30.4 C
Jakarta

Masyarakat Urban Adalah Sasaran Empuk Propaganda Radikal-Terorisme, Mengapa?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMasyarakat Urban Adalah Sasaran Empuk Propaganda Radikal-Terorisme, Mengapa?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Masyarakat Muslim urban adalah kelompok sosial yang memiliki karakteristik unik, terutama dalam konteks urbanisasi dan akses terhadap informasi digital. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang cenderung bergantung pada figur kiai atau tokoh agama lokal sebagai sumber utama keberagamaan, masyarakat perkotaan menikmati akses luas terhadap beragam materi keagamaan.

Mereka dapat memilih topik ceramah dan figur pendakwah yang sesuai dengan kebutuhan spiritualitasnya. Namun, di balik kemudahan itu, muncul tantangan besar berupa potensi terpaparnya Muslim urban pada narasi radikalisme dan ekstremisme agama.

Kasus bom bunuh diri di Surabaya tahun 2018 yang melibatkan satu keluarga menjadi salah satu bukti nyata bagaimana narasi ekstremisme dapat menjangkau masyarakat Muslim urban. Dalam peristiwa itu, pasangan Dita Oepriyanto dan Puji Kuswati bersama anak-anaknya tergelincir dalam paham jihad yang keliru.

Fenomena serupa terjadi pada Triyono Utomo, seorang profesional dengan gelar magister dari universitas ternama di Australia, yang memilih meninggalkan karier mapan untuk bergabung dengan ISIS di Suriah.

Kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa pendidikan tinggi dan status ekonomi menengah tidak menjadi jaminan untuk kebal dari ideologi radikal. Sebaliknya, status tersebut justru sering menjadi pintu masuk, karena kelompok ini memiliki akses terhadap informasi global, namun di sisi lain sering kali berada dalam kegelisahan spiritual dan sosial.

Mengapa Muslim Urban Rentan?

Pertumbuhan masyarakat Muslim urban di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu intelektualisme dan borjuasi. Intelektualisme muncul melalui transformasi pemikiran Islam yang sebelumnya cenderung puritan menjadi lebih modern dan kritis.

Sementara itu, borjuasi ditandai oleh pergeseran ekonomi dari sektor agraris menuju jasa, perdagangan, dan birokrasi. Pergeseran menciptakan ruang baru bagi masyarakat Muslim urban untuk berpartisipasi dalam ranah politik maupun non-politik, termasuk dalam isu-isu keagamaan.

Namun, dalam kondisi tersebut, masyarakat Muslim urban juga menghadapi berbagai tantangan. Pertama, narasi tentang kekalahan umat Islam dalam percaturan global menjadi isu utama yang sering dimanfaatkan oleh kelompok radikal. Isu ini menggugah rasa simpati Muslim urban yang terpapar melalui media, terutama narasi-narasi anti-Barat, anti-demokrasi, dan anti-Kristen.

BACA JUGA  Mengapa Korban Bully Rentan Terpapar Radikal-Terorisme?

Kedua, hiruk-pikuk kehidupan perkotaan sering kali membawa tekanan sosial dan spiritual yang membuat individu merasa terasing. Situasi tersebut menjadi ladang subur bagi propaganda radikalisme yang menawarkan narasi utopis berupa khilafah Islamiyah sebagai solusi atas kegelisahan tersebut.

Ketiga, kelompok radikal, seperti ISIS, menawarkan jawaban instan dan radikal untuk persoalan kompleks yang dihadapi masyarakat Muslim urban. Narasi itu, meskipun keliru, sering kali terlihat menjanjikan karena memberikan ilusi kesederhanaan dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial dan politik. Untuk mengatasi kerentanan kelas menengah Muslim terhadap radikal-terorisme, diperlukan pendekatan holistis, yakni:

  1. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk memahami, memilah, dan menyaring informasi keagamaan yang mereka akses secara daring. Program literasi digital yang disinergikan dengan literasi keagamaan dapat membantu masyarakat Muslim urban memahami agama secara utuh, tanpa terjebak pada narasi radikal.
  2. Tokoh agama dan ulama harus lebih aktif menyampaikan narasi Islam yang moderat dan damai melalui berbagai platform digital. Hal itu penting untuk mengimbangi narasi ekstrem yang sering kali mendominasi ruang daring.
  3. Komunitas perlu dibangun sebagai ruang inklusif yang dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk berbagi dan mendapatkan dukungan. Ketahanan sosial yang kuat dapat mencegah individu merasa terisolasi, sehingga lebih sulit bagi ideologi radikal untuk masuk.

Masyarakat Muslim urban memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan pendorong perubahan positif di Indonesia. Namun, potensi itu dapat terganggu oleh ancaman radikal-terorisme jika tidak diantisipasi dengan baik. Dengan literasi, narasi yang moderat, dan komunitas yang inklusif, kita dapat memperkuat resiliensi masyarakat terhadap ideologi radikal, sekaligus menjaga harmoni dalam keberagaman bangsa. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru