26.5 C
Jakarta
Array

Makna di Balik Kunjungan Taliban ke Indonesia

Artikel Trending

Makna di Balik Kunjungan Taliban ke Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Akhir-akhir ini, ramai diperbincangkan di media-media lokal hingga Internasional tentang kunjungan Taliban ke Indonesia. Tentunya, bagi yang mengikuti perkembangan proses keterlibatan Indonesia dalam menciptakan perdamaian untuk Afghanistan, tidak heran melihat kehadiran para delegasi Taliban ke Indoensia. Tepatnya pada 27 Juli 2019 lalu.

Dalam kunjungannya, delegasi Taliban dipimpin langsung oleh wakil Taliban, yaitu Mullah Abdul Ghani Baradar hingga bertemu dengan Wakil Presiden Yusuf Kala di kediamannya. Sementara itu, juru bicara Taliban, Zabinhullah Mujahid menyampaikan bahwa delegasinya berkunjung ke Jakarta untuk memperkuat relasi politik dan kerja sama antara Indonesia-Afghanistan di masa depan.

Hal ini dipandang, kerena Indonesia telah sukses berdiplomasi dalam meyakinkan Taliban untuk menapaki jalan damai. Proses yang tidak mudah bagi Indonesia dalam menyelesaikan konflik di dunia Internasional. Yaitu dengan memilih solusi perdamaian sebagai kebijakan utama politik luar negeri.

Dalam sejarahnya, selama hampir 18 tahun Afghanistan terbelah menjadi dua. Sebagian kecil teritorialnya dikuasai pemerintah yang dipimpin Ashraf Ghani dan ditopang oleh kekuatan militer Amerika. Sebagian lainnya, mencakup teritorial lebih luas, dikuasai oleh Taliban. Kekuasaan ini berakar kuat, karena siapapun yang cinta Afghanistan tak akan rela buminya dijajah oleh pasukan asing. Sehingga Taliban lebih mendapat dukungan, baik dari kalangan Islam maupun nasionalis.

Selama ini, Taliban menolak duduk bersama di meja perundingan dengan pemerintah Afghanistan selama masih bercokol dengan Amerika Serikat. Oleh sebab itu pemerintah ini disebut sebagai ‘boneka’nya AS.

Keterlibatan Indonesia untuk Perdamaian Afghanistan

Adapun keterlibatan Indonesia dalam mendukung perdamaian di Afghanistan, itu bermula ketika Presiden Ashraf Ghani berkunjung ke Jakarta pada tahun 2017. Ia takjub sama Indonesia yang mampu menjalankan demokrasi beriringan dengan Islam. Bahkan ia menilai Indonesia telah sukses dalam menjaga kehidupan yang harmonis dalam keanekaragaman suku dan budaya.

Kemudian beberapa bulan berikutnya ditindaklanjuti oleh Karim Khalili, selaku Ketua Majelis Tinggi Perdamaian Afghanistan. Pada kesempatan itu, ia menyampaikan keinginan masyarakat Afghanistan supaya Indoensia mau berperan aktif dalam menyelesaikan konflik di negaranya. Harapan itu disampaikan karena Indoensia meruapakan negara Muslim terbesar di dunia yang menjunjung tinggi Islam moderat.

Sehingga di tahun 2018 lalu, Presiden Jokowi melakukan kunjungan balasan terhadap Afghanistan. Hal ini dinilai sebagai keseriusan Indonesia dalam membantu menyelesaikan konflik. Kunjungan tersebut sangat bersejarah karena di lakukan oleh presiden Indonesia pertama setelah Presiden Soekarno.

NU sebagai Organisasi Rujukan

Dalam hal ini organisasi Nahdlatul Ulama (NU) menjadi rujukan. Dakwah NU yang moderat mendapatkan sambutan dan apresiasi yang luas di tingkat dunia. Bagi NU kehadiran tokoh Afganistan ini sebelumya pernah terjadi pada tahun 2014. Mereka telah sepakat untuk menghimpun diri dalam naungan Nahdlatul Ulama Afghanistan (NUA) sebagai titik awal upaya perdamaian.

Pada kesempatann tersebut, terpantau para delegasi disambut langsung oleh KH. Said Aqil Siraj untuk membahas solusi penyelesaian konflik berdarah-darah di Afghanistan. Karena belakangan  ini semakin intensif dilakukan.

Dengan demikian, kehadiran Taliban ke Indonesia dapat dipastikan melalui proses yang panjang, bukan secara tiba-tiba. Taliban telah mengambil jalan moderasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikapnya yang mau mengakui peran Indonesia dalam proses perdamian antar rakyat Afghanistan.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru