34.3 C
Jakarta

Melawan Propaganda Radikalisme Online di Bulan Ramadhan

Artikel Trending

KhazanahOpiniMelawan Propaganda Radikalisme Online di Bulan Ramadhan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sejak Covid-19 melanda, hampir seluruh aktifitas dipindahkan ke media digital. Tidak terkecuali aktivitas keagamaan di bulan Ramadhan, beberapa di antaranya dipindahkan ke kanal-kanal digital. Misalnya kegiatan ngaji kitab yang menjadi tradisi rutin di Bulan Ramadhan, kini mulai ditransformasikan ke arah digital.

Apabila kita perhatikan secara seksama, aktivitas live streaming kajian kitab mengalami peningkatan di bulan Ramadhan, baik melalui Facebook, Instagram, YouTube, maupun media lainnya. Peningkatan ini tidak hanya membawa dampak positif, namun juga ancaman bagi merebaknya ajaran radikalisme yang disusupkan melalui kajian online.

Maka dapat dipahami, jika dunia maya kini menjadi lapangan terbuka perang narasi antara pihak yang menyeru kedamaian dengan pihak yang menyusupkan paham-paham kekerasan. Keduanya melakukan trobosan yang sama, dengan membawa ajaran yang dahulu disebarkan menggunakan cara konvensional, diadaptasikan ke arah digital.

Kemajuan Dunia Pesantren

Amin Mudzakkir, seorang Peneliti LIPI dalam Ngaji Pasaran Online, Menembus Batas-batas Tradisional mengatakan, bahwa tradisi kajian online yang dilakukan para kiyai pondok pesantren merupakan adaptasi yang luar biasa dalam menyikapi perubahan zaman. Sehingga harapannya, lanskap nasionalisme dan cinta tanah air tidak hanya tersiar kepada santri pondok pesantren, namun juga tersebar luas ke seluruh pelosok Indonesia.

Hal ini juga dipandang sebagai langkah strategis dalam mengaplikasikan tetuah Nicholas Carr dalam buku The Shallows: Internet Mendangkalkan Cara Berpikir Kita? yang mengatakan bahwa teknologi merupakan sebuah alat yang tidak akan berguna apa-apa sampai digunakan dan tidak akan berdaya saat disingkirkan. Tetuah tersebut seolah memberi penegasan akan cara pandang yang digunakan pada teknologi. Dualitas antara kemanfaatan dan kerusakan yang ada padanya, harus dipisahkan sehingga yang ada hanyalah kemanfaatannya saja.

Pemanfaatan kajian online bisa dipandang sebagai sesuatu yang positif apabila dijadikan sebagai trobosan baru di dunia pesantren. Dimana nilai-nilai moral yang selama ini diaplikasikan dalam pesantren, dimunculkan ke permukaan dan diajarkan secara luas kepada masyarakat. Konseptual yang mengikuti zaman, akan menarik ketertarikan masyarakat semakin kuat, karena hal yang paling dasar dari agama Islam adalah adaptasi pada lingkungan sekitar.

Infiltrasi Kelompok Radikal

Akan tetapi, ngaji online juga menyimpan bahaya karena infiltrasi kelompok radikal yang kian masif melalui ceramah-ceramah di mimbar digital. Apalagi logaritma pemirsa yang lebih menyukai video berdurasi pendek daripada panjang, sehingga kemungkinan salah paham juga dapat melebar. Hal ini dijadikan celah bagi kelompok radikal untuk memicu pertengkaran di media digital. Beberapa kasus kerusuhan yang ditemukan dari ngaji online adalah karena video yang dipotong dan menimbulkan kesalahpahaman.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat statistik kerentanan generasi milenial terhadap radikalisme di dunia digital sangat besar. BNPT memaparkan jika 85% dari generasi milenial sangat rentan terpapar paham terorisme dan radikalisme. Dan yang lebih berbahaya lagi adalah catatan BNPT yang memaparkan bahwa 47,3% pelaku tindak terorisme dan radikalisme berasal dari kalangan anak muda.

BACA JUGA  Radikal-Terorisme Sasar Medsos, Akankah Kita Diam Saja?

Penyebab rentannya anak muda terpapar radikalisme adalah karena seringnya mereka melakukan aktivitas di dunia maya. Apalagi cara akses internet yang mudah sehingga menjadikan mereka betah di media digital. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mencatat bahwa sebanyak 65% pengguna internet, melakukan akses melalui telepon pintar. Maka tidak heran, pintu radikalisme semakin terbuka lebar karena telepon pintar yang sudah mengglobal dan menjadi alat wajib di masing-masing individu.

Dari sanalah muncul ustaz-ustaz radikal yang secara serampangan masuk melalui platfom digital. Mereka tidak memerlukan alat uji dari masyarakat ataupun pembuktian terlebih dahulu akan sanad keilmuannya. Hal yang mereka pentingkan adalah bagaimana mendapatkan pengikut sebanyak-banyaknya dengan melakukan kolaborasi konten kreatif. Titik fokus kajian mereka adalah meraih dukungan dan meraih ketenaran dari media. Maka apabila diperhatikan secara seksama, banyak konten dari ustaz radikal ini, memicu kontroversi di tengah-tengah masyarakat.

Atasi Radikalisme Online

Radikalisme online ini sebenarnya bisa diatasi dengan metode filter, yaitu melakukan pemisahan antara ceramah yang berbau radikal dan ceramah yang mengajarkan paham toleran. Kemudian mengubah algoritma dakwah yang diusung menjadi lebih toleran dan mengangkat nilai-nilai nasionalisme. Metode filter apabila dilakukan secara konsisten dapat mendeteksi mana ustaz yang menyeru pada toleransi dan ustaz yang mengajak kepada tindak radikalisme. Kemudian filter yang dilakukan juga dapat menjadi acuan masyarakat untuk menonton ceramah-ceramah yang bernada toleran.

Pemerintah sebagai pemegang wewenang tertinggi bisa bertindak sebagai eksekutor dalam menjalankan filterisasi ceramah di dunia digital. Pemerintah bisa bekerjasama dengan beberapa elemen untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan jauh dari budaya kebencian. Sehingga ngaji online yang berdampak baik untuk pengetahuan masyarakat dan aplikasi nilai-nilai nasionalisme, tidak terkotori oleh budaya radikalisme.

Selain itu, pemerintah juga bisa membuat batasan dengan melakukan pelarangan ceramah-ceramah yang mengusung nilai radikal. Hal ini termasuk budaya-budaya yang menjadikan masyarakat menjadi radikal. Penetapan larangan ini harus dibarengi dengan penetapan hukuman berat yang dikenakan kepada mereka yang melanggar aturan.

Sehingga menjadi rambu-rambu yang harus dipatuhi segenap masyarakat dan menjadi langkah penghalang bagi siapa saja yang ingin menyebarkan paham radikalisme melalui ceramah-ceramah agama. Semoga di Bulan Ramadhan ini, semua orang mendapatkan keberkahan akan kegiatan ngaji yang diniatkan untuk menambah ilmu pengetahuan.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru