27.7 C
Jakarta
spot_img

Melihat Kemenangan HTS di Suriah dan Dampaknya Terhadap Muslim Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamMelihat Kemenangan HTS di Suriah dan Dampaknya Terhadap Muslim Indonesia
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Akhirnya kabar itu datang juga. Jagat publik dikagetkan oleh kabar kemunculan mantan Presiden Suriah, Bashar Assad, setelah sebelumnya menghilang mencari suaka bersama keluarganya ke Rusia. Surat kabar Al Jazeera (16/12/2024) menayangkan alasan mengapa Bashar Assad lari dari Suriah. Menurut pengakuannya, dia pergi meninggalkan Suriah tidak direncanakan. “Kepergian saya dari Suriah tidak direncanakan atau terjadi pada jam-jam terakhir pertempuran, seperti yang diklaim beberapa orang,” sebutnya.

Bashar Assad mengaku tetap berada di Damaskus menjalankan tugas hingga Ahad (8/12) dini hari. “Dengan tidak adanya sarana yang memungkinkan untuk meninggalkan pangkalan tersebut, Moskow meminta agar komando pangkalan tersebut mengatur evakuasi segera ke Rusia pada Ahad malam tanggal 8 Desember,” bunyi pernyataan Bashar Assad.

Meski kabar tersebut belum diverifikasi secara independen, namun keberanian untuk mengunggah kabar tersebut berarti penting di tengah gentingnya kondisi Suriah. Hari ini, Suriah masih berpacu dengan waktu. Di satu sisi, Suriah harus membereskan pemerintahan baru dengan kondisi ekonomi yang “sakit”. Sementara di sisi lain, Suriah sedang menghadapi serbuan tentara Israel yang bergegas merebut Quneitra, puncak Gunung Hermon dan Dataran Tinggi Golan, di Suriah.

Dua fakta ini membingungkan bagi umat Islam dan rakyat Suriah. Selama ini, rakyat Suriah dan umat Islam termasuk di Indonesia kadung senang atas kemenangan HTS. Namun ketika melihat fakta-fakta Israel melakukan upaya untuk membangkitkan proyek ekspansionisnya di Suriah dengan dalih “keamanan global” sungguh menelan rasa pahit.

Seperti kita ketahui, Israel melakukan pendudukan ekspansionisnya sebelum Suriah tegak berdiri pemerintahan barunya, menunjukkan dia ingin merusak keadaan stabilitas internal Suriah. Pendudukan Israel atas tanah sah milik Suriah, sebelum pemerintahan Suriah menstabilkan negaranya, dan membawa kembali jutaan warga Suriah yang mengungsi, menunjukkan dia kurang prihatin terhadap Suriah. Israel dengan taring moncong senjata yang siap tempur itu ingin menunjukkan bahwa dia telah bisa menembus wilayah strategis pertahanan milik Suriah. Karena itu Israel mengancam kondisi Suriah.

Kini, langit Suriah telah dijadikan sebagai medan pertempuran atau pangkalan perang oleh Israel. Karena itu, pemimpin kelompok perlawanan HTS, Abu Muhammed Al Jaulani mencoba meredam dengan mengatakan bahwa wilayah Suriah tidak akan digunakan sebagai pangkalan perang. Bahkan Al Jaulani menekankan perlunya mengakhiri serangan udara Israel dan menyerukan penarikan Pasukan Pertahanan Israel dari wilayah tersebut. Sementara itu, Al Jaulani masih mencari dukungan dari kekuatan Barat untuk rekonstruksi transisi politik dan untuk menghadapi ancaman pihak musuh.

BACA JUGA  Wahabi Bukan Tuduhan: Menelanjangi Trik Playing Victim Orang-orang Wahabi

Muslim Indonesia Harus Bijaksana

Lalu bagaimana muslim Indonesia membaca konflik Suriah hari ini? Melihat kemenangan Al-Jaulani dan kelompok HTS di Suriah harus disikapi dengan hati-hati dan bijaksana. Sebab, Suriah tidak hanya berdiri dari satu kelompok bernama HTS, melainkan di belakangnya banyak milisi lokal dan global yang ikut bersaing dalam perebutan kekuasaan politik di sana. Sebut saja ada Rusia, Amerika Serikat, Israel, Iran, dan Turki.

Harus diingat, Suriah bukan Indonesia. Suriah berbeda konteks politik dan sosial dengan Indonesia. Pilihan terbaik kita saat ini adalah melihat situasi ini lebih mendalam. Kita tidak boleh hanya melihat berdasarkan kemenangan satu pihak, tetapi juga perlu melihat dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan oleh kekuasaan HTS terhadap masa depan Suriah dan kelompok muslim global, khususnya di Indonesia.

Ketika banyak kelompok radikal bereuforia atas kemenangan HTS di Suriah, ini menjadi tantangan serius bagi umat Islam Indonesia. Mengapa? Karena kemenangan HTS bisa dibuat legitimasi bagi kelompok radikal. Bahkan kemenangan tersebut menjadi inspirasi bagi kelompok-kelompok radikal menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik menegakkan sistem Islam seperti HTS di Suriah atau seperti Taliban di Afghanistan.

Ingat, HTS adalah faksi pecahan dari jaringan teroris Al Qaeda. Karena itu kelompok ini jelas memiliki jaringan global sampai ke Indonesia. Meski tidak tertulis secara struktural, namun kadangkala jaringan lewat ideologi lebih mampu menggerakkan kelompok radikal. Dengan demikian, masyarakat Muslim Indonesia harus lebih berhati-hati terhadap berbagai narasi yang berkembang di media sosial atas sebuah informasi tentang Suriah. Saya percaya, kewaspadaan dan tindakan preventif menjadi kunci penting untuk meredam kembalinya kelompok radikal pasca kemenangan HTS di Suriah. Itu.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru