33 C
Jakarta
Array

Materi Khutbah dan Benih Radikalisme

Artikel Trending

Materi Khutbah dan Benih Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Masjid hari ini sudah terbukti menjadi sarang pengembangan radikalisme. Survey Badan Intelegen Negara (BIN) menunjukkan berdasarkan pendalaman dari riset yang telah dihasilkan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama, bahwa 41 masjid di lingkungan pemerintah terpapar radikalisme.

Fungsi masjid pada masa lalu, ketika Nabi Muhammad masih hidup, adalah sebagai tempat melakukan banyak hal yang positif, seperti musyawarah, tempat tidur bagi yang tidak punya rumah, dan tempat beribadah. Karena sekarang zaman sudah modern, masjid hanya menjadi tempat untuk beribadah dan tempat berdakwah.

Program-program masjid untuk melancarkan dakwah terhadap masyarakat ditempuh melalui berbagai hal, di antaranya, menyebarkan buletin dan khutbah. Jika kita lihat dari survey di atas oleh BIN tentang radikalisme di masjid, yang paling dominan dalam menyebarkan dakwah di masjid adalah khutbah.

Khutbah adalah ceramah agama yang dilakukan oleh seorang khotib untuk mengingatkan jamaah yang hadir dalam sebuah majlis di masjid agar taat dalam beragama. Secara bahasa khutbah berasal dari bahasa Arab, khataba-yakhtubu-khutbah, yang artinya adalah memberikan nasehat. Jadi, khatib memberikan nasehat kepada seluruh jamaah yang hadir di dalam masjid untuk menjadi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, khutbah hari ini menjadi beralih fungsi, dari khutbah yang berisi nasehat-nasehat untuk perbaikan kehidupan umat menjadi  khutbah yang menjadi sarana penyebaran paham radikal, ujaran kebencian, penyebaran berita hoaks, dan menggaungkan tegaknya ajaran khilafah.

Agama Islam tidak pernah mengajarkan ujaran kebencian dan radikalisme, bahkan agama yang dibawa Nabi Muhammad tersebut mengajarkan perdamaian. Islam di Indonesia yang berisikan berbagai macam agama, harus senantiasa menggaungkan perdamaian sebagaimana yang diajarkan oleh sang Nabi.

Bahkan, Allah berfirman, “dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Anfal:61)

Tuhan mengajarkna kita untuk selalu mengindahkan perdaiaman dan menjauhi pertikaian. Ayat tersebut menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan tidak radikal. Bagaimana dengan masjid yang menjadi sarana penyebaran radikalisme, ujaran kebencian,  dan hoaks?

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa, dakwah yang paling dominan di lingkungan masjid adalah khutbah, berarti secara tidak langsung kita sudah bisa mereka-reka bahwa penyebar radikalisme kemungkinan besar adalah khotib (orang yang berkhutbah) di masjid.

Temuan oleh BIN di pembahasan pertama tadi direspon oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla, bahwa hasil survey tersebut sangat menarik karena ditemukan di masjid dalam lingkungan pemerintah. Dari tanggapan Wakil Presiden sekaligus Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut, bisa mendorong seluruh rakyat Indonesia untuk lebih waspada terhadap radikalisme, karena penyebaran paham tersebut sudah mulai memasuki psikis Islam.

Umat Islam harus extra hati-hati dalam menghadapi ajaran radikalisme yang menyusup secara perlahan. Rasa was-was umat harus dibarengi dengan aksi nyata untuk menjaga keutuhan NKRI yang damai dari paham radikal. Bagaimana seharusnya reaksi umat Islam dalam menanggapi radikalisme di masjid?

Pemeran utama dalam khutbah di masjid adalah seorang khotib. Biasanya, masjid-masjid di Indonesia mempunyai organisasi takmir atau pemuda masjid. Dalam sebuah organisasi tersebut, teman organisasi mempunyai tanggung jawab untuk mengingatkannya agar berhenti dalam mengkhutbahkan hal-hal yang berbau radikal dan bernuansa kebencian.

Peringatan tersebut tidak hanya harus dilakukan oleh orang-orang terdekat, atau teman dalam satu komunitas. Jamaah masjid sebagai pendengar harus juga mengingatkannya, baik dengan mengingatkan secara langsung atau melalui pesan dari media sosial.

Dalam hadis riwayat Muslim, ada tiga cara untuk mengingatkan saudara kita sesama muslim yang melenceng dari ajaran Islam, pertama, dengan lisan; kedua dengan tangan; ketiga dengan hati. Dalam konteks ini, kita harus mengingatkan orang yang diketahui menyebarkan radikalisme masjid secara lisan, artinya menegur secara langsung. Jika cara pertama tidak mampu untuk membuatnya jera, maka dengan cara kedua, dengan tindakan.

Tindakan untuk mengatasi menyebaran radikalisme di masjid, dengan membujuk orang lain untuk mengingatkannya, seperti orang yang lebih akrab, atau teman karib, atau saudaranya. Jika cara tersebut tidak mampu untuk membuatnya berhenti menebarkan paham intoleran tersebut, maka, cara terakhir dengan mendoakannya agar ada orang lain yang bisa membuatnya insaf melakukan hal yang negatif tersebut.

*Bagis Syarof, penulis di Garawiksa Institute.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru