Berbicara tentang malam lailatul qadar, umumnya kita langsung terlintas dengan ungkapan ‘malam yang lebih baik dari seribu bulan’. Allah swt sendiri yang menegaskannya melalui QS al-Qadr [97]: 3. Namun pernahkah terlintas di benak kita mengapa Allah swt harus memilih perbandingan keutamaan malam mulia itu dengan seribu bulan? Setidaknya menurut para ulama –salah satunya al-Syawkani dalam Fath al-Qadîr dan Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya- ada lima alasan, sebagaimana berikut:
Pertama, bermula dari cerita Rasulullah saw yang menjadi latarbelakang turunnya (asbâb al-nuzûl) ayat QS al-Qadr [97]: 1-3. Ada dua cerita yang kesemuanya berasal dari riwayat Mujahid, salah satu tabiin yang menjadi rujukan tafsir melalui riwayat. Pertama, Nabi Muhammad saw bercerita kepada para sahabat, dahulu ada seorang dari kaum Bani Israil yang berjihad perang di jalan Allah swt selama seribu tahun. Mereka pun takjub dengan amal ibadah jihad tersebut yang dilakukan dalam waktu yang tidak singkat “seribu bulan”. Lalu turunlah QS al-Qadr [97]: 1-3. Cerita kedua, dahulu salah satu di antara Bani Israil ada seseorang yang setiap malamnya beribadah ‘qiyâm al-layl’ hingga subuh. Sementara di siang harinya dia berperang di jalan Allah swt sampai sore tiba. Amalan tersebut dia lakukan selama seribu bulan. Kemudian turunlah QS al-Qadr [97]: 3, yang berarti malam lailatul qadar lebih baik dari amal ibadah orang Bani Israil tersebut (Asbâb al-Nuzûl karya al-Wahidi dan Lubâb al-Nuqûl karya al-Suyuthi).
Kedua, seseorang umat terdahulu belum dianggap ahli ibadah –sebagaimana menurut sebagian pakar sejarah- hingga ia telah beribadah selama seribu (1000) bulan. Setelah adanya malam lailatul qadar, orang-orang yang menghidupkan malam lailatul qadar lebih berhak menyandang ahli ibadah ketimbang umat-umat terdahulu yang ibadahnya mencapai seribu bulan.
Ketiga, sebagai jawaban kekhawatiran Nabi saw atas umatnya yang tidak mampu menyaingi amalan umat terdahulu. Setelah sebelumnya diperlihatkan panjangnya umur umat terdahulu dan pendeknya umur umatnya. Oleh karena untuk mengimbangi atau bahkan melewati amal ibadah mereka, Allah swt memberi umat Muhammad saw malam lailatul qadar. (HR al-Baihaqi dan Malik bin Anas).
Keempat, yang dimaksud dengan seribu bulan adalah sepanjang masa. Sebab angka seribu (1000) –menurut budaya Arab- merupakan angka yang dipergunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak terbatas jumlahnya. Sehingga tidak heran jika sering didapati ungkapan alf mabrûk untuk ucapan selamat dan keberkahan yang melimpah. Dalam bahasa Arab kuno dan kitab-kitab turats, tidak ditemukan penyebutan angka di atas alf (seribu). Kalaupun menghendaki angka ribuan atau kelipatannya masih tetap menggunakan redaksi alf (seribu) yang diulang semisal satu juta menjadi alfu alfin.
Kelima, seribu bulan seperti mustahil bagi umat Muhammad saw. Sebab seribu bulan jika dikonversi menjadi 83 tahun lebih empat bulan. Sementara rata-rata umur umat Nabi Muhammad –sebagaimana sabda Nabi saw riwayat dari Abu Hurairah- hanya antara 60 hingga 70 tahun saja. Sehingga lebih baik dari seribu bulan menjadi sesuatu yang sangat hebat bagi umat Nabi Muhammad saw.
Alhasil karunia malam lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan merupakan salah satu bukti kecintaan Allah swt kepada umat Nabi Besar Muhammad saw yang menjadi umat terbaik sepanjang masa. Semoga kita diberi pertolongan untuk memanfaatkan kemuliaan malam lailatul qadar dengan baik dan semaksimal mungkin. Wallahu Aʻlam [Ali Fitriana]