26.9 C
Jakarta

Kriminalisasi Habib atau Habib Kriminal? Umat Harus Tahu

Artikel Trending

Milenial IslamKriminalisasi Habib atau Habib Kriminal? Umat Harus Tahu
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sahabat Milenial, izinkan saya menyampaikan pendapat. Andai ditanya, kado apa yang paling spesial bagi NKRI di penghujung 2020 ini? Mungkin, pemerintah akan menjawab: keberhasilan mereka meredam suara Muslim populis yang bising sejak empat tahun silam. Mungkin, NU akan menjawab: kesuksesan mereka duduk di kursi Kementerian Agama. Tidak menutup kemungkinan, ada pula yang akan menjawab: proses hukum kepada Habib Rizieq Syihab—yang dianggap habib kriminal.

Kalau ditanya lebih jauh, kira-kira siapa yang akan menjawab seperti yang terakhir ini? Mungkin, seseorang akan menjawab: “Tentu saja pemerintah!”. Itu bukan tanpa alasan. Ada anggapan dari sementara khalayak, bahwa pemerintah mengejar Habib Rizieq sudah sejak lama. Ketika ia pulang (dideportasi?) dari Arab Saudi, dan terlibat beberapa pelanggaran hukum kembali, kemudian dipenjara, anginnya semakin kencang, narasi lama muncul lagi: pemerintah melakukan kriminalisasi ulama.

Ulama yang dimaksud ialah Sugi Nur, Maheer at-Thuwailibi, Bahar bin Smith, dan Rizieq Shihab. Sugi Nur tersangkut kasus ujaran kebencian terhadap NU, sementara Maheer kasusnya penghinaan kepada Habib Luthfi bin Yahya. Habib Bahar terlibat penganiayaan sopir taksi, penganiayaan dua remaja, dan pelanggaran PSBB. Sementara itu, Habib Rizieq tersandung kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung. Karena kriminalnya masing-masing, mereka dipenjara.

Berhubung Bahar dan Rizieq adalah habib, apakah penjeratan hukum kepada mereka harus disebut kriminalisasi habib, atau mereka memang habib kriminal? Umat harus tahu, bahwa di NKRI, habib itu bukan hanya mereka berdua. Umat harus disadarkan, bahwa ratusan, atau bahkan ribuan habib berada di negeri ini, dan mereka tidak dipenjara lantaran kehabibannya. Yang moncer ke publik hanya dua tadi: Habib Bahar dan Habib Rizieq, yang keduanya memang melakukan pelanggaran hukum.

Apakah lalu bisa digeneralisasi bahwa pemerintah melakukan kriminalisasi habib? Kenapa umat mudah dibodohi para dedengkot FPI dan PA 212? Umat harus tahu bahwa selama ini mereka ditipu, juga harus sadar bahwa nasab habib, tidak membuat nasib mereka kebal hukum. Umat harus sadari itu!

Nasab-Nasib Habib Kriminal

Dalam kacamata moral, kita harus hormat kepada zuriyah Nabi. Kasta mereka tinggi, lantaran dalam dirinya mengalir darah Nabi, meski hanya setetes. Tetapi dalam kacamata hukum lain lagi. Prinsipnya adalah kesetaraan di mata hukum (equality before the law/al-‘adl). Mau itu habib atau pengemis jalanan, di mata hukum tidak ada perbedaan. Kriminal tetaplah kriminal. Andai Fatimah r.a. mencuri, sabda Nabi Saw. dalam hadisnya, beliau sendiri yang akan memotong tangannya.

Di NKRI, ada semacam arogansi nasab. Di antara mereka yang bernasab habib, ada oknum yang memanfaatkan kenasabannya untuk mengais emosi umat, dan membentengi diri dari hukum Negara. Habib Bahar dan Habib Rizieq, bisa dikata, adalah bagian dari oknum tersebut. Nasabnya digunakan untuk memprovokasi umat dengan pemerintah, sekaligus menjelekkan pemerintah lantaran nasib mereka di hadapan hukum.

BACA JUGA  Rajab, Bulan Penuh Pahala untuk Memerangi Khilafahisme

Andai Nabi Saw. menyaksikan, apakah beliau akan membela manipulasi nasab tersebut? Saya pikir, kita harus memikirkan itu.

Habib kriminal tidak lagi istimewa karena jika demikian, kita berarti telah melanggar perintah keadilan dalam Al-Qur’an dan teladan riwayat Nabi tentang Fatimah. Secara nasab, Fatimah adalah yang paling mendekati Nabi, dan melalui jalur istri Sayyidina Ali itu seluruh habib di dunia dilahirkan. Maka menjadi aneh kemudian, ketika hari-hari ini nasab habib dimanfaatkan sebagai resistansi hukum. Dan yang paling mengherankan, kenapa sebagian umat percaya dengan tipuan tersebut?

Saya tidak menyoal nasab habib kriminal tadi. Penegasan saya adalah, kenapa nasab tersebut mereka jadikan senjata untuk melindungi nasib mereka di mata hukum. Mungkin pengikutnya akan bilang, bahwa Habib Bahar dan Habib Rizieq adalah habib yang berada di garda terdepan perjuangan Islam di NKRI. Mereka menafikan habib-habib lain yang dakwahnya menyejukkan dan mendapat posisi yang baik di mata pemerintah dan bagi pemerintahan. Yang mereka anggap habib hanya dua: Bahar dan Rizieq.

Ulama-Habaib dan NKRI

Menegasikan peran ulama-habaib terhadap kemerdekaan NKRI adalah wujud penyelewengan sejarah. Habib Ali al-Habsyi, Habib Idrus al-Jufri, Habib Syarif Sultan Abdul Hamid II, Habib Husein Muthahar, Habib Ahmad Assegaf, dan ulama-habaib lainnya, berada di garda terdepan NKRI dan tidak pernah mempersoalkan sistem pemerintahan. Presiden Soekarno bertanya hari yang tepat pembacaan proklamasi kepada Habib al-Habsyi Kwitang, menandakan relasi baik antara keduanya.

Di masa sekarang, Habib Luthfi bin Yahya berada diangkat menjadi penasihat Menteri Agama, meskipun tidak diangkat ke struktural. Habib Quraish Shihab kerap kali duduk bersama Presiden Jokowi. Beberapa habib lainnya juga demikian. Tidak ada perlakukan semena-mena kepada mereka. Mereka istimewa bagi pemerintah, terhormat. Jadi, sekali lagi umat harus tahu, bahwa narasi kriminalisasi ulama atau kriminalisasi habib itu akal-akalan FPI cs saja untuk mengais emosi umat.

Memangnya kriminal tidak ditindak lantaran pelakunya seorang habib? Kriminalisasi itu wajib dilawan, menimpa siapa pun, bukan hanya jika menimpa habib. Orang miskin pun, jika dikriminalisasi, harus dibela. Tetapi jika kasusnya sudah jelas, ada di depan mata kita, terbukti bersalah, itu lain lagi. Yang tidak boleh itu tanpa bukti yang jelas, ulama-habib lalu dikriminalisasi. Tetapi kalau buktinya jelas, bahwa mereka terlibat kriminal, pengkriminalan habib kriminal adalah keniscayaan.

Itu namanya keadilan dan kesetaraan dalam hukum. Umat harus tahu itu.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru