29.7 C
Jakarta

Memahami Ayat-ayat Pedang dalam Perspektif Tafsir Esoterik ( 2-Habis)

Artikel Trending

KhazanahOpiniMemahami Ayat-ayat Pedang dalam Perspektif Tafsir Esoterik ( 2-Habis)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagai penegasan, penulis hendak menunjukkan bahwa, ini lho ada metode atau cara memahami teks suci yang lebih bijaksana, relevan dengan kondisi kekinian dalam konteks keindonesiaan. Sehingga, jangan paksakan pemahaman agama yang “lain itu” itu untuk merusak pemahaman orang-orang Indonesia dan pemuda Indonesia dengan dalil dan narasi yang “seolah-olah” benar tetapi sesungguhnya menyesatkan.

Ya. Salah satu metode tersebut adalah tafsir esoterik. Secata etimologi, kata esoterik berasal dari bahasa Yunani, yakni “esoteros” yang berarti “arti dalam”. Dalam bahasa Arab, esoterik sama dengan al-bathin (Afrizal, 2016). Dengan demikian, yang dimaksud tafsir esoterik adalah bahwa suatu pendekatan yang menjadikan sisi isyarat dan makna batin yang secara implisit muncul dibalik makna lahiriyyah sebuah teks sebagai fokus utamananya.

Lahirnya tafsir esoterik tidak terlepas dari persoalan yang mengintai saat ini dimana ulama tafsir lebih banyak menggunakan pendekatan eksoterik, mengungkap makna lahiriyah sebuah teks, yang ternyata memiliki kekurangan.

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Alghazali, bahwa dalam kasus tertentu, pendekatan eksoterik tidak mampu menjelaskan kandungan Alquran secara memadai. Maka, sebagaimana yang diutarakan oleh Quraish Shihab dan juga sebagai penegasan atas pernyataan Alghazali, Pak Quraish mengatakan bahwa menggunakan pendekatan eksoterik dalam konteks tertentu tidak jarang menimbulkan masalah, itulah sebab, harus ada elaborasi dengan menjadikan kedua pendekatan tersebut sebagai pendekatan dalam memahami teks agama agar menghasilkan produk tafsir yang elegan, kredibel, dan integritas. Sebab, ada banyak makna yang dapat diselami dari teks Alquran.

Dalam praktiknya, pendekatan-pendekatan semacam ini lebih banyak dilakukan oleh ulama sufi. Salah satu produk tafsirnya adalah Kitab Fahm Alquran karya al-Tustari. Kaum sufi terkenal sebagai sosok yang patuh, tawadlu’, murra’ah, amanah, zuhud, dan wara’. Mereka mampu menguak kandungan Alquran dari makna terdalam sehingga dapat menyejukkan dan menggetarkan hati serta menguatkan iman. Bagi mereka, Alquran addalah bak permata yang memiliki pancaran cahaya yang luar biasa.

Dalam kalangan ulama Islam, istilah ayat-ayat pedang (ayat al-saif), ayat perang (ayat al-qatl), dan ayat-ayat yang brelaku keras, dan istilah yang berkonotasi yang senada baru muncul belakangan ini. Dan terkait kategorisasinya pun mengalami diskurus panjang. Terlepas dari semua itu, muncul sebuah pertanyaan bahwa bagaimana memahami ayat-ayat yang secara eksplisit memerintahkan untuk berperang? Misalnya, QS Albaraah ayat 5, yang berbunyi: “Apabila sudah habis bulan-bulan suci itu, bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui mereka, tangkaplah, dan kepunglah serta intailah di setiap tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan membayar zakat, maka berilah mereka kebebasan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Secara kronologis, ayat ini turun saat-saat terakhir Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah, yang kemudian dianggap sebagai representasi sikap final Islam terhadap non-muslim. Maka, tidak jarang para musfasir memaknai ayat ini sebagai jihad ofensif.

BACA JUGA  Etika Politik Berbasis Religi sebagai Kontra-Polarisasi Pemilu 2024

Jelas sudah bahwa jika ayat diatas dipahami secara leterlek (tekstual), maka implikasinya adalah perang terhadap orang non-Islam di manapun berada, sampai mereka bertaubat. Artinya, ulama tekstualis menyebut bahwa ayat diatas adalah perintah tuhan yang tidak bisa diotak-atik sesuai dengan zaman dan keadaan. Dalam bahasa Karen Armstrong (2000), mereka ini berperang demi tuhan. Ayat-ayat semacam ini jumlahnya tidak hanya satu atau dua, melainkan lebih dari itu, salah satu yang lain ayat semacam ini adalah QS Alhujarat ayat 9, sebagai ayat pedang yang ditujukan kepada pemberontak, begitulah penilaian Ibnu Katsir.

Lebih ironis lagi, terkait QS Albaraah ayat 5 ini, misalnya, dianggap sebagai ayat yang menganulir 200 ayat yang berbicara kedamaian, toleransi, dan perintah kaum Muslimin untuk memaafkan dan mengampuni orang-orang musyrik. Salah satu tokoh ini adalah Ali bin Ibrahim al-Qummi, tokoh syi’ah, yang mengatakan bahwa surah Taubah menjadi legitimasi bagi Nabi Muhammad untuk memerangi kaum musyrikin (dalam Afrizal, 2016).

Benarkah demikian, dalam perpektif tafsir esokterik, perintah perang sebagaimana yang diperintahkan oleh ayat-ayat pedang seperti QS Albaraah ayat 5 hanya berlaku parsial, tidak universal. Artinya, hanya terbatas pada orang musyrik yang mengingkari perjanjian dan membangun musuh-musuh antar negara guna memusuhi Islam. Inilah adalah pendapat Sayyid Fadhullah. Hal senada juga dinyatakan oleh ulama Sunii, seperti Alqusyairi (w. 465 H), dalam tafsirnya Lataif al-Isyarat, dengan bijak mengatakan bahwa perang yang dimaksud adalah perang defensif, bahkan jika orang non-muslim memperlakukan Muslim dengan perlakuan buruk, maka maafkanlah. Ia juga menegaskan bahwa ayat-ayat damai, seperti Al-A’raf 199, Alhijr, 94 tidaklah teranulir ayat-ayat pedang, namun berlaku ketika dikhianati (dalam Afrizal, 2016).

Lebih jauh lagi, dalam perspektif tafsir esoterik, ayat-ayat pedang dan perang dimaknai sebagai perang melawan hawa nafsu. Alsyazaliah mengatakan bahwa yang hendak dimaksud QS Albaraah ayat 5 adalah, memberikan isyarat bahwa yang harus diparenagi dan menjadi fokus utama adalah nafsu yang bergelora darimana saja nasfu tersebut muncul. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi. Nabi Muhammad Saw bersabda: ” Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah saw. Apakah pertempuran besar wahai Rasulullah? Rasul menjawab “jihad (memerangi) hawa nafsu.

Jadi, pendekatan tafsir Alquran dengan mengedepankan aspek esoterisnya akan melahirkan pemahaman dan tindakan keagamaan yang lembut, damai, dan penuh cinta. (NJ).

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru