Harakatuna.com. Semarang – Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VI Jawa Tengah (Jateng) mengambil langkah strategis untuk mencegah radikalisme dan intoleransi di lingkungan perguruan tinggi. Langkah ini diwujudkan dalam pertemuan yang digelar bersama perguruan tinggi swasta (PTS) seluruh Jawa Tengah di Hotel Patra Jasa, Semarang, pada Selasa (18/2/2025).
Dalam acara tersebut, dilakukan penandatanganan komitmen bersama antara LLDIKTI Wilayah VI dengan berbagai asosiasi, di antaranya Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), dan Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani).
Plt Kepala LLDIKTI Wilayah VI Provinsi Jawa Tengah, Bhimo Widyo Andoko, menekankan pentingnya sinergi antara PTS dan kebijakan pemerintah pusat dalam menghadapi tantangan pendidikan di masa depan. “Nanti menargetkan atau men-challenge program-program di 2025 itu kita bisa sinergi dan satu langkah. Walaupun mungkin ini tantangan ke depannya berat, dengan komitmen tadi harapannya bisa sinergi bersama,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan kondusif, terutama melalui program-program pencegahan terhadap perundungan, kekerasan seksual, dan tindakan intoleransi. “Karena kampus-kampus banyak sekali yang teridentifikasi anti toleransi, ini (komitmen) adalah usaha kami di LLDIKTI Wilayah VI untuk mensinergikan satu gerakan kita anti intoleransi,” tambahnya.
Bhimo juga menegaskan bahwa kampus memegang peran penting dalam membentuk karakter mahasiswa. Oleh karena itu, penguatan moderasi beragama dan wawasan kebangsaan harus terus dilakukan untuk menghindari paham radikal yang bisa berkembang di kalangan mahasiswa. Ia juga mengungkapkan bahwa LLDIKTI akan bekerja sama dengan kepolisian untuk turun langsung ke kampus dan lingkungan sekitar guna menangani tindakan intoleransi. “Ke depan kita menjamin bahwa anak-anak kita yang berkuliah di kampus-kampus kita ini bisa aman, bisa nyaman berada di kampus tanpa ada gangguan intoleransi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Persadani Jateng, Sri Puii Siswo Mulyanto, menambahkan bahwa kampus merupakan tempat yang rawan terpapar radikalisme dan terorisme. Menurutnya, aksi intoleransi di perguruan tinggi sudah teridentifikasi sejak lama, bahkan sejak tahun 1990-an. “Karena itu (tindakan terorisme) sudah lama, bahkan dulu di salah satu kampus swasta malah dosennya terpapar. Berarti kampus ini memang rawan ke arah situ,” ungkapnya.
Sri Puii juga menjelaskan bahwa motif tindakan intoleransi di kalangan mahasiswa dan dosen beragam, dengan salah satu pemicunya adalah kebijakan pemerintah dan perilaku pejabat yang dianggap korup. “Intelektual mahasiswa itu membutuhkan ruang untuk menyampaikan apa yang menjadi kekritisannya dalam melihat situasi yang terjadi di negeri ini. Maka salah satu pemantik biasanya itu juga para perilaku pejabat negara yang korup. Makanya memang dunia terorisme ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari masalah negara,” tutupnya.
Melalui langkah-langkah ini, LLDIKTI Wilayah VI Jateng berkomitmen untuk menciptakan perguruan tinggi yang bebas dari radikalisme dan intoleransi, serta terus memperkuat nilai-nilai kebangsaan di kalangan generasi muda.