26.8 C
Jakarta

Kontra-Intoleransi; Menyemarakkan Moderatisme Islam di Tengah Maraknya Budaya K-Pop

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKontra-Intoleransi; Menyemarakkan Moderatisme Islam di Tengah Maraknya Budaya K-Pop
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dewasa ini di era digital budaya yang tengah booming dan membawa pengaruh besar adalah Korean Wave. Perkembangan Korean wave atau Hallyu tidak lepas dari perkembangan musik pop modernnya yang dikenal dengan K-pop.

Potret Budaya K-Popers

Boomingnya budaya K-pop ditandai dengan banyaknya remaja yang meniru fashion ala K-pop baik dari potongan rambut, mode busana sampai bahasa.  Bahkan nampaknya munculnya Boy Band dan Girl Band seperti SM*SH maupun 7ICON adalah bukti berkiblatnya Indonesia pada Korea dalam dunia musik.  Selain itu bukti K-pop digemari masyarakat ialah  munculnya fandom yang kuat dan besar. Misalnya BTS dengan fandomnya ARMY.

Terkait budaya K-pop seseorang berbeda dalam memandangnya. Ada yang pro dan kontra. Wapres mendukung menjadi K-popers dengan harapan menginspirasi dan menumbuhkan kreativitas pemuda untuk mengenalkan budaya Indonesia ke luar negeri. Sedangkan mereka yang kontra didasari karena budaya K-pop  berbeda dengan budaya Islam. Dalam Islam generasi dibentuk untuk memiliki  tsaqafah Islam, agar bisa menjalankan kehidupan sesuai perintah Allah.

K-Pop: Peluang dan Tantangan serta Dalilnya

Menurut John Storey, kelompok penggemar akan muncul dengan adanya budaya populer. Begitu juga dengan penggemar K-pop, mereka akan membentuk kelompok yang disebut K-popers. Telah disebutkan bahwa pada tahun 2019 Indonesia menempati urutan kedua sebagai penggemar K-pop terbesar di dunia. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan situs Wow Keren  berdasar data penikmat Youtube.

Budaya K-pop tentu berpengaruh pada bidang agama. Budaya K-pop menyebabkan dekonstruksi akidah dan dekadensi akhlak. Sikap menjadikan artis Korea sebagai idola dengan meniru-niru (tasabuh) tingkah dan kepribadian mereka  menjadikan muslim keluar dari akhlak Islam. Sebagian remaja muslim yang menjadi K-popers dari penampilan hingga mindset meniru artis Korea.

Hal  baru yang berasal dari artis Korea selalu dianggap positif. Misal meminum Wine (bir) beras asal Korea dianggapnya menyehatkan padahal jelas haram dan  memabukkan. Kelompok yang berpandangan bahwa budaya K-pop sebagai bahaya latin untuk umat Islam, mereka berlandaskan pada sebuah hadis populer yaitu:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Menelisik tujuan diciptakannya manusia (QS. 49:13) yang terdiri dari berbagai perbedaan jenis, suku dan bangsa yakni untuk saling mengenal. Ibnu katsir menyebutkan bahwa manusia sama-sama berasal dari Adam dan Hawa. Allah melarang ghibah dan mencaci antar sesama manusia. Manusia sama dalam hal kemanusiaannya yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan terhadap Tuhannya.

Surah al-Hujarat: 13 ini mengikrar janji pasti bahwa manusia terutama umat Islam dapat hidup damai, rukun dan sejahtera dengan kelompok lain walaupun berbeda suku, budaya dan agama jika mampu memahami  nilai keseimbangan dan moderasi beragama. Dengan pehaman secara mendalam seseorang akan menguak misteri kehidupan dan merasakan indahnya bertoleransi.

Pada era digital dunia bagaikan desa, konflik keyakinan beragama pada masyrakat plural sering terjadi. Untuk menghadapinya al-Qur`an telah menawarkan konsep wasathiah atau moderasi beragama. Mantan menteri agama Lukman Hakim Saifuddin sangat antusias menghadapi konflik antar umat beragama dengan konsep moderasi beragama. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah: 143

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ

Budaya K-pop tentu berbeda dengan budaya Islam. Namum, tidak selamanya tentang K-pop bernilai negatif. Setiap hal pasti ada nilai positif yang dapat diambil. Bagi K-popers sendiri menjadi seorang penggemar membuka peluang.

BACA JUGA  Perempuan dan Ancaman Ekstremisme: Upaya Preventif

Misalnya peluang bisnis. Beberapa bisnis yang potensial yang terrekomendasi di antaranya dengan menjual album K-pop, photo card K-pop, tiket konser, jual light stick K-pop, jual fan kit membership, Hand Banner, Jual Beragam Official Merchandise K-Pop, jual baju K-pop, membuat fan account, menjual produk dari Korea dan menjual makanan/minuman Korea.

Demam Korea sendiri membawa dampak positif yaitu menginspirasi generasi muda untuk memperbaiki diri dari sekarang, agar kelak bisa bersaing dalam berbagai sektor di dunia nasional maupun internasional. Selain itu K-pop juga menginspirasi musik di Indonesia agar lebih berwarna.

Sedangkan  dampak negatif dari budaya K-pop di antaranya menjadikan seseorang boros, terpengaruh minum-minuman keras dan timbulnya kecemburuan yang tidak wajar antara dunia nyata dan maya karena kebanyakan penggemar K-pop mengesampingkan kehidupan nyata.

Aktualisasi Sikap Moderat Terhadap Budaya K-Pop di Era Digital

Konsep moderatisme Islam yaitu tawasuth wal iktidal. Artinya dalam menanggapi budaya yang masuk seperti budaya K-pop, Islam memandangnya dari sisi tengah dan dengan cara adil. Mewujudkan moderatisme Islam berangkat dari diri sendiri. Terutama bagi penikmat K-pop hendaknya bijak dalam bertindak. Nur Kholis mantan sekretaris Jendral Kemenag menyebutkan ada empat sikap atau ciri yang menandakan sikap moderat yaitu:

  1. Sikap terbuka: Terbuka dalam menerima budaya asing, tapi bukan berarti harus mengikuti budaya tersebut.
  2. Berpikir rasional: Dalam menerima suatu pengaruh dari luar seseorang harus bisa berpikir rasional, jika bertentangan dengan akal dan ajaran Islam maka jangan diikuti.
  3. Rendah hati: Ciri sikap moderat adalah merasa kurang pengetahuan. Mungkin dari budaya K-pop seseorang bisa belajar dari sisi positifnya.
  4. Memberi manfaat: sikap moderat selalu berfikir apakah tindakannya kelak akan membawa manfaat. Misalkan ketika seseorang menjadi anggota K-popers apa keuntungan dan kerugian yang didapat. Jika lebih banyak kerugian maka lebih memilih tidak menjadi K-popers.

Pengaktualisasian moderatisme Islam di era digital selain dari diri sendiri juga perlu dukungan dari keluarga dan pemerintah. Dukungan moderatisme di era digital yang bisa ditumbuhkan oleh pemerintah dan keluarga dengan mengontrol pemuda dalam mengakses internet.

Orang tua bisa melarang anak-anaknya ketika lebih mengutamakan menonton drama Korea atu Konser K-pop di internet dibanding belajar. Orang tua harus tegas bahwa bagi pelajar belajarlah nomor satu. Menonton atau meng-up date info K-pop boleh-boleh saja selagi kegiatan utama telah dilakukan.

Pemerintah juga bisa mengapresiasi generasi muda yang mencintai budaya lokal. Hal ini dilakukan untuk memancing generasi lainnya terutama yang menyukai K-pop agar belajar mencintai budayanya sendiri. Pemerintah juga mengapresiasi generasi yang produktif dan berprestasi. Hal ini dikarenakan perkembangan zaman yang menuntut generasi harus produktif. Jangan hanya menjadi konsumen budaya lain. Selain menjadi konsumen juga harus produktif dan bermanfaat bagi negeri dan agama.

Demam korea style (K-pop) merupakan tantangan bagi Islam terutama bagi pemudanya. Namun di era digital dengan bentuk Negara demokrasi, seseorang tidak akan mampu melawan arus modernitas. Menyerap arus modernitas bukanlah sebuah larangan selagi tetap mempertahankan ajaran Islam.

Layaknya budaya yang datang acap kali membawa pengaruh. Namun, itu semua kembali ke diri masing-masing bagaimana sikap menghadapi pengaruh modernitas tersebut. Seseorang tidak bisa melawan arus modernitas di era digital tetapi seseorang bisa membelokkannya ke arah positif.

Uta Panandang
Uta Panandang
Mahasiswa ilmu al-Qur`an dan Tafsir STAI Al-Anwar Sarang Rembang, Santri PP Al-Anwar 3 Sarang Rembang serta pengkaji Islam dan Keagamaan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru