27.9 C
Jakarta

Kota Sodom Pasca Gempa Laut Mati Yordania

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahKota Sodom Pasca Gempa Laut Mati Yordania
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Siapa yang tak kenal wisata menarik laut mati Yordania? Tak satu orang pun dapat membayangkan kondisi laut mati hari ini? Bagaimana kondisi airnya? Lalu apakah laut mati itu sama seperti matinya makhluk lain yang bernyawa?. Wisata itu tak asing di kalangan wisatawan, lantaran tempat tersebut tercatat dalam memori kehancuran Kota Sodom. Di mana, sebuah kota penduduknya gemar melakukan hubungan seksual sesama jenis.

Nama lain laut mati adalah bahrul mayyit dalam gramatika Arab, atau dead sea dalam bahasa Inggris. Dalam sejarahnya, laut mati sudah ada sejak tiga juta tahun yang lalu. Kala itu, laut ini terbentuk karena adanya retakan kecil pada lembah sungai Yordan, hingga pada akhirnya menyebabkan air laut masuk dan berkumpul di tempat ini. Sehingga berbentuk danau. Lalu, retakan itu menghasilkan garam, kapur dan gipsu yang terdapat pada sepanjang retakan.

Danau yang berlokasi di perbatasan Yordania dan Palestina bagian Barat ini memiliki panjang 76 km dan lebar 16 km. Tidak hanya itu, danau ini juga memiliki kadar garam yang sangat tinggi di dunia, yaitu 33,7 persen atau sekitar 8 kali lebih asin dari laut biasa. Sehingga tidak ada satupun hewan yang mampu bertahan hidup di dalam air ini. Kandungan garam yang tinggi, membuat siapapun yang berenang di sini tidak akan tenggelam. Sehingga, nama laut mati pun disematkan pada danau ini.

Lokasinya yang unik, tempat ini berada di titik terendah bumi, yaitu pada 400 m di bawah permukaan laut dengan cuaca yang sangat panas. Selain dipercaya bisa memperbaiki kulit, lumpur laut ini juga bisa memperlancar sirkulasi darah serta dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Di samping manfaat untuk kesehatan tubuh, air ini sangat terasa pedas jika terkena mata. Oleh karena itu, para pengunjung yang mandi di air ini dihimbau agar tetap waspada.

Laut Mati Sebagai Bukti Kehancuran Kota Sodom

Sebagai umat muslim tentu pernah mendengar kisah kehancuran umat Nabi Luth AS di Kota Sodom. Dalam memori sejarahnya, masyarakat Kota Sodom dikenal dengan perilaku perzinaan dan penyimpangan seksualnya. Oleh sebab itu, Allah SWT mendatangkan azab berupa kehancuran melalui sebuah gempa bumi yang sangat dahsyat.

Fenomena ini dikisahkan dalam al-Qur’an surat Huud ayat 82 yang artinya ” Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi”.

Sedangkan dalam surat Asy Syu’araa’ ayat 161-166 Allah SWT mengatakan yang artinya “Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa?” Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.

Pada kedua surat tersebut dijelaskan, bahwa Allah SWT menjungkir–balikkan Kota Sodom hingga luluh lantah tak tersisa, lantaran mereka gemar berzina dan berhubungan sesama jenis. Meski telah lenyap berabad-abad lalu, jejak Kota Sodom ternyata masih dapat ditelusuri. Penelitian arkeologis menemukan bahwa, kota Sodom terletak di tepi Laut Mati yang dahulu merupakan Danau Luth. Kota ini memanjang di antara perbatasan anatara Israel dan Yordania.

LGBT Bukan Hal Baru

Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) bukanlah isu dan hal baru. Namun, keberadaan kaum pencinta sejenis ini kembali menyeruak ke permukaan. Salah satunya dibuktikan dengan viralnya sang predator sex sesama jenis Reynhard Sinaga yang telah melakukan perkosaan sebanyak 159 kali dan serangan seksual terhadap 48 korban pria. Selain itu, ada penyanyi cilik dan pemain sinetron di era 90-an yaitu Dena Rachman yang telah melakukan transgender.

Keberadaan kaum ini sudah sangat jelas, jadi tidak perlu dipertentangkan benar dan salahnya. Allah SWT sudah jelas menceritakan dan melarang hal ini dalam firman-firman-Nya yang terangkum dalam kitab suci al-Qur’an. Berdasarkan fenomena tersebut menunjukkan landasan filosofis, historis dari kebenaran agama. Pun Islam secara regulatif meletakkan syariat sebagai dasar hukum dalam keberagamaan kita.

Sehingga pada akhirnya, dalam kasus-kasus yang melanggar norma syariat, seperti LGBT dan semisalnya adalah pengulangan sejarah yang dahulu pernah terjadi. Laut Mati di Yordania dan daerah sekitarnya menjadi bukti nyata atas kemurkaan Allah terhadap hamba-hambanya yang tidak beriman dan gemar melakukan maksiat. Dan menjadikan malapetaka itu sebagai suatu ujian untuk bertaubat dan berhijrah ke jalan kebenaran.

Peristiwa ini tentu bisa kita jadikan pelajaran penting dalam praktek keberagamaan sesuatu dengan ajaran syariat Islam tanpa dikecualikan sedikit pun. Indonesia sebagai negara yang meyoritas muslim perlu menganggap fenomena tersebut adalah hikmah agar Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk seluruh alam semesta, khususnya Indonesia.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru