31 C
Jakarta

Ledakan di Beirut, Ujian Berat Hezbullah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahLedakan di Beirut, Ujian Berat Hezbullah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seperti biasa, publik selalu menunggu pidato Hasan Nasrullah, sebagai pucuk tertinggi pemimpin gerakan perlawanan di Libanon, Hezbullah. Dalam setiap dinamika politik di Timur Tengah, pernyataan-pernyataan Nasrullah selalu menyita perhatian, baik kawan maupun lawan, termasuk juga para analis politik kawasan dan global, tak terkecuali para petinggi militer dan perancang strategi.

Bungkamnya Hezbullah pada awal-awal insiden ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut, menimbulkan tanda tanya besar bagi banyak kalangan. Seolah membiarkan spekulasi beredar tak terkendali dan menjadi kunsumsi publik di jagat media sosial. Sikap Hezbullah dalam situasi yang sangat genting ini masih merefleksikan kecermatan dalam mengambil sikap dan menentukan langkah-langkah taktis. Karena bertindak secara gegabah, apalagi pada awal-awal insiden, justru hanya akan menambah luapan emosi rakyat Libanon.

Benarkah Hezbullah yang bertanggungjawab atas insiden tersebut, sebagaimana dituduhkan banyak pihak melalui propaganda media? Lewat pidatonya yang berduarasi 30 menitan sebagaimana ditayangkan dalam kanal Aljazeera, pada Sabtu (8/8) kemarin, Hasan Nasrullah menyampaikan dengan tegas bahwa Hezbullah tidak terlibat dalam insiden tersebut. Ia mengatakan bahwa “Hizbullah tak memiliki bahan peledak, rudal balistik, senjata dan amonium nitrat di Pelabuhan Beirut, baik sebelumnya atau saat ini.”

Bagian yang paling menarik dari pidato Hasan Nasrullah adalah saat ia mengatakan “Hezbullah lebih banyak tahu perihal Pelabuhan Haifa dari pada Pelabuhan Beirut”. Pesan dalam pernyataan ini selain untuk membantah segala tuduhan yang diarahkan pada Hezbullah, ia juga menjadi ancaman yang nyata bagi Israel. Dalam waktu yang bersamaan, Nasrullah melakukan aksi defensif sekaligus ofensif.

Bagaimanpun, Israel memiliki reaktor nuklir yang berbasis di Pelabuhan Haifa. Dengan mengembangkan program nuklir, Israel menjadi negara yang mampu memberi kesan intimidasi pada musuh-musuh tetangganya. Tak hanya itu, nuklir Israel juga sangat efektif meningkatkan daya tawar Israel dalam setiap perundingan. Tapi sayangnya, program nuklir itu ibarat pisau bermata dua, sedikit saja terjadi kerusakan atau kecelakaan teknis operasional, maka rakyat Israel akan menjadi korban utamanya. Nasrullah dengan cerdik memanfaatkan titik lemah Israel ini dengan terus memberi ancaman serius pada Israel untuk meledakkan reaktor nuklirnya bila situasi di kawasan mengarah ke perang terbuka.

Ancaman Nasrullah bukan hanya gertakan sambal, karena sudah pernah terbukti pada 13 Juli 2006 lalu, untuk pertama kali, rudal Hezbullah mampu menjangkau Haifa. Seketika kepercayaan publik Israel kepada pejabat negara dan petinggi militernya perlahan mulai runtuh. Kecanggihan militer yang sejak era 80-an hingga era 90-an selalu diagung-agungkan sebagai kekuatan militer terkuat di kawasan, akhirnya kebobolan juga. Rakyat Israel banyak kalang kabut, sementara para pejabatnya kelingpungan untuk memberi rasa aman pada rakyatnya.

Tak hanya berhenti di situ, Nasrullah terus menciptakan rasa panik terhadap Israel dengan ancaman “Ma ba’da Haifa” (jangkauan sasaran setelah Haifa). Senin, 17 Juli 2006, pernyataan Nasrullah terbukti kembali. Kali ini roket bernama Khaibar-1 merangsek masuk lebih dalam ke wilayah Afula dan menghujaninya dengan beberapa kali serangan. Jangkauan serangan ini bisa dibilang paling jauh yang pernah dilakukan oleh Hezbullah ke Israel, sekitar 50 kilometer dari perbatasan Libanon-Israel.

Itulah kenapa Nasrullah merasa lebih tahu detail-detail Pelabuhan Haifa dan sekitarnya karena hal itu sangat berkaitan erat dengan operasi-operasi militer Hezbullah.

Tapi sayangnya, dalam beberapa hari terakhir ini, Nasrullah menjadi bulan-bulanan di media sosial di beberapa negara Arab. Bahkan AlArabiya, media Uni Emirat Arab juga ikut andil dalam hal ini. Potongan pidato Nasrullah perihal skenario yang mungkin saja diambil Hezbullah untuk meledakkan reaktor nuklir Israel diviralkan kembali. Seolah publik ingin menyampaikan pesan satire bahwa skenario yang dirancang oleh Nasrullah untuk melumpuhkan Israel, ternyata menimpa negaranya sendiri.

Untuk sementara ini, investigasi terus berlangsung dan segala potensi yang memungkinkan terjadinya ledakan hebat itu dibuka lebar-lebar, termasuk kemungkinan bahwa ledakan itu bukan sebuah insiden, melainkan ada faktor eksternal. Hezbullah jelas tak akan bebas dari tuduhan, kecuali ia mampu atau setidaknya punya andil besar dalam mengungkap dalang yang bertanggungjawab di balik ledakan itu. Ledakan di Beirut adalah ujian bagi bangsa Libanon dan terutama bagi Hezbullah

Wallahua’lam.

 

Musyfiqur Rahman
Musyfiqur Rahman
Mahasiswa Pascasarjana Kosentrasi Kajian Timur Tengah, UIN Sunan Kalijaga. Redaktur sastraarab.com

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru