28 C
Jakarta

Kuantitas, Kualitas dan Ketekunan dalam Menulis, Lebih Penting Mana?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiKuantitas, Kualitas dan Ketekunan dalam Menulis, Lebih Penting Mana?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sudah berapa tulisan yang Anda hasilkan? Sudah berapa banyak Anda menulis dan ditolak oleh redaksi dari suatu media? Cukuplah Anda menjawab dengan jumlah, karena yang penulis tanyakan hanya perihal kuantitas. Meskipun pada akhirnya akan berujung pada pertanyaan selanjutnya, yakni perihal kualitas tulisan Anda. Sebab banyaknya tulisan Anda yang ditolak media, tidak lain memiliki sebab, salah satunya yaitu bisa jadi kualitas tulisan Anda dinilai kurang berkualitas atau tidak sesuai dengan karakter tulisan di media tersebut.

Meskipun begitu, janganlah kecewa atau cepat berputus asa, nikmati saja prosesnya hingga nantinya Anda akan menuai hasilnya.

Obat untuk mencegah kekecewaan tatkala tulisan ditolak redaksi adalah dengan cara memberi apresiasi diri. Ini hal sepele yang sering kita lupakan, kita berharap apresiasi dari orang lain, tapi kita sendiri enggan untuk mengapresiasi diri sendiri.

Sesekali berikan apresiasi pada diri Anda sendiri karena Anda telah berhasil menyelesaikan tulisan Anda hingga masuk dalam tahap pengiriman, dan proses seleksi dari redaksi.

Bukankah setiap pencapaian kecil sebisa mungkin harus kita rayakan, kita syukuri?

Menyelesaikan tulisan, adalah satu pencapaian, dan tulisan diterima dan dimuat oleh media adalah satu hal pencapaian lainnya. Maka dari itu, rayakan setiap pencapaian kecil yang telah Anda hasilkan. Sebab, bukankah saat Anda menyelesaikan tulisan tersebut, sudah banyak hal yang Anda korbankan. Dari meluangkan waktu, tenaga, hingga beberapa cangkir kopi yang telah Anda teguk demi memunculkan inspirasi untuk menyelesaikan tulisanmu.

Refleksikan Tujuan Anda

Selain penting dalam mengapresiasi diri setelah menyelesaikan tulisan, yang tidak kalah penting adalah refleksikan tujuan Anda menulis di media. Apa tujuan Anda mengirim tulisan ke media?

Jika Anda dilontarkan pertanyaan seperti itu, mungkin jawabannya akan bervariasi. Salah satunya adalah supaya tulisan kita bisa dibaca oleh khalayak luas.

Atas jawaban itu, lalu muncul pertanyaan selanjutnya, kalau tujuan mengirim tulisan di media hanyalah untuk mencari pembaca, mengapa tidak menulis di beranda sosial media yang Anda miliki, seperti Facebook misalnya. Anda bisa menulis dengan karakter tulisan panjang. Jadi dengan kemudahan teknologi saat ini, kita dimudahkan untuk menjangkau pembaca secara luas, tidak terbatas dengan jarak, jabatan seseorang dan lainnya.

Bahkan Anda dengan mudah memuat tulisanmu sendiri. Berbeda dengan sistem pemuatan di media mainstream, di mana proses seleksi berlaku. Artinya tulisan Anda akan menemui pembaca saat tulisan yang Anda kirim tersebut lolos dari seleksi dari redaksi media tersebut. Namun saat tulisan Anda tidak lolos seleksi, maka tulisan tersebut tidak bertemu dengan pembaca sesuai apa yang Anda harapkan di awal.

BACA JUGA  Menulis, Menyembuhkan Dunia Melalui Kata-Kata

Memang tidak bisa menafikan bahwa saat tulisan kita dimuat di media, ada kesan yang lebih dari sekadar tulisan yang kita muat sendiri di blog pribadi, atau di media sosial. Namun jika kita melihat, para tokoh-tokoh besar, selain dirinya mengirim tulisan di suatu media, ia tidak melupakan aktivitasnya menulis di beranda media sosial pribadinya.

Bahkan saya sempat melihat, tidak sedikit dari awak redaksi media mainstream meminta izin dari tokoh tersebut memuat ulang tulisan panjang dari beranda Facebook pribadinya, untuk kemudian dimuat ulang pada media mainstream tempatnya bekerja.

Jadi tidak menutup kemungkinan, jika Anda terbiasa menulis di beranda sosial media pribadi, dan menemukan pembaca yang luas, maka tidak harus menjadi tokoh besar untuk meraih kesempatan tulisanmu dilirik oleh pihak redaksi hingga kemudian meminta izin memuat ulang ke medianya.

Menulis dengan Tekun

Bukankah ada pepatah bahwa, “Seseorang bisa karena ia terbiasa”. Anda bisa menulis karena Anda terbiasa menulis. Mari kita maknai kata terbiasa tidak hanya perihal berapa banyak (kuantitas) tulisan yang telah kita buat. Melainkan, coba selalu upayakan sisi kualitas dalam sebuah kebiasaan.

Artinya saat kita menulis, kuantitas dan kualitas berjalan dengan beriringan. Untuk memupuk kualitas, kita bisa mengupayakannya dengan rajin membaca, mengedit tulisan kita, sebelum melemparkan tulisan kita pada pembaca. Caranya adalah setelah menulis dan tulisan sudah Anda anggap selesai, cobalah mengendapkan tulisan tersebut satu minggu. Kemudian buka tulisan itu lagi, bacalah, dan edit.

Pada proses itu, Anda akan menemukan sesuatu yang mungkin Anda rasa tidak pas, baik dari sisi diksi, gagasan atau argumen dalam tulisan yang Anda buat satu minggu lalu tersebut. Sebab bagi penulis pemula, pandangan berbeda pasti terjadi. Saat selesai menulis pada hari itu, Anda merasa tulisan Anda sudah cukup bagus. Namun saat Anda biarkan dalam satu minggu, kemudian Anda membacanya kembali, ada kemungkinan perubahan penilaian akan terjadi, dan Anda akan memperbaikinya.

Ya, itu salah satu cara untuk penulis pemula dalam meningkatkan kualitas tulisan. Namun berbeda dengan penulis yang memiliki jam terbang yang sudah cukup panjang, ia mungkin tidak memerlukan cara itu lagi. Sebab, ia sudah terbiasa dalam hal meningkatkan kualitas tulisan.

Belajarlah menulis layaknya tetesan air yang secara terus menerus jatuh di atas batu yang keras.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru