30.8 C
Jakarta
spot_img

Kontribusi Islam untuk Perdamaian dalam Perayaan Natal di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahOpiniKontribusi Islam untuk Perdamaian dalam Perayaan Natal di Indonesia
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Negara Indonesia dikenal sebagai sebuah negara dengan keberagaman agama yang tinggi, menjadikannya sebagai sebuah miniatur kerukunan dunia. Di tengah-tengah perbedaan yang menyelimuti negara ini, perayaan hari besar agama termasuk Natal, kerap menjadi momen esensial sebagai media tolak ukur sejauh mana harmonisasi sosial dapat terjaga. Sebagai agama yang menjadi mayoritas dan juga mendominasi di negara ini, Islam memiliki sebuah peran substantif dalam menciptakan konsep perdamaian, khususnya pada saat perayaan Natal.

Tak heran, jika Kemenag RI membuat satu prinsip yang mengacu pada sikap dan cara beragama yang menghindari suatu bentuk tindakan ekstremisme, baik itu dalam bentuk fanatisme maupun sikap longgar terhadap ajaran agama. Prinsip ini disebut “moderasi beragama”, yang mengacu kepada keseimbangan (wasathiyah) dalam menjalankan keyakinan beragama dan berinteraksi dengan sesama manusia.

Agama Islam tentunya mengajarkan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan juga mengajarkan tentang hidup dalam kedamaian meskipun berada di tengah-tengah masyarakat yang penuh perbedaan dan juga hal ini menjadi prinsip hidup bermasyarakat. Secara eksplisit dalam surah Ali Imran ayat 103, Allah berfirman:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ   

Artinya: “Berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana”.

Ayat ini menjadi pedoman hidup bermasyarakat yang relevan di negara Indonesia, yang notabene negara plural. Ayat ini menjadi pengingat akan pentingnya menjalin tali persaudaraan dan harmonisasi meskipun banyak perbedaan dalam keyakinan beragama maupun budaya. Lantas seperti apa implementasi dari ayat tersebut sebagai alat ukur untuk kontribusi Islam dalam menciptakan ataupun mempertahankan perdamaian di saat perayaan Natal? Mari kita lihat.

Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Memang tak bisa dipungkiri, bahwa bumi menjadi satu pijakan umat manusia, tempat di mana perbedaan menjadi sebuah keniscayaan. Keberagaman agama, budaya, dan suku adalah anugerah yang tentunya memberikan warna dalam kehidupan, tetapi juga menjadi satu tantangan tersendiri dalam membangun harmonisasi dalam bermasyarakat. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa yang menganut berbagai agama, menjadikan kerukunan umat beragama sebagai fondasi utama untuk menciptakan stabilitas sosial dan pembangunan nasional. 

Mengutip dari apa yang disampaikan oleh Salim (2017) kerukunan umat beragama di Indonesia tidak hanya merupakan hasil dari ajaran agama yang menekankan perdamaian, tetapi juga dari kesadaran kolektif untuk hidup berdampingan secara damai. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika menjadi simbol persatuan yang mengikat masyarakat dari berbagai latar belakang keagamaan. Pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat berperan aktif dalam menjaga harmoni melalui dialog antaragama, kegiatan sosial lintas kepercayaan, dan penguatan nilai toleransi di berbagai lapisan masyarakat. 

Perjalanan menuju kerukunan semestinya tidak akan selalu berjalan dengan mulus, banyak tantangan seperti intoleransi, radikalisme, dan diskriminasi kerap kali menjadi ancaman akan stabilitas hubungan antarumat beragama. Meski demikian, berbagai upaya pastinya terus dilakukan untuk memperkuat tali keharmonisan, mulai dari pendidikan toleransi di sekolah hingga pelibatan tokoh lintas agama dalam menyelesaikan satu konflik.

Kerukunan umat beragama di Indonesia sering menjadi sorotan, terutama dalam konteks perayaan keagamaan seperti Natal. Fenomena itu tidak hanya menggambarkan harmoni sosial, tetapi juga merepresentasikan bagaimana nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga, diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

BACA JUGA  Aktualisasi Warisan Budaya Sebagai Soft Power Nasionalisme

Mengutip dari Hanafi (2017) Ketua MUI DIY, KH. Thoha Abdurrahman, mengimbau semua pihak mempercayakan pengamanan Natal dan tahun baru kepada pihak kepolisian. Ormas-ormas dipersilakan mengirim bantuan anggota hanya dalam rangka membantu tugas kepolisian. “Percayakan pengamanan Natal kepada polisi. Kalau pemuda Islam nanti (bantu pengamanan) tahun baru ya silakan,” kata Thoha usai menghadiri rakor pengamanan Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 di Mapolda DIY. Hal itu menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia terus terjaga, sehingga perayaan Natal tahun ini pun dapat berlangsung dengan aman dan penuh kedamaian.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam praktik semacam ini tidak akan lepas dari gigitan kritik. Bahkan pada beberapa pihak memandangnya sebagai salah satu potensi untuk pengaburan identitas agama. Akan tetapi, dari perspektif ilmiah, tindakan tersebut dapat dianalisis sebagai wujud konkret social capital yang memperkuat jaringan solidaritas dalam lintas agama. Maka dari itu, perayaan Natal seharusnya dapat dipahami tidak hanya sebagai ritual keagamaan, tetapi juga sebagai medium untuk mempromosikan integrasi sosial yang berbasis pada saling pengertian dan penghormatan.

Praktik Umat Islam Mendukung Perdamaian Natal

Natal selalu identik dengan suasana damai dan penuh kasih. Tapi, menariknya, perdamaian yang diharapkan saat Natal tidak hanya menjadi tanggung jawab umat Kristen saja. Umat Islam, sebagai bagian dari masyarakat yang beragam, juga memainkan peran penting dalam menciptakan harmoni selama momen ini. Praktik-praktik mereka tidak hanya mencerminkan toleransi, tetapi juga memperkuat pesan bahwa perbedaan keyakinan bukan penghalang untuk bekerja sama menciptakan perdamaian. 

Banyak daerah di Indonesia, umat Islam aktif membantu pelaksanaan perayaan Natal. Sebagai contoh, Banser NU sering terlibat langsung dalam pengamanan gereja-gereja saat misa Natal. Ini menunjukkan solidaritas lintas agama yang kuat. Sikap seperti ini adalah bukti nyata bagaimana toleransi dapat diimplementasikan di tingkat akar rumput. 

Keterlibatan umat Islam juga terlihat dalam bentuk yang lebih sederhana, tetapi tidak kalah bermakna. Beberapa orang Muslim ikut membantu dekorasi Natal di lingkungan mereka, meminjamkan fasilitas, atau sekadar mengucapkan selamat Natal kepada rekan atau tetangga yang merayakan. Langkah-langkah kecil seperti ini memiliki dampak besar dalam mempererat hubungan antarindividu dari latar belakang yang berbeda. 

Melihat dari perspektif ajaran Islam, tindakan ini bukan sesuatu yang asing. Konsep rahmatan lil alamin jelas menekankan pentingnya menjaga keharmonisan, tidak hanya antarsesama Muslim, tetapi juga dengan seluruh umat manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling mengenal” (QS. Al-Hujurat: 13). Ayat ini sering dijadikan landasan bahwa perbedaan itu seharusnya dirayakan, bukan menjadi pemicu konflik. 

Meskipun seperti itu, tetap saja masih menuai kontroversial. Tidak semua pihak setuju dengan keterlibatan umat Islam dalam perayaan Natal, sering kali dengan alasan perbedaan teologis. Meski demikian, suara-suara moderat terus mendorong bahwa menjaga perdamaian adalah inti ajaran agama, apa pun keyakinannya. 

Kontribusi umat Islam selama Natal membuktikan bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk menciptakan keharmonisan. Sebaliknya, kolaborasi lintas iman justru menjadi kunci penting dalam membangun masyarakat yang saling menghormati. Lagi pula, siapa yang tidak ingin hidup damai, bukan?

Referensi

Hanafi, Ristu. 2017. Detik News Ini Pesan Ketua MUI DIY Jelang Natal Dan Tahun Baru. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3778636/ini-pesan-ketua-mui-diy-jelang-natal-dan-tahun-baru.

Salim, Delmus Puneri. 2017. “Kerukunan Umat Beragama Vs Kebebasan Beragama Di Indonesia.” Potret Pemikiran. 21 (2).

Ibnu Nurrochim
Ibnu Nurrochim
Peminat kajian filsafat, dianoia, dan peminat kajian buku

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru