28.2 C
Jakarta

Krisis Kemanusiaan  Waktu PPKM:  Kelompok Islamis Memanfaatkan Kepentingannya

Artikel Trending

KhazanahTelaahKrisis Kemanusiaan  Waktu PPKM:  Kelompok Islamis Memanfaatkan Kepentingannya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Serba-serbi PPKM semakin gaduh. Keberadaan Covid-19 memang  mengkhawatirkan, mengubah segalanya menjadi duka. Duka kehilangan pekerjaan, duka kehilangan orang terdekat, baik teman, kerabat, dan sahabat yang terkadang, beberapa hari silam masih semat berkumpul, ngopi, lalu tiba-tiba berita duka membanjiri.

Laman Twitter, sambat atas ketiadan oksigen, kehabisan uang untuk untuk memenuhi kebutuhan pokok bertebaran. Hampir setiap waktu, di bernada twitter ada banyak orang menawarkan makanan, bantuan, untuk yang sedang isoman, atau yang sedang sakit, bahkan tidak sedikit dari mereka tidak pernah bertemu, bahkan tidak kenal. Hanya karena keadaan akibat Covid-lah, semua menyatu seperti keluarga, saudara yang peduli terhadap saudara lain, tanpa melihat suku, jenis kelamin,rasa ataupun budaya.

Di Instagram, Facebook ataupun story WhatsApp, kabar akan kebutuhan stok darah, informasi rumah sakit yang penuh, seperti diproduksi setiap waktu. Berita semacam ini memamg memiliki 2 dampak. Pertama, akan semakin membuat takut, panik yang akhirnya menimbulkan sakit itu sendiri. Kedua, informasi ini justru membuat masyarakat lebih hati-hati, prokes, tidak hanya persoalan menaati peraturan pemerintah terkait PPKM, justru lebih berhati-hati untuk menjaga ketahanan tubuh.

Platform kitabisa.com, seperti jembatan para masyarakat untuk menghidupkan sikap peduli antar sesama, sebagaimana yang dijunjung oleh masyarakat budaya timur, khususnya Indonesia yang senantiasa mendahulukan kepentingan bersama, dibandingkan pribadi. Penggalangan dana yang serus mengalir secara online, bantuan yang selalu saja datang dari tetangga secara langsung, kiranya membuat kita berfikir bahwa solidaritas, kebaikan semacam ini atas asas kemanusiaan.

Menerima Bantuan, Apa Harus Pilih-pilih?

Ditengah krisis fasilitas kesehatan yang sangat urgen dibutuhkan. Banyak yang kehilangan pekerjaan, kebutuhan pangan semakin meningkat masihkan kita berfikir dan memilih kepada siapa kita menerima bantuan? Apa harus se-iman? Satu daerah? Satu provinsi? Jika berbeda, apakah kita wajib menolak? Apakah menerima bantuan harus memilih siapa yang mengulurkan bantuan tersebut?

Pada kasus Covid-19, sejumlah negara memberikan bantuan kepada Indonesia dalam rangka menekan laju penyebaran virus ini. Australia mengirim 1000 ventilator, 700 konsentrator oksigen, 170 tabung oksigen, 40 ribu alat rapid tes antigen, 2,5 juta dosis vaksin AstraZeneca, dan APD.

BACA JUGA  Perubahan Tanpa Khilafah, Kenapa Tidak?

Jepang telah mengirimkan bantuan 998.400 dosis vaksin Covid-19 merek AstraZeneca ke Indonesia pada 1 Juli 2021 lalu. Singapura akan mengirim 256 tabung oksigen kapasitas 50 liter, konsentrat oksigen, 200 ventilator, hingga alat pelindung diri (APD). Selain itu, Amerika Serikat telah mengirim vaksin Covid-19 merek Moderna ke Indonesia melalui skema Covax, sementara Inggris juga berencana mengirim vaksin untuk Indonesia.

Bantuan ini sebenarnya tidak lain atas hubungan antar negara, asas kemanusiaan yang menjadi landasan. Sebab Indonesia juga menjadi negara yang saling membantu negara lain. Bantuan semacam ini pernah apakah harus ditolak? Apalagi kondisi Indonesia membutuhkan barang tersebut.

Gus Dur pernah berkata bahwa “Tidak penting apa pun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”. Barangkali ini yang harus dipahami ketika ada kelompok yang mengkritik atas bantuan luar negeri terhadap Indonesia. alih-alih kritik tersebut disampaikan kepada pemerintah sebagai bunuh diri politik. Muaranya tetap saja, tidak boleh menerima bantuan dari negara kapitalisme yang semakin menghancurkan NKRI.

Penulis tidak meghilangkan substansi kritik yang disampaikan, ini juga menjadi catatan tebal bagi pemerintah atas penanganan covid-19 selaama 2 tahun terakhir ini. Kritik ini juga disampaikan oleh sejumlah kalangan dengan melihat kebijakan-kebijakan yang ada.

Namun pada kenyataannya kelompok ini menyasar pada pengkhianatan terhadap Indonesia dengan dalil bahwa penanganan pandemi akan baik dengan solusi sistem pemerintahan Islam. Narasi yang sudah basi digunakan dalam setiap persoalan yang ada. Menolak kapitalisme, menolak barat, namun tetap memanfaatkan berbagai produk barat, bahkan hidup ditengah-tengah kapitalisme.

Memanfaatkan momentum kesedihan sebagai wacana untuk meruntuhkan NKRI adalah penyakit krisis kemanusiaan. Kelompok Islamis ini sangat keterlaluan, muaranya pada Islam sebagai solusi permasalahan, dengan demikian maka Indonesia harus menjadi negara Islam, katanya Seharusnya, bahu membahu dan saling membantu korban yang terdampak pandemi, justru ini terus mendengungkan pendirian negara khilafah, Memang dasar pengkhianat negara yang sangat ulung! Wallahu a’lam

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru