30 C
Jakarta
Array

Maulid Nabi, Tradisi dan Harmoni

Artikel Trending

Maulid Nabi, Tradisi dan Harmoni
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Peran agung Rasulullah Saw. sebagai pembawa risalah Islam sekaligus sebagai teladan atau penyempurna akhlak bagi umat manusia membuat hari kelahiran beliau menjadi begitu bermakna, terutama bagi kaum muslim. Momen peringatan maulid nabi menjadi ajang mengingat, mengenang, meneladani, serta mengungkapkan cinta dan kerinduan kepada Rasulullah Saw. Hal tersebut biasa diekspresikan melalui lantunan shalawat, syair-syair, dan puji-pijian yang menggambarkan kegembiraan dan suka-cita atas kelahiran baginda Nabi Muhammad. 

Wajar jika peringatan Maulud Nabi diperingati dan diekspresikan melalui pelbagai macam cara. Terlebih, bagi umat muslim di Indonesia yang lekat dengan pelbagai tradisi kebudayaan dalam mengekpresikan spirit beragamanya. Beragam tradisi di masyarakat terkait maulid Nabi Muhammad selalu kaya akan makna dan hikmah yang bisa kita petik dan kita pelajari. Di samping bernilai spiritual yang menggambarkan keimanan pada Allah Swt lewat pengakuan dan kesadaran akan kerasulan Nabi Muhammad Saw., tradisi-tradisi tersebut juga kaya akan nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia.

Ampyang Maulid 

            Begitu beragam tradisi peringatan Maulid Nabi yang ada di Indonesia. Misalnya, salah satu tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. adalah tradisi ampyang maulid yang terus dilestarikan warga Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Tradisi ini dijalankan dengan menyajikan pelbagai jenis makanan dalam wadah berbentuk masjid, musala, maupun rumah adat yang dihiasi “ampyang”, sejenis makanan tradisional, yang kemudian diarak keliling desa mulai dari Masjid Wali at-Taqwa. Di samping kirab, tradisi tersebut juga diiringi dengan penampilan berbagai kesenian seperti drum band, pencak silat, dan sebagainya.

Tradisi ampyang maulid di Loram Kudus menjadi bentuk doa, rasa syukur, dan suka cita masyarakat dalam memeringati kelahiran Nabi Muhammad Saw. Setiap kali digelar, tradisi yang sempat terhenti pada masa penjajahan Jepang tersebut selalu menarik perhatian ratusan warga, baik warga sekitar maupun dari luar daerah. Mereka datang berbondong-bondong menyaksikan kirab dan mengharap keberkahan dan syafaat Nabi Muhammad Saw. 

Berdasarkan keterangan dari sesepuh Masjid Wali at-Taqwa, awal mula tradisi ampyang maulid tak lepas dari sejarah penyebaran Islam di daerah Loram. Tepatnya, tradisi tersebut dimulai pada masa dakwah Sultan Hadirin, murid Sunan Kudus dari Mantingan Jepara yang berdakwah menyebarkan Islam di beberapa daerah di Kudus seperti Loram Kulon, Jepang, dan Jati Wetan.Masjid at-Taqwa yang menjadi titik penting dalam tradisi ampyang maulid juga didirikan Sultan Hadirin. Konon, setiap hari Jumat, Sultan Hadirin naik kuda dari Mantingan Jepara menuju Loram Kulon Kudus untuk salat Jumat, kemudian dilanjutkan dakwah keagamaan (Luthfi Rahman: 2016).  

Pesan

Bagi penulis, ada beberapa pesan atau makna yang bisa kita ambil dan resapi terkait perayaan maulid Nabi melalui tradisi ampyang maulid yang masih terus dilestarikan warga Loram Kulon Kudus tersebut. Pertama, tentang pentingnya menghargai dan merawat tradisi kebudayaan yang ada di masyarakat dalam menjalankan dakwah keagamaan. Karakter dakwah Islam yang ramah terhadap budaya setempat tergambar dari tradisi ampyang maulid. Penggunaan pelbagai jenis makanan yang dihiasi “ampyang” dan dikirab bersama-sama sebagai bagian dari perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. menggambarkan upaya menanamkan ajaran agama melalui pendekatan budaya yang ramah terhadap tradisi masyarakat. 

Hal tersebut menggambarkan harmoni yang terjalin antara agama dan budaya, sebagaimana karakter dakwah Wali Songo dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Karakter dakwah yang damai dan bisa selaras dengan tradisi dan budaya yang ada di masyarakat inilah yang berhasil membentuk masyarakat Islam yang ramah dan toleran. Umat Islam yang memahami ajaran agama secara substansif, tak sekadar di tataran “kulit”. Suatu hal yang relevan kita resapi dewasa ini, mengingat sekarang marak dakwah keagamaan yang dilakukan dengan keras dan provokasi memupuk kebencian pada yang lain, yang kemudian menghasilkan umat beragama yang keras, kaku, bahkan radikal. Umat yang mudah menyalahkan dan bahkan melakukan kekerasan pada orang lain yang dianggap berbeda.

Kedua, tradisi ampyang maulid menyimpan nilai penting tentang persaudaraan dan kebersamaan. Masyarakat setempat bersatu dan bahu-membahu dalam suasana guyub dan rukun untuk mengurus keperluan acara dan kirab. Di samping itu, animo masyarakat luas yang begitu tinggi untuk menyaksikan dan mengikuti rangkaian acara dan bersama-sama berharap mendapatkan keberkahan dan syafaat Nabi Rasulullah Saw., akan menciptakan atmosfer kebersamaan, kerukunan, dan kedamaian, dimana orang-orang akan saling bertemu dan bertegur sapa, bersilaturrahmi menjalin persaudaraan. Kecintaan pada Nabi Muhammad Saw (spirit beragama) diekspresikan melalui silaturrahim, persaudaraan, kepedulain, dan menjalin kebersamaan, sebagaimana diajarkan Rasulullah Saw. 

Setiap tradisi pada dasarnya mencerminkan keluhuran visi hidup suatu masyarakat yang penting untuk diresapi dan selalu dilestarikan nilai-nilai positifnya oleh generasi penerus. Dalam kerangka ikhtiar menciptakan kehidupan bersama yang damai, menghargai tradisi menjadi cara kita mengenali dan menelusuri kembali jati diri kita sebagai masyarakat yang dikenal ramah dan kaya nilai-nilai kearifan dalam menjalani hidup, termasuk dalam mengekspresikan spirit beragama dalam momentum Maulid Nabi Muhammad Saw. Wallahu a’lam..  

[zombify_post]

Al Mahfud
Al Mahfud
Penikmat buku, penulis lepas, Aktif menulis topik-topik radikalisme-terorisme, Alumni IAIN Kudus.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru