26.8 C
Jakarta

Kritik Terhadap “Syndrom Chicago” Oleh Kelompok Khilafah: Membunuh Perempuan, Mematikan Karakter

Artikel Trending

KhazanahTelaahKritik Terhadap “Syndrom Chicago” Oleh Kelompok Khilafah: Membunuh Perempuan, Mematikan Karakter
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comSyndrom Chicago mulai menjadi pembahasan yang diangkat ke publik dengan merespon berbagai fenomena buruk di sosial yang terjadi belakangan melalui kacamata berbagai negara barat dengan kemajuan ekonomi yang sangat pesat.  Syndrom Chicago sendiri, merupakan sebuah paradoks kemajuan ekonomi dengan dekadensi moral yang terjadi di suatu negara.

Artinya, diantara berbagai kemajuan ekonomi yang menjadi upaya yang dilakukan oleh sebuah negara, terjadi dekadensi moral yang merosot. Maka tidak heran, ketika terjadi banyak penyimpangan sosial, kasus kekerasan seksual, hingga berbagai tindak kriminalitas lainnya. Fakta inilah yang bisa dijadikan alasan betapa bobroknya sistem kapitalisme yang harus dimatikan dengan sistem Islam yang dibawa oleh kelompok khilafah.

Perempuan bekerja, apakah bentuk eksploitasi?

Dalam merespons Syndrom Chicago ini, kelompok khilafah (red; eks HTI) mengklaim bahwa,

“Sindrom ini berakar pada persoalan krisis sosial (di Barat), runtuhnya keluarga, dan masifnya pelibatan perempuan dalam lapangan kerja yang berdampak pada meluasnya kriminalitas, tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkatnya angka bunuh diri, hingga surutnya angka pernikahan dan kelahiran,” ucap Ustazah Iffah Ainur Rochmah dilansir melalui muslimahnews.com pada 13 Desember 2021.

Alasan yang sama sudah dikemukakan beberapa tahun silam yakni pada 2016 melalui republika.co melalui tulisan yang berjudul “Indonesia Harus Waspada dengan Sindrom”, kelompok HTI (penyebutan organisasi sebelum HTI dibubarkan) merespons bahwa persoalan yang dikenal dengan istilah Sindrom Chicago ini berakar pada persoalan krisis sosial, runtuhnya keluarga, dan masifnya pelibatan perempuan dalam lapangan kerja yang berdampak pada meluasnya kriminalitas, tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkatnya angka bunuh diri, hingga surutnya angka pernikahan dan kelahiran.

Benarkah pelibatan perempuan dalam lapangan kerja menyebabkan kriminalitas semakin tinggi?

Ini yang sering kaprah dipahami oleh kelompok khilafah bahwa kodrat perempuan hanyalah dibatasi oleh ruang dan waktu yakni tetap di rumah dengan tugas domestik yang menyertai. Padahal, di luar sana, ada banyak sekali perempuan sebagai orang tua tunggal yang mecari nafkah untuk keluarganya.

Dilansir dari data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terdapat 3,97 juta penduduk yang berstatus perkawinan cerai hidup hingga akhir Juni 2021. Jumlah itu setara dengan 1,46% dari total populasi Indonesia yang mencapai 272,29 juta jiwa. dengan fakta demikian, betapa banyak orang tua tunggal perempuan yang harus berjuang untuk menjadi kepala rumah tangga dalam keluarga.

BACA JUGA  Fenomena Misogini Online yang Dilakukan Para Aktivis Khilafah Terhadap Aktivis Perempuan

Sedangkan Upah untuk pekerja laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Selama periode 2015-Februari 2019, selisihnya mencapai Rp 492,2 ribu. (dilansir dari databok.katadata.co.id) Ini artinya, mendorong perempuan untuk memperoleh keadilan dalam ruang publik, khususnya pekerjaan merupakan upaya kemanusiaan yang harus terus dilakukan.

Khilafah nomor wahid dan satu-satunya

Klaim ini sebenarnya selalu diagung-agungkan oleh kelompok khilafah dalam memproklamirkan sistem Islam yang dibawa. Apalagi, ayat Al-Qur’an yang sering digunakan yakni:

Artinya: Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai.(Q.S An-Nur (55)

Menambah statement yang sering digembar-gemborkan, yakni kembalinya khilafah merupakan kabar gembira dari Rasulullah. Saw. Setelah era penguasa diktator, akan lahir khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah.

Kelompok khilafah menegaskan bahwa, sungguh janji Allah SWT bahwa kaum muslim akan kembali berkuasa  pasti benar. Sebenarnya, ayat tersebut juga digunakan oleh kelompok Ahmadiyah untuk melegitimasi Mirza Ghulam Ahmad sebagai khalifatullah (Ainur Rofiq:2019, hlm. 169)

Lebih lanjut, Ainur Rofiq juga menambahkan bahwa ayat di atas sangatlah umum untuk menggambarkan kemurnian Islam yang dibawa oleh kelompok-kelompok Islam yang mengatasnamakan Islam sebagai medang juang dan medang perang. Ayat diatas juga dikatakan multitafsir yang tidak bisa kita percayai sepenuhnya apa yang dibawa oleh kelompok khilafah.

Dengan demikian, memupuk iman dengan amal saleh yang diwujudkan dengan praktik kecintaan terhadap bangsa dan negara perlu untuk terus diupayakan. Fobia terhadap  sistem negara hanya karena tidak berdasar pada sistem Islam yang dibawa dan diklaim sepenuhnya oleh kelompok khilafah tidak bisa kita ikuti begitu saja.

Tetap ikhtiar dan berusaha berikrar untuk mencari kebenaran dengan membaca fenomena melalui berbagai literatur, penting untuk dilakukan. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru