27.4 C
Jakarta

KPI Sikapi Radikalisme di Layar Kaca

Artikel Trending

AkhbarDaerahKPI Sikapi Radikalisme di Layar Kaca
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Cilacap – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan dalam membahas dinamika permasalahan skema regulasi penyiaran saat ini, KPI Pusat memiliki sikap yang tegas membuat peta tanggung jawab dan wewenang wajah penyiaran Indonesia, menegakan aturan arus penyebaran informasi di kehidupan masyarakat.

Saat ini, kata Yuliandre jumlah stasiun radio yang ada di Indonesia berjumlah 2.097, dan jumlah stasiun TV (televisi) 1.106 termasuk dengan kategori 16 free to air secara nasional. Kewenangan KPI Pusat mengawasi bagian induk jaringan televisi mengarah kepada skema regulasi yang tidak berhak mengintervensi sebelum konten itu dibuat. KPI baru bisa bergerak mengawasi di fase pasca produksi konten di lembaga penyiaran.

“Salah satu tugas dan fungsi utama KPI adalah menjaga sisi moralitas ideologi bangsa melalui pengawasan konten siaran di media mainstream selama 24 jam setiap harinya,” kata Yuliandre Darwis saat menjadi pemateri dalam acara diskusi berbasis daring dengan tema “Wacana Ideologi dan Gerakan Transnasional di Layar Televisi Indonesia” diselenggrakan Institut Agama Islam Imam Al Ghazali (IAIIG) Cilacap, Jawa Tengah (07/08/2020).

Lebih lanjut, Presiden OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) ini menegaskan merajuk pada Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) di Pasal 6 diterangkan bahwa lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau kehidupan sosial.

“Di sinilah peran KPI yang menjunjung tinggi semangat persatuan dan memupuk rasa nasionalisme di ranah penyiaran,” jelasnya.

BACA JUGA  Ancaman Terorisme Masuk Kampus, Ini Pembahasan Dosen MKU Untag

KPI Siap Bentengi Radikalisme di Layar Kaca

Lebih lanjut, Yuliandre menekankan KPI juga tidak berjalan sendiri untuk mengawal ranah penyiaran Indonesia. Beberapa waktu lalu, katanya, KPI Pusat bersinergi dengan Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan dapat mengawal arah konten dakwah keagamaan di lembaga penyiaran yang selaras dengan koridor agama dan aturan penyiaran.

“Upaya ini untuk mengikis adanya kesalahan atau pelanggaran terhadap nilai agama dan aturan tersebut,” tutur Yuliandre.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedi mengungkapkan perkembangan teknologi ke arah dunia digital dilingkup agama memiliki efek yang positif dan negatif. Dalam era digital, seluruh penjuru dunia sudah masuk bagian dari globalisasi.

Secara historis, katanya, globalisasi yang mengarah ideologis Islam transnasional dimulai dengan masuknya ke tengah sistem kekuasaan. Dari sana kemudian ada paham dari Barat yang berhadapan dengan ideologi Islam.

“Kekerasan yang sudah masuk ke ranah televisi adalah kekerasan yang memiliki nilai jual. Kita tidak bisa melawan era globalisasi yang mempengaruhi ideologi. Pergulatan ini menjadi perkembangan Islam di dunia modern.” ucapnya

Ahmad Suaedi mengatakan paham radikalisme membentuk organisasi yang abstrak dan cenderung mengklaim memiliki sebuah negara namun tidak memiliki wilayah, dan ideologi radikal ini tumbuh berkembang seiring perkembangan teknologi yang bergerak dengan ketidakpastian.

“Sebab ideologi dan gerakan Islam transnasional memiliki banyak bentuk, setidaknya ada kapitalisme atau neoribelalisme. Gerakan kapitalisme global atau neoribelalisme yang merusak lingkungan dan tidak memiliki rasa empati terhadap kemiskinan dan kesenjangan,” tuturnya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru