Harakatuna.com. Jakarta – Analis Utama Intelijen Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Brigjen Ibnu Suhaendra menilai media sosial (medsos) dapat menjadi sarana yang subur bagi penyebaran radikalisme, intoleransansi, dan terorisme di Indonesia.
Ia menilai, medsos dapat mengubah karakter seseorang dalam waktu singkat.
“Kami kerap merasa khawatir dengan medsos yang sering dimanfaatkan untuk penyebaran radikalisme, intoleransi, dan terorisme,” kata Ibnu, melansir Antara, Jumat (28/5/2021).
Menurut dia, seseorang dengan mudah menemukan ajaran-ajaran tentang panduan bom bunuh diri atau mati syahid serta ajaran radikal lain di medsos.
Ibnu mengatakan di Indonesia ada satu keluarga yang rela untuk jadi pelaku bom bunuh diri karena mengikuti kajian-kajian di medsos, seperti yang terjadi di Surabaya dan Makassar.
Hal senada disampaikan budayawan yang juga sebagai Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susatyo yang mengaku prihatin dengan kondisi penggunaan medsos di Tanah Air.
Menurut Romo Benny, tantangan individu masyarakat Indonesia saat ini adalah menjaga martabat bangsa dengan menjaga Pancasila di ranah medsos.
“Kalau menjalankan Pancasila berarti kita menjalankan agama yang benar. Kita harus menjadikan medsos sarana membangun,” kata Romo Benny.
Romo Benny menyayangkan saat ini, medsos sering menjadi sarana penghancuran toleransi bangsa. Salah satu upaya melawannya adalah menjadikan medsos sarana menebarkan kebaikan.
Romo menambahkan pentingnya mengarusutamakan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional karena ini menjadi kebutuhan dasar bagi anak-anak bangsa merajut keindonesiaan.
Pengamat Politik Sebastian Salang menyebutkan perlu ada sinergitas untuk membangun ruang publik terhadap toleransi dan Pancasila di medsos.
Di Indonesia, kata dia, medsos sudah jadi alat pembelah bangsa. Ini berdasarkan analisis data perilaku pengguna medsos. Perkembangan teknologi informasi (IT) tidak hanya memberi efek positif, tapi memberi efek negatif luar biasa.