27.4 C
Jakarta
Array

Lagi, HTI Sebut Tokoh NU, Hadapkan Kapolri dengan KH Wahid Hasyim

Artikel Trending

Lagi, HTI Sebut Tokoh NU, Hadapkan Kapolri dengan KH Wahid Hasyim
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta. Ini bukan kali pertama, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mencatut tokoh NU untuk memantapkan propaganda khilafahnya. Terbaru, melalui website-nya  hizbuttahrir.or.id Rabu (3/5/2017), HTI ‘melawan’ pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian tentang kemungkinan lepasnya Papua jika Indonesia menerapkan sistem khilafah dengan jawaban KH Wahid Hasyim kepada Presiden Soekarno tentang Islam digunakan memerintah negara.

“Gaya seperti ini harusnya disudahi. Adalah naif sekali kalau pernyataan Kiai Wahid Hasyim saat itu digunakan untuk menjawab Kapolri guna menguatkan propaganda khilafah HTI,” demikian disampaikan Erwin Mohammad, aktivis NU Surabaya, Kamis (4/5/2017).

Menurut Erwin, HTI perlu tahu, bahwa Kiai Wahid Hasyim adalah salah satu perumus Pancasila dari kalangan tokoh agama. Jika memperhatikan proses penyusunan dasar negara (Pancasila dan UUD 1945), ini tampak jelas misi yang dibawa para pemimpin rakyat itu, agar dasar negara ini (Pancasila) dijadikan pondasi kokoh yang mengakomodasi kemerdekaan seluruh anak bangsa, bukan hanya Islam yang merupakan umat mayoritas.

HTI, melalui laman websitenya memuat artikel bertajuk ‘Inilah Jawaban KH Wahid Hasyim Atas Pernyataan Lepasnya Irian Kalau Pemerintahan Islam Diterapkan’. Menurut HTI, pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengkhawatirkan lepasnya Papua kalau diterapkan pemerintahan atas dasar agama, sama persis yang dinyatakan oleh Soekarno pada tahun 1953. Dalam pidato Soekarno di Amuntai (27/1/1953), presiden RI pertama ini menyatakan kalau Islam digunakan untuk memerintah negara banyak daerah akan lepas.

Pernyataan Soekarno ini, tulis HTI, segera ditanggapi oleh salah seorang tokoh terkemuka Islam dari Nahdlatul Ulama, KH Wahid Hasyim yang merupakan anak dari pendiri NU, dengan jawaban yang tajam. Surat tanggapan keras lantas dilayangkan Wahid Hasyim, sebagai Ketua Umum Nahdlatul Ulama, kepada Presiden, sebulan kemudian. Begitu juga sejumlah organisasi muslim.

Wahid Hasyim yang juga merupakan tokoh nasional ini menulis, “Pernyataan bahwa pemerintahan Islam tidak akan dapat memelihara persatuan bangsa dan akan menjauhkan Irian, menurut pandangan hukum Islam, adalah perbuatan mungkar yang tidak dibenarkan syariat Islam. Dan wajib bagi tiap-tiap orang muslimin menyatakan ingkar atau tidak setuju.” (Biografi KH Wahid Hasyim). Tulisan di website HTI ini kemudian diambil website dakwahmedianews, media yang sama-sama menyuarakan sistem khilfah.

Ini bukan yang pertama, HTI juga pernah mencari pembenaran khilafah dengan mencatut pendiri NU, Hadrassyekh KH Hasyim Asy’ari. Gaya HTI ini kemudian dijawab oleh M Abdul Fatah, aktivis NU kultural, alumni Pondok Pesantren Darullughah Wal Karomah, Probolinggo, Jawa Timur.

“Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman berdialog dengan aktivis mahasiswa Hizbut Tahrir dan beberapa wacana di dunia maya ketika berbicara tentang Nahdlatul Ulama dan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Artikel ini juga tidak hendak menyudutkan atau mencemarkan nama HTI, melainkan sebagai upaya klarifikasi dan ‘menjaga diri’ dari ideologi yang bertentangan dengan garis perjuangan NU,” tulis Abdul Fatah.

HTI sebagai organisasi yang bervisi besar, yaitu hendak mendirikan kekhalifahan Islam di dunia, dalam ajakannya seringkali menggunakan penguatan argumen dengan berupaya menghubung-hubungkan persamaan visi antara NU dan HTI. Antara lain sebagai berikut:

Pertama, HTI mengatakan bahwa Hadrassyekh KH Hasyim Asy’ari mempunyai keterkaitan pemikiran dengan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. Hal ini didasarkan pada sejarah ketika KH Hasyim Asyari belajar ke Makah yang salah satu gurunya adalah Syekh Yusuf an-Nabhani, ulama besar Sunni Syafi’i yang merupakan kakek dari Syekh Taqiyuddin an-Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir). Informasi tentang hubungan guru-murid ini memang benar. Namun, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani sendiri tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh sang kakek yang berhaluan Sunni Syafi’i. Syekh Taqiyuddin merupakan aktivis dan tokoh gerakah Ikhwanul Muslimin sebelum kemudian membelot dan mendirikan gerakan sendiri bernama Hizbut Tahrir yang secara metode dan mazhab fiqih berbeda dari Aswaja An-Nahdliyah.

Kedua, untuk menjaring simpatisan nahdliyin, HTI biasanya mengatakan bahwa KH Hasyim Asy’ari berkeinginan untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam naungan sistem Islam yang satu (baca: khilafah). Hal ini mereka dasarkan atas gambar bola dunia dalam lambang NU. Saya rasa ini keliru besar. Karena lambang Nahdlatul Ulama tidak pernah diciptakan oleh siapapun, melainkan berawal dari mimpi KH Ridwan Abdullah setelah lama berikhtiar dan salat istikharah.

“Kiai yang bertugas membuat lambang NU tersebut bermimpi melihat gambar indah di langit biru yang jernih. Gambar itulah yang kemudian dijadikan lambang NU atas persetujuan KH Hasyim Asy’ari. Sedangkan gambar bola dunia yang diikat oleh tali tambang dengan 99 lilitan tersebut bermakna kokohnya ukhuwah islamiyah dan insaniyah. Bukan penyatuan umat Islam dalam negara khilafah,” tegasnya.

Ketiga, Komite Hijaz yang diketuai oleh KH Wahab Chasbullah pun tak luput untuk dijadikan bahan argumen khilafah. Komite Hijaz dijadikan dalil bahwa embrio NU waktu itu mengakui dan berperan aktif pada kehilafahan Islam yang ada di Arab Saudi. Padahal Kiai Wahab dan kiai pesantren waktu itu bermaksud untuk melakukan upaya penolakan atas puritanisasi Islam oleh Wahabi khususnya ada pembongkaran makan Rasul beserta keluarga dan sahabatnya, bukan soal dukung mendukung khilafah.

Argumentasi penyamaan visi NU dengan HTI runtuh pada puncaknya ketika KH Hayim Asy’ari menfatwakan Resolusi Jihad pada 22 okt 1945. Hadratussyekh Hasyim Asy’ari memfatwakan wajib membela tanah air (bukan membela agama) kepada masyarakat Surabaya dan sekitarnya pada radius 94 kilometer.

“Silakan pelajari latar belakang Resolusi Jihad NU. Di situ kita dapat melihat tingginnya nasionalisme dan patriotisme dalam diri Hadratussyekh Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari yang tidak ada sama sekali dalam visi dan tradisi HT(I),” tulis alumni Pondok Pesantren Darullughah Wal Karomah, Probolinggo, Jawa Timur ini (Sumber: Duta.co).

Ada beberapa gambar yang bisa dijadikan bukti bahwa HTI kerap mencatut nama organisasi Nahdlatul Ulama dan para tokoh-tokoh terkemuka, di antaranya:

  1. HTI juga pernah mencatut NU dalam spanduknya. Tampak spanduk mengatasnamakan NU Bangka tengah mendukung khilfah.

2. Pada acara Muktamar Khilafah HTI 2013 di Senayan pada hari Ahad, 2 Juni 2013, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah melakukan aksi pemalsuan dengan memasang spanduk salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Pagar Nusa. (Baca: NU Kecam Spanduk Palsu Pagar Nusa di Muktamar Khilafah HTI).

 

3. HTI mencatut logo NU pada Konferensi Khilafah HTI 2007 DI GBK

4. HTI mencatut logo NU untuk menjustifikasi gerakan Khilafahnya, sebenarnya NU tidak sama sekali berniat mendirikan Negara Khilafah (Baca: KH. Abdul Muchith Muzadi, Mengenal Nahdlatul Ulama, 2004).

5. HTI mencatut Nama Besar PBNU. Hal ini terungkap dari salah satu tulisan yang diposting oleh fanspage Muslimah Menyongsong Khilafah pada 5 Januari 2015 lalu. Fanspage yang berafiliasi dengan aliran baru Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini secara serampangan membawa embel-embel tokoh NU. Dalam sejarah kepengurusan di PBNU, tidak ada namanya Ustadh Farozi. Sebuah kebohongan besar yang dilakukan HTI.

6. Kader HTI mencatut nama Buya Yahya Sebagai Inisiator Khilafah. Sedangkan Buya Yahya dengan tegas mengatakan: “Masalah HTI, kami tidak ada hubungannya dengan model-model baru. … kami tidak pernah ada hubungannya dengan pergerakan-pergerakan yang muncul, (karena) sudah tahu dari awal.” jawab Buya Yahya yang saat itu di siarkan secara live melalui radio Al Bahjah Cirebon, direkam serta diupload dalam bentuk format video di Youtube sejak Februari 2013.

HTI, sebuah organisasi yang tidak memiliki basis epistemologis dan kultural yang kuat di Indonesia, mau tidak mau menghalalkan segala cara demi meraup sebuah suara di bumi Nusantara. Masyarakat pertiwi harus memahami betul bahayanya organisasi transnasional yang disetir dari London ini. Di mana di London sendiri, HTI tidak berkutik sama sekali. Segala cara dilakukan demi menjaga eksistensi mereka, masyarakat dikelabui dengan ucapan yang dibungkus oleh dalil-dalil suci Ilahiyah. Nauzhubillah!!!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru