Menghafal adalah salah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang pelajar, terutama bagi para penimba ilmu agama. Mereka dituntut untuk hafal dan faham berbagai disiplin ilmu agama. Sehingga belum bisa dibilang sukses dan lulus jika ia belum hafal.
Daya ingat yang kuat adalah modal penting untuk menghafal. Lemahnya daya ingat dan sering lupa merupakan faktor penghambat yang banyak dikeluhkan oleh banyak pelajar. Penyakit dapat menjangkit segala sesuatu. Tanaman pun tak luput dari serangan penyakit yang berupa hama dan wereng. Hal ini juga berlaku bagi hafalan. Lupa merupakan penyakit bagi para penghafal dan penuntut ilmu. Dan segala penyakit pasti ada obatnya.
Lupa dalam bahasa arab berarti نسي , menurut Ibnu Faris kata yang berakar dari huruf nun, sin, dan ya’ ini memiliki makna asal meninggalkan sesuatu atau hilangnya sesuatu yang sebelumnya ada dalam hati. Boleh jadi orang yang sedang lupa seakan-akan ingatannya tertinggal ataupun hilang entah kemana. Perlu diketahui, kata نسي ini dan yang seakar telah disebutkan dalam al-Quran sebanyak 44 kali dan lebih dari separuh pelaku kata kerja ini adalah orang yang bermaksiat. Jadi bisa dikata bahwa orang yang sering lupa adalah orang yang jauh dari Allah swt. Bahkan al-Quran menyebutkan, empat dari enam penyebab lupa itu bersumber dari setan yang notabene adalah penyeru maksiat sejati.
Mungkin sering kita dengar banyak orang yang mengatakan jika kita sering memandang perempuan ataupun melihat sesuatu yang dilarang Allah swt akan menghilangkan hafalan kita. Hal ini benar adanya, karena hal-hal tersebut adalah sebagian dari sederet macam maksiat kepada Sang Pengatur kehidupan.
Suatu ketika Muhammad bin Idris asy-Syafi’I mengeluh kepada gurunya akan daya ingatnya yang semakin melemah. Perlu diketahui, padahal asy-Syafi’I pada umur tujuh tahun telah hafal al-Quran 30 juz. Tetapi ia masih mengeluhkan daya memorinya. Aduan ini oleh asy-Syafi’I diabadikan dalam gubahan syair yang kurang lebih berarti demikian;
Kepada Waki’ guruku, ku adukan
Keburukan hafalan
Tuturnya, maksiat harus ku jauhi
Ilmu itu cahaya ilahi
Orang yang bernoda takkan diterangi
Dari gubahan sya’ir diatas bisa kita ketahui bahwa ilmu yang diibaratkan suatu cahaya tidak mau memasuki hati orang yang bermaksiat. Karena hati orang bermaksiat bernoda dan gelap karena kemaksiatannya. Hal ini sesuai dengan suatu ungkapan ulama bahwa seseorang yang melakukan suatu maksiat akan membercak noda di hatinya. Jika ia terus mengulangi bertambahlah noda itu sehingga hati nampak gelap.
Melakukan maksiat adalah hal menyenangkan. Mungkin itu yang dirasakan oleh kebanyakan manusia. Karena jika seseorang akan melakukan maksiat, setan sebagai sang penyeru maksiat akan terus menggodanya dan menghiasi maksiat itu dengan perhiasan sesaat sehingga ia mengira bahwa maksiat itu mengasyikan. Ini senada dengan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Muslim, “Surga dikelilingi dengan sesuatu yang tidak mengenakkan sedangkan neraka dikelilingi dengan sesuatu yang mengasyikkan”. Hadis ini juga mengindikasikan sulitnya meninggalkan maksiat dan melakukan ketaatan.
Kita sebagai muslim sudah sepantasnya menghindari maksiat dengan semaksimal mungkin. Karena orang yang sukses adalah orang telah melewati ujian dan rintangan berat. Jadi jika kita ingin sukses kelak di akhirat maka kita harus bisa melampaui rintangan berat berupa meninggalkan maksiat. Bisa jadi sesuatu yang kita senangi itu buruk bagi kita dan sesuatu yang kita tidak mengenakkan bagi kita itulah yang terbaik bagi kita (QS al-Baqarah: 216). Semoga kita mampu untuk menghindari segala macam maksiat agar hati kita tidak menjadi hitam pekat. ‘Hindarilah maksiat daya ingat anda akan semakin kuat’. [Ali Fitriana]