Harakatuna.com – Menilik kehidupan sosial masa kini, marak sekali terjadi kriminalitas yang kian membuncah. Fakta ini diperkuat dengan tingginya angka kasus kriminal di Indonesia yang menyentuh angka 288.472 kejahatan sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 4,33% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Puncak tertinggi dari tindakan kriminal ialah pembunuhan atau penghilangan nyawa seseorang.
Adapun kasus pembunuhan yang kini tengah ramai diperbincangkan di media sosial ialah misteri terbunuhnya gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, Sumatra Barat. Di sisi lain, jagat maya juga kembali digegerkan dengan maraknya tindak pembegalan di Surabaya, Jawa Timur. Tidak tanggung-tanggung, para pelaku begal yang terlanjur ‘gelap mata’ tersebut tega menghabisi nyawa korbannya. Dengan ini, pembunuhan sudah menjadi kabar angin yang biasa berseliweran di media sosial.
Pembunuhan yang semakin sering terjadi dilatarbelakangi oleh berbagai motif. Konflik sosio-emosional memang menjadi pemicu perilaku pembunuhan, karena seseorang merasa kecewa, sakit hati, atau dendam pada orang lain. Secara ekstrem pelampiasan rasa kecewa, sakit hati, dendam atau amarah dilampiaskan dengan cara membunuh orang lain. Hal ini banyak terjadi pada kasus-kasus pembunuhan di masyarakat. Adapun motif lain yang juga melatarbelakangi pelaku melakukan pembunuhan terhadap korbannya antara lain adalah motif uang, motif poligami, motif menagih hutang-piutang, dan lain sebagainya.
Fenomena Pembunuhan dalam Al-Qur’an
Secara historis, tindak pembunuhan sudah ada sejak zaman Nabi Adam. Adapun peristiwa pembunuhan pertama kali di muka bumi dilakukan oleh anak Nabi Adam yang bernama Qabil. Motif Qabil untuk membunuh saudaranya yang bernama Habil adalah atas dasar rasa iri hati dan dengki. Kedengkian Qabil muncul karena ia dinikahkan dengan saudara kembar Habil yang parasnya tidak lebih cantik daripada saudara kembarnya sendiri. Kisah pembunuhan tersebut diabadikan dalam surah al-Ma’idah [5]: 27-31.
Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. telah memberikan peringatan kepada manusia untuk menghindari tindak pembunuhan. Pasalnya, pembunuhan mampu menimbulkan efek jangka panjang bagi pelakunya. Di antara efek tersebut antara lain: kekhawatiran, penyesalan, kerugian, hingga ancaman. Hal ini terlihat dari beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang akibat dari tindak pembunuhan. Di antara ayat tentang pembunuhan ialah QS. al-Maidah [5]: 32, QS. al-Nisa’ [4]: 93, QS. al-Isra’ [17]: 32, dan lain sebagainya.
Di antara ayat tersebut ditafsirkan oleh M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya, Al-Mishbah. Menurutnya, QS. al-Maidah [5]: 32 diawali dengan kata min ajli yang pada dasarnya memiliki makna perbuatan jahat yang dikhawatirkan akan terjadi pada masa mendatang. Menurutnya, tujuan Allah Swt. dalam menetapkan suatu ayat mengenai peringatan pembunuhan ialah sebagai pengibaratan bahwa pembunuhan terhadap manusia tak berdosa setara dengan membunuh seluruh manusia di bumi. Lalu, bagaimanakah solusi yang tepat untuk mencegah tindakan pembunuhan?
Solusi Pencegahan Tindak Pembunuhan
Secara umum, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah tindak pembunuhan. Di antara bentuk upaya tersebut dapat direalisasikan berupa sosialisasi kepada masyarakat, pemasangan baliho persuasif mengenai larangan pembunuhan, dan lain sebagainya. Adapun upaya preventif yang diterapkan oleh aparat penegak hukum ialah dengan pemberian efek jera kepada pelaku berupa hukuman penjara.
Dalam hal yang sama, solusi pencegahan terhadap tindakan pembunuhan juga tertulis dalam Al-Qur’an. Pembunuhan tergolong dalam salah satu tindak kemungkaran yang dapat dicegah dengan salat. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Ankabut [29]: 45 yang menyatakan bahwa salat memiliki manfaat untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, Imam al-Ghazali memberi catatan bahwa salat harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan tidak dalam keadaan lalai.
Selain itu, Al-Qur’an juga memaparkan beberapa upaya pencegahan pembunuhan berupa hukuman. Adapun di antara bentuk hukuman tersebut ialah berupa qishash, kafarat, dan diyat. Qishash merupakan pembalasan dengan hukuman setimpal kepada pelaku pidana. Sedangkan kafarat adalah kewajiban terhadap Allah Swt. untuk menebus dosa atau kesalahan yang telah dilakukan.
Pada umumnya, kafarat berbentuk amal atau tindakan tertentu yang harus dilakukan untuk mendapat ampunan. Sementara itu, diyat pemberian wajin kepada korban atau walinya sebagai bentuk pengampunan atas perbuatan pelaku pembunuhan. Itulah beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk mencegah tindak pembunuhan.
Daftar Pustaka
Andriani, Devi, Zulheldi, Rusydi AM, Hengki Sulaiman, & Edriagus Saputra, ‘Diskursus Pembunuhan Dalam Kajian Ayat-Ayat Al-Qur’an’.
Dariyo, Agoes, ‘Mengapa Seseorang Mau Menjadi Pembunuh?’, Jurnal Penelitian Psikologi, 2013.
Dhema, Maria Sonia Natalia Soda, Rudepel Petrus Leo, and Deddy R Ch Manafe, ‘Faktor Penyebab Dan Upaya Penanggulangan Kasus Pembunuhan Di Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo’, Deposisi, 2023.
Kiptiyah, Siti Mariatul, ‘Kisah Qabil Dan Habil Dalam Al-Qur’an: Telaah Hermeneutis’, Al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-Hadits, 2019, https://doi.org///dx.doi.org/10.24042/al-dzikra.v13i1.2970.
Polri, Divisi Humas, [DIVISI HUMAS POLRI], (27 Desember 2023), Release Akhir Tahun 2023, [Video], YouTube, https://www.youtube.com/live/VkfX3PnrtD4?si=Eo6NxxtGHqK1MadH
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2002.