31 C
Jakarta

Memahami Baiat Hanan Attaki

Artikel Trending

KhazanahOpiniMemahami Baiat Hanan Attaki
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Baiat dapat diartikan ritual, seremoni atau upacara bersumpah yang biasanya merupakan puncaka atau inti dari proses “rite of the passage” (ritual peralihan) seseorang dari satu kelompok atau status ke kelompok atau status lain.

Sebelum melakukan seremoni atau ritual sumpah (inisiasi) ini, seseorag masih berstatus biasa saja. Ia masih berada dalam kelompok umum, awam, luar, atau lama. Bukan kelompok khusus. Maka setelah proses inisasi dijalani seseorang menyandang status khusus alias baru.

Antropolog Van Gennep membagi tiga fase ritual peralihan (rite of the passage), yaitu pemisahan, periode antara liminalitas dan inkorporasi atau penyatuan. Beralihnya seseorang dari kelompok atau status lama diawali dengan memisahkan diri dari kelompok lama, menjauhi atau bertaubat. Lalu periode antara yang yang menjadi syarat sebelum seseorang masuk ke acara puncak inisasi.

Setiap kelompok budaya baik agama atau tradisi mempunyai cara berbeda mempersiapkan anggotanya menjalani seremoni sumpah. Dalam kajian ilmiah tentang kelompok gangster misalnya banyak ditemui proses inisasi sebelum seseorang seratus persen menjadi anggota kelompok gang dengan melakukan tindak kriminal, misalnya berapa kali melukai lawan, memperkosa  mencuri hingga membunuh.

Sebelum ritual inti berbaiat, orang akan menjalani berbagai aktivitas inisiasi. Misalnya berwudlu, dan berpakaian tertutup dan suci sebelum salat. Dalam adat perkawinan Jawa misalnya banyak sekali aktivitas inisiasi menuju ritual inti yaitu pembacaan “akad nikah” oleh mempelai putra. Umumnya ritual pra-inti bersifat perantara, liminal, menuju kondisi puncak ritual yang sakral.

Karena sakral, seremoni bersumpah; harus serius, tidak boleh main-main, tidak boleh salah, harus berasal dari dalam hati, tidak boleh ada keterpaksaan terhubung dengan yang Maha Suci, The Devine. Mengucap demi Tuhan, demi Rasul-Nya. Ritual pembacaan akad nikah atau sumpah jabatan, adalah inti atau puncak ritual yang menentukan seseorang menyandang status dan identitas sekaligus konsekuensi baru.

Upacara inisisasi ini biasanya berlangsung sebentar namun menentukan konsekuensi konsekwesni personal maupun sosial, fase inkorporasi. Setelah membacakan akad nikah yang sangat singkat, seorang bujang yang tadinya “haram”  menyentuh calon istrinya  sekarang dibolehkan bahkan disukai “menyentuh” istrinya.

Pandangan dunia juga berganti: kini kedua orang tua istri dan keluarganya juga menjadi satu keluarga besar dll yang berubah hubungannya secara sosial ekonomi, dan politik.

Bayangkan dengan seorang bujang yang bertahun-tahun jalan bareng dengan gadis tapi tidak pernah mengucapkan janji suci tersebut secara publik, tetap saja pria itu dianggapp orang luar yang dilarang menyentuh pasangannya.

BACA JUGA  Pilpres, Momentum Berbaik Sangka Sesama Bangsa

Konsekuensi Baiat Hanan Attaki

Selama ini Hanan Attaki dikenal menjadi magnet yang menarik di kalangan anak muda sekolahan dengan gerakan hijrahnya. Ia tidak secara terbuka mengafiliasikan diri dengan HTI tapi sering menjadi narasumber pada kelompok-kelompok pendukung khilafah dan menjadi kanal yang menampung pengajian-pengajian anak sekolahan yang dekat dengan Rohis, KAMMI, dan juga HTI. Ia punya jejak-jejak berada pada komunitas yang mendukung aspirasi khilafah.

Hijrah mengandung makna tertentu tapi diasosiasikan oleh kelompok pengajiannya dengan pemuda “sekolahan” yang menguatkan simbol-simbol identitas agamanya di publik dengan berjenggot, bercelana cingkrang, bercadar bagi perempuan. Ia pernah terpeleset lidah berebapa kali misalnya menyebut nabi Musa preman, dan tafsir misoginis tentang wanita salehah hingga, soal penampilan istri-istri Nabi Muhammad yang gaul.

Karena kesilapan lidahnya dan kedekatannya dengan kelompok-kelompok pengusung khilafah ia beberapa kali ditolak menjadi penceramah di daerah-daerah mayoritas NU seperti Jawa Timur dan Madura.

Hanan Attaki sudah melewati ritual puncak inisiasi dengan proses persiapan yang tidak juga sederhana. Sebagai proses antara, menurut pengakuannya ia sudah lama  berkontemplasi dengan istri, memohon petunjuk saat umroh di tanah suci dan bertabaruk dengan Kyai NU Marzuki Mustamar dan disaksikan jamaah hingga Gus Nadirysah.

Ia bersumpah di depan Jamaah, disaksikan jutaaan pemirsa lewat youtube dan videonya yang viral. Di bawah bimbingan Kiai Mustamar Sekarang Hanan Attaki menyandang status baru, “kader NU”.

Menyandang status baru sebagai kader NU. Sesuai sumpah yang dibacanya ia mengemban konsekwensi yang baru. Ia telah berinkorporasi dengan NU dan tak lagi sebagai  pendakwah Wahabi atau Hizbi yang akan “diawasi” Banser. Ia bahkan harus mendapatkkan pengawalan Banser. Jamaah HTI-nya mungkin marah dan mungkin akan menjauh.

Ia harus bersiap kehilangan penggemar-penggemar yang selama ini berjarak dari NU dan menjadikannnya sebagai kanal penampung “asal bukan NU.” Ia harus siap berpisah bahkan seharusnya sudah memisahkan diri, sebelum berbaiat, dari anasir-anasir kelompok lama yang membuatnya dianggap pendukung khilafah.

Kesempatan baru juga terbuka. Attaki bisa menjadi duta muda NU di luar kiai-kiai NU yang mayoritas dari Jawa, yang agak sulit ditangkap bahasa dan style-nya oleh kalangan muda di luar Jawa. Tentunya dengan bimbingan kiai-kiai NU dan pengawalan Banser.

Ali Amin, Ph.D
Ali Amin, Ph.D
Dosen Sosiologi Agama IAIN Manado, Pengurus LPTNU Wilayah Sulawesi Utara.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru