32.7 C
Jakarta

Melacak Literatur Gerakan Radikalisme di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahMelacak Literatur Gerakan Radikalisme di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belakangan ini, aktivitas wacana Islam radikalisme di bumi Indonesia semakin populer dengan beragam corak dipermukaan. Mencuatnya wacana ini, memanfaatkan proses demokratisasi pasca tumbangnya rezim otoriter Orde Baru (Orba) tahun 1998.

Hal ini bisa jadi sebagai konsekuensi logis dari perkembangan dunia saat ini, bahwa menurutnya Islam harus hadir dalam kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia, di tengah meningkatnya kuantitas keagamaan dan ekspansi simbol-simbol, pakaian dan idiom-idiom keislaman di ruang publik.

Di tengah mencuatnya wacana radikalisme di Indonesia, tidak sedikit dari para sarjana dan pemerintah berusaha melakukan pendekatan untuk mengkonter menguatnya paham ini. Mulai dari riset tentang paham radikalisme, workshop, seminar, sekolah, kampus-kampus hingga penerbitan buku-buku.

Namun sayangnya, kebanyakan para sarjana yang terlibat, hanya berkutat pada dinamika ideologi Islam radikal ini. Sehingga terkesan mengabaikan hal yang sangat mendasar, dan esensial terkait faktor yang menjadikan seseorang radikal, ekstremis dan dan teroris.

Tentu dalam hal ini, peran literatur keislaman di tengah pertumbuhan paham radikalisme di kalangan generasi milenial Islam, khususnya pelajar dan mahasiswa, tidak bisa dikesampingkan.

Buku berjudul, Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi (2018), berusaha membidik gagasan besar dan memberikan gambaran komprehensif. Menjadi semacam peta melengkap, dari karya-karya para sarjana-peneliti yang mencoba membaca ulang literatur keislaman radikalisme generasi milenial Islam di Indonesia.

Selain itu, buku ini, merupakan hasil penelitian yang dilakukan di oleh 16 peneliti dari berbagai bidang keilmuan Studi Islam dan Sosial. Seperti, politik Islam, antropologi Muslim urban, Studi Lintas Iman, Studi al-Qur’an dan Hadis. Juga Kajian Timur Tengah, Salafisme, Studi Minoritas, dan Hukum Islam.

Serta ini dilakukan di 16 lokasi, seperti Medan, Padang, Pekanbaru, Bogor, dan Bandung. Juga Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Jember, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Palu, Ambon, Denpasar, dan Mataram.

Lokasi-lakasi ini dipilih karena dianggap representatif untuk melihat Indonesia dan sebagai potret persinggungan. Khususnya pelajar dan mahasiswa terkait peta literatur keislaman generasi milenial Islam saat ini dan masa depan.

Literatur tentang Radikalisme

Literatur wacana radikalisme Islam yang ada dalam buku ini sangat kaya data, dan dinamika. Sehingga kita bisa dengan mudah membedah realitas sosial keagamaan dan dinamika sosial-politik. Terutama terkait gejolak yang terjadi di tubuh generasi milenial Islam sejak beberapa tahun terakhir ini.

Fenomena yang terjadi di tengah-tengah kita beberapa tahun terakhir. Bahkan hingga kini adalah semangat dan gairah generasi milenial Islam dalam mendalami dan menampilkan tema-tema keislaman.

Obrolan generasi milenial Islam yang muncul di ruang publik, terutama media sosial tak jauh-juah di seputar tema-tema keislaman. Diksi yang dipakai—meminjam istilah Gus Dur—sebagai “Islamku”, “Islam Anda”, “Islam Kita”. Atau “golonganku”, “golonganmu” dan “golongan kita” yang lain No.

Fenomena ini, misalnya kita baca dari booming-nya tayangan-tayangan di media sosial seperti, Facebook, Youtube, Twitter, Blog, hingga WhatsApps. Tentu ini sangat mengkhawatirkan karena mereka representasi yang aspirasi, keinginan dan positioning saat ini sebagai pelajar dan mahasiswa sangat menentukan masa depan Indonesia.

Diakui atau tidak, fenomena ini telah melahirkan paradoks bagi generasi milenial Islam. Di satu sisi mereka dihadapkan pada ekspansi ledakan informasi teknologi yang dipicu penemuan internet. Sehingga mereka tumbuh dan besar dalam dominasi pola konsumtif serta gaya hidup instan. Namun pada sisi lainnya, mereka sedang berhadapan dengan kompetensi yang semakin ketat; meraih pekerjaan.

Sementara di sisi yang lain pula, mereka dihadapkan langsung pada ekspansi ideologi Islam(isme) dengan Slogan Back to al-Quran dan Sunnah. Juga praktik-praktik generasi Muslim awal yang dianggap datang membawa mimpi dan perubahan di tengah kegagalan Muslim dalam menghadapi dominasi politik, ekonomi dan budaya sekuler [hlm. 11].

BACA JUGA  Mengoreksi Kaum Jihadis dalam Memahami Hadis

Sebagai bagian wacana radikalisme, nampaknya paradoks berbingkai Slogan Back to al-QuranSunnah di kalangan generasi milenial Islam cukup berhasil. Ini kalau dilihat dari propaganda gerakan ‘hijrah’ sebagai konsep sentral yang hanya dipahami bahwa menjadi “Muslim saja” tidak cukup. Sehingga harus melakukan hijrah ke Muslim kaffah, berani menanggalkan ideologi, budaya, dan nilai-nilai yang dianggap tak Islami.

Pasar Bebas Literatur Radikalisme

Setidaknnya, temuan dalam buku ini menyatakan bahwa keberhasilan wacana radikalisme di kalangan generasi milenial Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari surplus suplly literatur. Dalam hal ini, pameran buku internasional di Kairo (Cairo International Book Fair)  sejak 2000-an menjadi destinasi penting bagi penerbit nasional untuk membeli buku-buku keislaman.

Mereka datang kemudian literatur tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh alumni Mesir atau Timur Tengah yang memang di pasaran belum banyak dipenuhi penulis nasional [hlm. 74]

Dari transmisi terjemahan literatur Arab tersebut. Literatur yang banyak beredar di kalangan generasi milenial Islam secara umum dikelompokkan ke dalam tiga corak keislaman. Ketiganya yaitu keislaman ideologis, puritan dan kesalehan populer.

Pertama, keislaman ideologis merupakan gerakan revolusioner, radikal dan berbahaya bagi negara-masyarakat yang umumnya menyebarkan wacana alarmist (menakut-nakuti). Yaitu bahwa musuh Islam sangat dekat dan telah menguasai sendi kehidupan umat Islam serta ingin menghancurkan umat Islam.

Literatur yang digunakan antara lain buku, Tarbiyah Jihadiyah karya Abdullah Azzam, pendiri al-Qaeda sekaligus mentor Osama bin Laden. Jihad Jalan Kami-nya Abdul Baqi Ramdhun, al-Wala wa al-Barra-nya Muhammad Said al-Qahthani, dan Kafr Tanpa Sadar-nya Abdul Qodir bin Abdul Aziz.

Selain itu juga ada Harakah Jihad Ibnu Taimiyah karya Abdurrahman bin Abdul Khaliq, 39 Cara Membantu Muhjahid karya Muhammad bin Ahmad as-Salam, dan Muslimah Berjihad karya Yusuf al-Uyairi [hlm. 78-79].

Kedua, puritanisme agama. Pada umumnya literatur radikalisme lebih banyak mengarah pada salafi-wahabi yang memainkan wacana diskursif dan apolitik. Literatur yang beredar di kalangan generasi milenial Islam seperti Kitab al-Tauhid-nya Muhammad bin Abdul Wahhab dan Fath al-Majid karya Muhammad bin Hasan Alu al-Syaikh sebagai pembentuk wacana literatur salafi-wahabi.

Ketiga, kesalehan populer. Literatur yang berkembang pada umumnya lebih banyak ditemukan pada cerita fiksi dan buku-buku motivasi yang bisa menginspirasi pembaca agar selalu istikamah atas ajaran agama Islam. Misalnya, 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Juga Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy [hlm. 91-96].

Tentang Literatur Moderasi

Ketiga wacana ideologi keislaman dan literatur di atas, pada umumnya hadir. Juga menyusup melalui lanskap sosial terhadap buku-buku dan bacaan keagamaan. Mulai dari tingkat SMA sederajat, baik dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Juga organisasi pendidikan Islam seperti Rohis (Rohani Islam) hingga perguruan tinggi hampir di seluruh Indonesia.

Pada akhirnya, dari temuan di atas, tentu ini sangat mengejut bagi kita semua. Lalu timbul  pertanyaan besar, ke mana dan bagaimana peran literatur organisasi Islam moderat seperti Muhammadiyah dan NU selama ini?

Tentu, pertanyaan ini harus segera jawab oleh setiap pemangku organisasi keagamaan moderat dan instansi pemerintah pada khususnya. Mengingat lingkungan sekolah dan kampus semestinya menjadi tempat bersemainya bibit intelektual unggul, pendorong keharmonisan sosial. Bukan disusupi paham-paham yang mengarah pada radikalisme dan intoleransi yang mengancam kerukunan dan persatuan bangsa.

Judul Buku       : Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi

Penulis             : Noorhaidi Hasan, et, al

Penerbit          : Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Press

Cetakan           : 2018

Tebal               : xvi+304 halaman

ISBN                 : 978-602-50682-4-9

 

Oleh: Syahuri Arsyi

Penulis, adalah Mahasiswa Jurusan Pemikiran Islam dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru