahruf –menurut praktisi tasawuf- adalah tujuh macam muʻâmalah shûfiyyah yakni zuhud, qanaah disertai keyakinan dan kemantapan, berkhidmah dengan rasa malu dan kedermawanan, kemurahan hati dibarengi rasa butuh (faqr) dan berjuang, murâqabah dengan khauf, rajâ’ dan tadharruʻ, istighfar dengan rida dan syukur, sabar dengan intropeksi dan mahabbah, dan rindu dengan musyâhadah.
  7. Sabʻatu ahruf adalah tujuh disiplin ilmu antara lain; ilmu insyâ’ dan îjâd, ilmu tauhid, ilmu sifat dzat, ilmu sifat fiʻl (tindakan), ilmu memaafkan dan azab, ilmu hasyr dan hisab, dan ilmu nubuwat.
  8. Ibnu Hibban mencatat tidak lebih dari 35 tafsiran dari sabʻatu ahruf. Sebagian besar hampir mirip –jika tidak disebut sama- dengan tafsiran yang telah dipaparkan sebelumnya. Kemiripan arti itu meliputi; zâjir, âmir, halâl, harâm, amr, nahy, khabar, amtsâl, waʻd, waʻîd, mawâʻidzh, ihtijâj, bisyârah, nidzârah, qashash, targhîb, tarhîb, jadal, sirr, dzahr, bathn, raghm, ta’dîb, iftitâh, had, ʻilm, fadhâil, ʻuqûbât, ʻatb, ibâhah, irsyâd, iʻtibâr, muqaddam, farâidh, hudûd, maqdhiyy, nadb, dan hatm.   
  9. Sabʻatu ahruf ialah lafal khusus yang dikehendaki khusus, lafal umum yang dikehendaki umum, lafal khusus yang dikehendaki umum, lafal umum yang dikehendaki khusus, lafal yang tidak perlu ditakwil lagi, lafal yang hanya dimengerti oleh orang-orang khusus, lafal yang maknanya hanya diketahui oleh ulama râsikhûn.
  10. Sabʻatu ahruf adalah menampakkan rubûbiyyah, menegaskan keesaan-Nya, mengagungkan ketuhanan-Nya, beribadah kepada-Nya, menghindari kemusyrikan, senang pada pahala dan benci pada siksa.
  11. Sabʻatu ahruf adalah qiraat tujuh sahabat; Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, dan Ubay bin Ka’b.
  12. Sabʻatu ahruf ialah hamzah, imâlah, fath, kasr, tafkhîm, madd, dan qashr.
  13. Sabʻatu ahruf adalah mashdar, tashrîf, ʻarûdh, gharîb, sajʻ, dan ragam dialek lainnya.
  14. Sabʻatu ahruf adalah satu kalimat yang dapat di-iʻrâb dengan tujuh macam sehingga maknanyatetap satu meskipun lafalnya berbeda.
  15. Sabʻatu ahruf ialah tujuh urutan abjad dalam arab yakni: أ – ب – ج – د – ر – س – ع.
  16. Sabʻatu ahruf adalah tujuh nama Tuhan yang masyhur: الغفور – الرحمن – السميع – البصير – العليم – الحكيم.
  17. Sabʻatu ahruf adalah ayat tentang sifat dzat Allah swt, ayat yang diterangkan sunah, ayat tentang kisah para nabi dan rasul, ayat tentang penciptaan, ayat tentang surga dan ayat tentang neraka.
  18. Sabʻatu ahruf ialah ayat tentang sifat Tuhan Maha Pencipta, ayat tentang penegasan keesaan-Nya, ayat tentang penegesan sifat-sifat-Nya, ayat tentang penegasan para rasul, ayat tentang penegasan kitab-kitab-Nya, ayat tentang penegasan Islam, ayat tentang peniadaan kekufuran.
  19. Sabʻatu ahruf adalah beriman kepada Allah swt, menjauhi syirik, melaksanakan perintah, menghindari larangan, mantab dalam keimanan, mengharamkan yang telah diharamkan Allah swt dan taat kepada Rasul-Nya.
Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru