26.1 C
Jakarta
Array

Media Sosial sebagai Target Baru Menyebarkan Radikalisme

Artikel Trending

Media Sosial sebagai Target Baru Menyebarkan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terorisme ini adalah musuh seluruh bangsa Indonesia dan sifatnya menakut-nakuti agar masyarakat menjadi resah serta untuk membunuh nyawa orang banyak. Seperti dalam Webster’s New School and Office Dictionaryyang menyebut terorisme sebagai tindakan yang membuat ketakutan atau kengerian dengan melakukan intimidasi atau ancaman untuk menakut-nakuti. Jadi, terorisme ini adalah upaya untuk membuat masyarakat takut dan resah, sehingga mengganggu stabilitas keamanan di negeri ini.

Dari pengertian itu pula, layak dan pantaslah bila terorisme harus kita hentikan, sebelum semakin menjamur menyerang sendi-sendi kehidupan kita hingga berujung pada kematian. Tindakan kekerasan sekelas terorisme ini bukan untuk dibiarkan atau dipelihara, tetapi harus dicari solusi dalam menyelesaikannya sampai benar-benar habis. Bekerja keras adalah salah satu cara yang harus kita giatkan. Baik pemerintah, aparat penegak hukum bersama masyarakat harus ikut bekerja keras dalam memerangi aksi terorisme ini.

Kita tak bisa hanya mengandalkan disahkannya Undang-Undang Terorisme atau lain sebagainya. Tetapi, sebelum ada payung hukum itu, kita dapat mendahulukan kerja keras dalam menindak pergerakan teroris tersebut. Sama saja bila Undang-undang itu sudah diterbitkan, tetapi kita tidak bekerja keras, sama saja hasilnya nol bukan?. Bekerja keras melawan terorisme adalah salah satu tindakan yang wajib kita lakukan.

Terorisme ini tak bisa dibiarkan bergerak terus menerus menghajar kehidupan. Kita harus bekerja menindak segala sel-sel terorisme yang sudah berbaur di masyarakat. Komunikasi antar pihak seperti aparat penegak hukum dan masyarakat adalah menjadi bagian penting kita kuatkan demi memutus pergerakan sel-sel terorisme ini.

Menghentikan pergerakan sel-sel terorisme di seluruh Indonesia termasuk suatu hal yang sulit. Karena pada masa sekarang ini, penulis cermati pernyataan dari seorang pengamat terorisme bahwa para terduga teroris sudah cerdas bertindak agar tidak terdeteksi oleh intelijen negara maupun aparat kepolisian melalui Densus 88. Dijelaskan, para terduga teroris mampu membaur dengan masyarakat, berkomunikasi dengan baik atau tidak jaga jarak dengan masyarakat dan ada pula yang rajin beribadah, sehingga dianggap terduga teroris ini adalah orang yang baik dan taat kepada agama.

Namun, kenyataannya itu adalah sekedar topeng untuk mengelabuhi aparat kepolisian. Jadi, kesannya menjadi sulit untuk menghentikan segala tindak terorisme ini. Oleh karena itu, peran serta seluruh komponen bangsa menjadi penting dengan cara bekerja keras mendeteksi segala pergerakan sel-sel terorisme ini di seluruh Indonesia. Kekuatan ideologi radikalisme si terduga teroris ini semakin menguatkannya untuk dapat melakukan aksi terornya di masyarakat, sehingga harus kita lawan dengan kerja keras menindak sebelum terjadinya sebuah peristiwa.

Pergeseran paradigma

Dalam buku Agus SB, DERADIKALISASI DUNIA MAYA, Mencegah Simbiosis Terorisme dan Media, 2016 dijelaskan demikian Ayman al-Zawahiri, pemimpin Al-Qaeda pengganti Osama, pada 2005 menuliskan pesan kepada pimpinan Al-Qaedah di Irak (AQI), Abu Musab al-Zarqawi, tentang perubahan target dan pola terorisme kelompoknya.

Siapa sangka, seruan untuk pindah haluan tersebut akhirnya menyebar luas dan menjadi semacam perintah kepada seluruh jaringan terorisme di berbagai belahan dunia untuk mulai beralih ke perang media, bukan untuk melakukan penghancuran fisik, tetapi untuk merebut hati dan pikiran umat.

Pergeseran paradigma itu termasuk suatu kecanggihan berpikir para oknum teroris agar tujuannya menakuti-nakuti masyarakat dan menciptakan keresahan tetap berjalan lancar. Kita cermati bahwa paham radikalisme untuk merekrut bibit-bibit teroris akan disebar melalui media sosial. Kita ketahui, anak-anak, remaja maupun dewasa rata-rata sudah memiliki media sosial.

Jadi, para oknum teroris akan berusaha untuk menaburkan paham radikalisme demi merasuki pikiran pengguna media sosial agar mengikuti hasutan dari oknum teroris tadi. Ini sangat berbahaya.

Tak dapat kita pungkiri, media sosial sudah digunakan banyak masyarakat di dunia, sehingga melalui pertemanan, dilanjutkan chat-chat pribadi dapat membuat oknum teroris menghasut korbannya melalui media sosial tersebut. Paradigma jaringan terorisme ini sungguh canggih. Tinggal, bagaimana kita mampu menolak ajakan ataupun hasutan itu. Kemampuan kita menolak hasutan paham radikalisme itu yang diharapkan sekarang agar tidak ada perekrutan bibit-bibit teroris melalui media sosial tadi.

Bagi penulis, keluarga melalui orangtua adalah sosok yang paling penting untuk mencegah hasutan dari oknum teroris tadi merasuki anak-anak khususnya. Pengawasan dan perhatian orangtua diperlukan untuk mencegah anak terpapar paham radikalisme. Oleh karena itu, pertanyaannya, mampukah orangtua untuk mengawasi dan memperhatikan tindakan anak setiap hari?. Keinginan kita, orangtua sanggup melaksanakan itu, karena itulah tugas orangtua.

Karena itu, setiap komponen bangsa turut serta mensosialisasikan dan menggelorakan pengawasan dan perhatian orangtua terhadap anak semakin diperkuat agar paham radikalisme tidak merasuki anak.

Menguatkan persatuan

Menguatkan persatuan menjadi penting dalam memutus aksi-aksi terorisme ini. Jika masyarakat bersatu dengan pemerintah dan pihak kepolisian tentu akan semakin menguatkan kita dalam memutus setiap aksi terorisme. Sudah selayaknya, setiap pihak berbagi peran dan saling mendukung pemberantasan terorisme ini.

Seperti salah satu poin yang disampaikan oleh tokoh lintas agama, yang terdiri dari Walubi, PGI, LPOI, PBNU, KWI dan Muslimat NU agar masyarakat bersatu melawan terorisme. Bersatu padu menahan diri, tidak terprovokasi, serta terus menggalang solidaritas kemanusiaan sekaligus menolak segala bentuk kekerasan. Jika mendapati peristiwa sekecil apapun yang menjurus pada radikalisme dan terorisme, segera laporkan kepada aparat keamanan (Suara Hati MedanBisnis, 14/5/2018).

Nah, ajakan dari tokoh lintas agama itulah bagian dari persatuan antar komponen bangsa yang ada. Kita diajak untuk tetap berpikir positif dan tidak terprovokasi serta tidak ada ujaran-ujaran dari para elite politik untuk menyudutkan salah satu pihak. Yang lebih penting juga, aparat keamanan menjaga setiap keamanan di setiap daerah terutama tempat ibadah, pusat perbelanjaan dan gedung-gedung pemerintah, karena tempat itu menjadi obyek sasaran dari pelaku teror.

Kalau bukan kita yang bergerak dan bersatu, jadi siapa lagi?. Terakhir, pemerintah baiknya menyerap segala apa yang disarankan masyarakat baik lisan maupun tulisan serta jangan pernah menunggu untuk berbuat. Langkah cepat itu penting sebelum ada lagi aksi teror yang berlanjut di hari-hari yang mendatang. Marilah kita menghentikan aksi terorisme ini dengan sebuah persatuan, bekerja keras serta kewaspadaan semua pihak agar keamanan terjaga dan nyawa pun tidak melayang lagi. Semoga!!.

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru