26.9 C
Jakarta

Melacak Genealogi Radikalisme Keagamaan di Negeri Kita

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuMelacak Genealogi Radikalisme Keagamaan di Negeri Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial, Penulis: Zainuddin Fananie, Atiqa Sabardila, Dwi Purwanto, Kota Terbit: Surakarta, Penerbit: Muhammadiyah University Press dan The Asia Foundation, Jumlah Halaman: 245+vii. ISBN: 979-95622-3-6.

Harakatuna.com – Di Indonesia, aksi teror bom dan sejenisnya yang merupakan bagian dari aksi radikalisme dan terorisme dalam “baju” agama sebetulnya bukan hal yang baru. Dalam beberapa kurun waktu sejak dulu telah ada dan terjadi, namun terkadang aksi radikalisme dan terorisme memang terkesan mati suri, padahal tidak. Tetapi, tanpa diduga aksi teror bom tiba-tiba muncul di berbagai tempat. Menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan, aksi teror bom sering kali terjadi.

Meski selama ini tidak sedikit terduga teroris sudah ditangkap aparat, tetapi dari waktu ke waktu selalu muncul pengganti-pengganti baru yang tak pernah putus. Memasuki era digital seperti sekarang ini, yang terjadi bukannya masyarakat makin kritis menyikapi pengaruh radikalisme yang ditebar melalui media sosial dan internet. Justru yang terjadi adalah sebaliknya.

Radikalisme dan terorisme muncul di Indonesia ini bukan hanya dewasa ini namun sejak dulu telah ada, di antara golongan yang merupakan kelompok yang disisipkan dengan embel-embel agama. Bahkan aktivitas kelompok keagamaan dijelaskan dalam setting sosial-politik transisional Indonesia pasca-Soeharto di Kota Surakarta.

Munculnya kelompok radikal dan terorisme keagamaan di Indonesia sudah muncul sejak masa kolonial Hindia Belanda, yang inti perjuangannya adalah gerakan anti kolonial, seperti Perang Padri (1830-1837), Perang Diponegoro (1825-1830). Di masa kemerdekaan kelompok radikal ini antara lain gerakan Darul Islam.

Demikian di antara pesan yang disampaikan Zainuddin Fananie, Atiqa Sabardila, Dwi Purwanto dalam karyanya berjudul Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial. Lebih lanjut Zainuddin Fananie Dkk menyebutkan fenomena tersebut juga terjadi diKota Surakarta, yang memiliki akar historis gerakan radikal sejak masa kolonial.

Pada masa kolonial Hindia Belanda, Surakarta merupakan gudang aktivis pergerakan, mulai dari basis gerakan Islam seperti Sarekat Islam, maupun gerakan komunis setelah muncul propagandis PKI/SI Merah Misbach.

Kelompok yang mengusung faham radikalisme di Surakarta saat ini tidak sedikit diantaranya Majelis Ta’lim Al-Ishlah, Front Pembela Islam Surakarta(FPIS), Barisan Bismillah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Brigade Hizbullah, Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK), dan beberapa kelompok keagamaan lainnya.

Zainuddin Fananie dkk dalam buku tersebut juga menguraikan indikator dan perhatian aktivitas kelompok yang mengusung pemahaman tersebut sangat beragam, mulai dari persoalan moral sampai dengan politik nasional dan internasional. Dalam soal moral, misalnya, maraknya bentuk-bentuk perjudian dan prostitusi yang dianggap menjadi ajang kemaksiatan dan beragam modus lainnya.

Tidak segan-segan juga kelompok keagamaan tersebut melakukan sweeping terhadap yang dianggap berpotensi maksiat seperti kafe dan tempat-tempat hiburan dan lainnya. Mereka melakukannya karena merasa pihak keamanan tidak melakukan dengan serius dan tegas untuk memberantas beragam maksiat tersebut.

BACA JUGA  Keterlibatan Perempuan dalam Kejahatan Terorisme

Usaha yang dilakukan kelompok ini membuat dan menimbulkan perasaan takut dan cemas pada kelompok masyarakat lainnya. Sementara itu terhadap persoalan politik nasional, perhatian kelompok keagamaan tersebut perhatian lebih fokus di antaranya ditujukan pada masalah konflik Ambon dan Poso yang dianggap tidak diselesaikan secara tegas dan cepat oleh pemerintah. Krisis ekonomi dan politik juga menjadi momentum untuk menjadikan syariat Islam sebagai alternatif menyelesaikan krisis.

Mereka juga mempersoalkan masalah Gus Dur saat itu dan beberapa kasus lainnya. Laskar Jihad, sebagaimana FKAM/Jundullah, hanya menjadi penonton antara pendukung Gus Dur (Pasukan Berani Mati) dengan yang menolak Gus Dur (Jundullah Ikhwanul Muslimin) untuk bertahan sebagai presiden setelah Memorandum II DPR atas kasus Buloggate. Sedangkan, KAMMI mendukung Gus Dur untuk mundur dari jabatan sebagai presiden [hlm. 116-117].

Kasus sweeping terhadap warga negara Amerika Serikat (AS) di Surakarta yang dilakukan FPIS menekankan agar pemerintah AS tidak banyak campur tangan dalam urusan Indonesia. Kasus Ambon dan Palestina dijadikan sebagai bukti FPIS bahwa AS terlibat di dalamnya [hlm. 107].

Penulis juga menguraikan sikap anti AS lainnya ditampilkan Laskar Jihad, yang menyebut Amerika sebagai Zionis, sedangkan Zionis adalah musuh Islam. Keburukan pemerintah AS adalah standar ganda yang mereka terapkan terhadap Muslimin. Hal Ini dibuktikan di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana lebih dari 400 resolusi PBB yang menentang pendudukan Israel atas Palestina diveto oleh AS.

Demikian pula perlakuan AS terhadap rakyat Irak yang dibiarkan kelaparan dengan sejumlah embargo ekonomi. Pengaruh AS, menurut Laskar Jihad telah merasuk ke Indonesia terutama saat krisis ekonomi dengan menghembuskan angin disintegrasi.

Penulis dalam buku tersebut banyak mengungkap Kasus yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia dalam perspektif kelompok keagamaan sebagai bentuk “jihad”. Di antara kasus lainnya yang menjadi perhatian KRK di Surakarta, adalah “Kaset Kristenisasi” yang dilakukan Ahmad Wilson. Kasus Ahmad Wilson dianggap sangat menyinggung umat Islam karena melakukan penyebaran agama dengan pembagian kaset secara gratis kepada orang yang telah jelas keberagamaannya.

Beranjak dari paparan di atas buku yang ditulis Zainuddin Fananie dkk layak untuk dijadikan referensi menggali akar radikalisme dan terorisme di Indonesia. Di era pra-revolusi informasi, perkembangan internet serta aplikasi berbagai sosial media makin sering digunakan oleh berbagai kelompok garis keras yang berkepentingan untuk menyebarkan ideologi radikal dan mempropagandakan doktrin-doktrin.

Menjajaki dan menjaring kader-kader potensial, bahkan menyuarakan jihad tanpa harus bertemu secara fisik. Paham radikalisme dengan mudah menyusup lewat koneksi internet di kamar-kamar yang tertutup. Sekali lagi mari kita bersama-sama berjihad dengan radikalisme dan terorisme serta menjaga keutuhan NKRI sebagai harga mati, siapkah kita?

Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru