26.9 C
Jakarta

Kritik Untuk Anda yang Mengutuk Teror Tapi Sinis Terhadap Kontra-Terorisme

Artikel Trending

Milenial IslamKritik Untuk Anda yang Mengutuk Teror Tapi Sinis Terhadap Kontra-Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bom bunuh diri di Makassar adalah duka kita semua. Tidak peduli agama kita apa, empati atas korban teror merupakan naluri kemanusiaan yang harus kita rawat. Pray For Makassar bertebaran di status-status WhatsApp—bukti bahwa tidak ada orang, yang otaknya masih waras, membenarkan terorisme. Presiden telah mengutuk, dan MUI juga mengeluarkan kutukan. Kita semua mengutuknya. Tetapi pernahkah kita terpikir tentang pihak-pihak yang telah lama melakukan kontra-terorisme?

Mengutip dari data Ayik Heriansyah dalam artikelnya, Bom Gereja di Makassar Pesan Teroris Untuk Densus, per Januari-Maret 2021, sebanyak 73 teroris telah berhasil Densus 88 ringkus. Mereka dari pelbagai golongan: JAD yang afiliasi ISIS dan JI yang trah NII afiliasi Al-Qaeda. Dari data Ayik, kita bisa melihat peta bahwa yang terjadi kemarin ada kaitannya dengan jaringan 20 teroris JAD Makassar yang terlibat pengiriman dana ke pelaku bunuh diri di Gereja Katedral Zolo, Philipina.

Memerangi terorisme, atau kontra-terorisme, yang memang membutuhkan waktu lama, sering kali disikapi secara sinis. Ini tidak dalam rangka menggenalisir. Apakah Anda pernah berpikir bahwa terorisme sekadar permainan oknum pemerintah demi kepentingan tertentu? Apakah Anda pernah berpikir bahwa pemerintah tidak serius menangani terorisme sehingga ia tidak kunjung musnah? Atau apakah Anda pernah berpikir, ketika menemukan tulisan ihwal bahaya terorisme, dan konter terhadapnya, sebagai tulisan yang tidak berarti untuk Anda baca?

Jika jawabannya adalah iya, maka sebenarnya Anda ikut dalam melestarikan terorisme itu sendiri. Banyak yang mengutuk terorisme tetapi sinis ketika melihat narasi kontra-terorisme, dan justru menuduhnya sebagai pengalihan isu belaka. Ketidaksadaran Anda dengan masalah yang terjadi, bahwa bangsa ini memang tengah berusaha diporakperandakan teroris, itu patut diperiksa. Menentang terorisme itu tak cukup dengan mengutuk melalui ucapan. Itu, sama sekali, tidak ada manfaatnya.

Terorisme harus diberantas bersama. Kuncinya adalah kekompakan, bukan ketidakpercayaan dan sinisme lantaran perbedan politik. Agama selalu diusahakaitkan dengan teror—jihad bom bunuh diri. Itu butuh narasi kontra-terorisme, bukan kutukan belaka.

Agama dan Kontra-Terorisme

Ketika Presiden Jokowi mengatakan, teroris tidak punya agama, dan MUI baru-baru ini mendapat kritik karena pernyataan yang sama, maka kita harus setuju bahwa Islam memang paling sering terlibat teror. Artinya, para teroris adalah Muslim, dan termasuk juga pelaku di Makassar kemarin. Akhmad Sahal berkali-kali mencuit di Twitter bahwa Muslim tidak boleh denial ketika Islam dianggap agama teror. Alissa wahid juga mengatakan kurang tepat jika terorisme dianggap tidak ada kaitannya dengan agama.

Relasi antara Islam dengan terorisme, ini yang harus kita catat, adalah relasi kausalitas. Ayaan Hirsi Ali (2020: 3) benar ketika mengatakan bahwa kekerasan dalam Islam memiliki justifikasinya sendiri dalam Al-Qur’an. Tetapi, Ayaan keliru ketika ia sama sekali menafikan kondisi sosial, ekonomi atau politik dalam kaitan perannya terhadap aksi-aksi teror. Kita, orang Indonesia, harus memahami aspek ini: agama dan terorisme adalah dialektika fatalistik antara teks dengan sosial-politik.

BACA JUGA  Jalan Licik HTI Harus Segera Dilenyapkan di Bumi Indonesia

Dari situlah, kontra-terorisme menjadi sesuatu yang urgen. Setiap hari, bukan hanya setiap kejadian, kita harus mengonter terorisme. Kontra-terorisme merupakan kerja jangka panjang. Anda boleh jadi, saking jenuhnya melihat narasi kontra-terorisme yang terus menerus, bersikap sinis. MIT di Poso, JAD atau JI di berbagai daerah itu teroris akut. Kita yang tidak mungkin membuat mereka sadar masih memiliki tugas lain, yaitu mengantisipasi lahirnya teroris baru regenerasi mereka.

Kontra-terorisme berusaha memulihkan agama dari eksploitasi teroris, juga menghapus citra bahwa Islam membenarkan kekerasan. Kalau Anda tidak bisa terlibat dalam usaha tersebut, tidak sinis saja sebenarnya sudah cukup. Islam dan Al-Qur’an di mata teroris adalah kitab pembenar tindakan teror. Tidak ada yang menentang itu. Kita sejatinya tengah berperang melawan ideologi: ideologis vs ideologi. Perang ideologi tentu saja merupakan misi panjang.

Misi Panjang Perang Ideologi

Apakah tadi hendak dikatakan bahwa terorisme itu ideologi? Jawabannya iya, karena sudah menjadi isme tertentu. Tetapi, teror sendiri bukan ideologi, melainkan akibat dari ideologi yang gagal menancapkan pengaruhnya, atau akibat dari ideologi yang memang membenarkan tindakan teror. JAD dan JI dan agenda khilafahnya tidak akan berhasil tegak di Indonesia. Para teroris menyadari itu. Maka kemudian yang mereka lakukan adalah membunuh—atau kalau bisa menggenosida—musuh.

Siapa musuh mereka? Tentu saja pihak yang mereka anggap kafir. Pertama, non-Muslim. Kedua, sistem pemerintahan. Ada kabar bahwa misionaris Kristen melakukan penginjilan, yang kemudian terdengar oleh teroris dan mereka pun bersumpah akan menggetarkan orang yang mereka anggap musuh Allah. Dalil yang teroris pakai adalah surah al-Anfal [8]: 60. Sementara dalam memusuhi pemerintah, term ‘thaghut’ dalam Al-Qur’an adalah dalil-dalil utama mereka.

Teror KKB di Papua, misalnya, dilatarbelakangi ideologi separatis. Teror di gereja-gereja dilatarbelakangi ideologi Islamis radikal-ekstremis. Kontra-terorisme di Indonesia yang melandaskan diri pada ideologi Pancasila berjalan melalui dua cara: kontra-narasi dan militeristik. Jadi, intinya, Densus 88 itu tengah melakukan kontra-terorisme, maka jadi aneh ketika sebagian dari kita, atau Anda, sinis dengan tindakan mereka.

Perang ideologi membutuhkan kerja panjang dan ekstra-melelahkan. Negara telah melakukan tugasnya melalui kontra-narasi, tetapi teroris akan tetap kukuh dengan pendirian mereka. Adalah kurang patut jika sebagian dari Anda bersikap sinis menuduh semua ini permainan pemerintah. Islam memang kerap kali dipakai teroris membenarkan aksinya. Kita harus mengakui itu, lalu meluruskannya. Kontra-terorisme adalah upaya konkret ke arah itu. Masihkah Anda akan sinis sembari mengutuk belaka?

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru