33.2 C
Jakarta

KTT ASEAN Hasilkan Kesepakatan Pemberantasan Terorisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalKTT ASEAN Hasilkan Kesepakatan Pemberantasan Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Pengamat Terorisme dari Indonesian Terrorist Watch Al Chaidar menilai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN harus menghasilkan kesepakatan pemberantasan terhadap semua jenis terorisme yang ada di negara-negara di Asia Tenggara.

Al Chaidar dalam rilisnya yang diterima ANTARA pada Selasa, mengatakan terorisme di Indonesia sangat luas karena banyak gerakan-gerakan terorisme yang bersifat transnasional di Indonesia.

Dia menyebutkan, seperti Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso dan juga Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua dan juga terorisme tanzim atau terorisme dinamis seperti kelompok Jamaah Ansor Daulah atau JAD dan juga kelompok Jamaah Islamiyah atau JI serta kelompok JAT dan JAK serta ada juga terorisme elektoral atau terorisme pilkada atau terus wakil presiden di Indonesia.

“Untuk untuk mengatasinya tidak gampang. ASEAN itu harus melakukan pemberantasan terhadap semua jenis terorisme yang ada di negara-negara di Asia Tenggara tersebut dengan menguatkan kerja sama regional tidak hanya kerja sama kelembagaan saja,” kata Al Chaidar.

Ia mengatakan banyak sekali teroris-teroris yang transponder atau melampaui batas-batas negara seperti Abu Sayyaf dan juga kelompok-kelompok teroris yang ada di Filipina Selatan maupun di tempat-tempat lain seperti OPM yang berada di wilayah-wilayah perbatasan wilayah perbatasan adalah wilayah yang problematis dan membuat banyak lintas batas memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan-kepentingan gerakan terornya secara masif.

ASEAN akan mampu melakukan semua pemberantasan terorisme ini jika memakai teori-teori baru yang berdasarkan hasil penelitian tentang kelompok-kelompok teroris.

Selama ini banyak sekali hasil-hasil penelitian tersebut tidak dipergunakan, sehingga banyak kelompok-kelompok teroris masih bebas berkeliaran di wilayah atau kawasan Asia Tenggara ini dengan memanfaatkan jaringan yang sangat luas yang mereka miliki sejak tahun 1980-an.

Organisasi ASEAN akan berhasil terutama untuk mengatasi terorisme tamkin atau terorisme yang bersifat teritorial dan organik seperti yang terdapat di Poso Sulawesi Tengah di mana organisasi MIT atau Mujahidin cenderung menggunakan jaringan transnasional mereka yang berada di wilayah Filipina Selatan.

BACA JUGA  Kedubes Iran di RI Kecam Tindakan Terorisme di Kerman

“Wilayah perbatasan adalah wilayah yang sangat problematis dan oleh karenanya perlu kerja sama antar negara untuk bagaimana melakukan penjagaan terhadap batas-batas wilayah masing-masing atau perbatasan dan meningkatkan kerja sama yang lebih intensif untuk mengelola lalu lintas orang dan barang baik di darat maupun di laut dan kemungkinan bentuknya akan merupakan penggunaan teknologi militer semacam surveilans untuk melakukan monitoring dan pengawasan secara optimal terhadap wilayah-wilayah perbatasan di darat dan di laut,” katanya.

Menurut Al Chaidar, Organisasi ASEAN memiliki sumber daya teknologi dan juga perangkat kenegaraan yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan surveilans ini. Jika pemerintah tidak memanfaatkan teknologi militer maka kelompok teroris yang akan memanfaatkan teknologi tersebut dan dengan kemampuan serta pengalaman tempur kelompok-kelompok teroris separatis tersebut maka akan lebih memungkinkan bagi mereka untuk bergerak dan melakukan serangan-serangan secara tiba-tiba terhadap pos-pos militer, serta komunitas sipil.

Teknologi militer adalah mutlak perlu dan penggunaan angkatan bersenjata militer masing-masing negara di ASEAN adalah mutlak diperlukan meskipun Indonesia saat ini tengah berada pada periode eforia reformasi yang cenderung tidak menggunakan atau tidak mempercayai perangkat negara yang disebut militer atau tentara. Jika militer dibenci atau di pinggirkan, maka akan menciptakan sebuah situasi vakum of power yang akan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teroris untuk menguasai wilayah-wilayah yang mereka klaim sebagai tanah air mereka yang akan mereka bebaskan.

“Indonesia dan beberapa negara lainnya yang menganggap bahwa militer terlalu abusive terhadap penggunaan persenjataan yang dipandang melanggar hak asasi manusia meskipun benar telah terjadi di masa lalu, maka di masa sekarang tidak boleh dilakukan tindakan yang over simplifikasi,” katanya

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru