Harakatuna.com – Hari ini, media sosial menjadi platform utama di mana konten dapat dengan cepat menjadi viral. Hal itu mengubah metode konsumsi informasi kita, dengan kecepatan dan popularitas ditempatkan di atas kebenaran atau akurasi informasi tersebut. Dalam konteks itu, cerita ekstrem, yang mengandung pandangan radikal dan provokatif, tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga menyebar dengan cepat.
Media sosial, dengan semua keunggulannya, memungkinkan penyebaran informasi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok menyediakan akses bagi penggunanya untuk berbagi pemikiran tanpa pembatasan yang signifikan. Sekarang, sebuah postingan dapat mencapai jutaan orang dalam waktu yang singkat.
Meskipun demikian, kesuksesan dalam penyebaran konten di media sosial tidak selalu tergantung pada tingkat akurasi atau kebenaran konten tersebut. Algoritma media sosial kerap memberikan prioritas pada konten yang menarik perhatian dan mampu menciptakan interaksi (like, share, komentar) secara besar-besaran. Konten yang kontroversial atau provokatif, khususnya yang memuat narasi ekstrem, cenderung lebih mudah menarik perhatian dan mencapai tingkat keterlibatan yang tinggi. Itu memberikan potensi yang lebih besar bagi narasi ekstrem untuk menyebar luas, walaupun kontennya mungkin tidak akurat atau berbahaya.
Mengapa Konten Ekstrem Menarik?
Narasi ekstrem menggunakan emosi yang intens, seperti rasa marah, ketakutan, atau kebencian. Emosi-emosi itu memiliki kemampuan untuk memengaruhi respon seseorang terhadap informasi. Apabila seseorang mengalami emosi marah atau takut, mereka lebih condong untuk mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pihak lain, terutama apabila informasi tersebut memiliki unsur konfrontatif yang dapat meningkatkan ketegangan. Dalam banyak keadaan, emosi yang kuat tersebut dapat mendorong keinginan untuk berbagi informasi tanpa melakukan pengecekan atas kebenarannya terlebih dahulu.
Narasi ekstrem menampilkan dua kutub yang sangat jelas: “kami vs mereka”, “baik vs jahat”, dan “benar vs salah”. Hal itu menciptakan polarisasi yang mudah diterima seseorang yang merasa terhubung dengan satu pihak. Banyak orang merasakan kenyamanan yang lebih besar saat berada di dalam kelompok yang sependapat dengan mereka, sementara narasi ekstremisme memberikan perasaan kepemilikan akan kebenaran yang diyakini kelompok tersebut.
Media sosial juga memberikan insentif bagi pengguna untuk mendapatkan pengakuan dan pengetahuan. Dalam berbagai situasi, seseorang maupun kelompok yang menyebarkan narasi ekstrem bertujuan untuk memperoleh pengaruh, juga menginginkan sorotan atau menciptakan kegemparan terhadap pandangan yang mereka usung. Penyebaran narasi tersebut memungkinkan mereka memperoleh keterlibatan yang lebih besar serta memperoleh status sebagai orang yang memiliki pandangan yang “berbeda” atau “berani”.
Di ranah digital, terdapat sebuah fenomena yang dikenal sebagai “echo chamber” di mana seseorang hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka. Informasi yang ekstrem atau salah tidak akan dipertanyakan, melainkan diperkuat oleh kelompok yang memiliki pandangan yang sama. Itu mengakibatkan penurunan jumlah orang yang melakukan pemikiran kritis terhadap narasi ekstrem, karena mereka secara konsisten terpapar pendapat yang sesuai dengan keyakinan mereka.
Algoritma Media Sosial dan Dinamika Viral
Algoritma media sosial memiliki peran yang signifikan dalam menentukan jenis konten yang mendapat perhatian. Facebook dan Instagram menggunakan algoritma yang memberikan prioritas pada konten yang mendapat interaksi tinggi dari pengguna. Semakin banyak jumlah “suka”, komentar, dan pembagian yang diterima oleh suatu konten, semakin besar peluang konten tersebut untuk muncul di laman feed pengguna lain.
Narasi ekstremisme menciptakan tingkat interaksi yang tinggi. Apabila sebuah konten mendapat perhatian yang signifikan, algoritma akan menampilkan konten tersebut secara lebih teratur kepada khalayak yang lebih luas. Semakin banyak orang terpapar, semakin besar kemungkinan mereka untuk turut berpartisipasi dalam menyebarkannya. Dengan demikian, meskipun konten tersebut tidak akurat atau berbahaya, popularitas serta kemampuannya untuk mendatangkan reaksi emosional lebih signifikan daripada faktor kebenaran.
Saat penyebaran narasi ekstrem terus berlanjut, polarisasi sosial semakin meningkat. Seseorang mulai memandang dunia dalam dua perspektif yang sangat bertentangan, tanpa memberi ruang bagi kesepakatan atau pemahaman bersama. Hal tersebut merusak relasi sosial sekaligus memperburuk situasi ketegangan dalam kehidupan bersama.
Cerita yang ekstrem dapat berdampak pada pola pikir orang, terutama apabila mereka terus-menerus terpapar pada materi yang mendukung suatu ideologi tertentu. Dalam beberapa situasi, hal tersebut mengakibatkan radikalisasi, di mana seseorang mulai mengambil sikap yang lebih ekstrem dan meyakini bahwa penggunaan kekerasan atau tindakan ekstrem lainnya merupakan langkah yang sah untuk mencapai tujuan mereka.
Pemaparan yang berkelanjutan terhadap narasi ekstrem mungkin memberikan dampak pada kesejahteraan mental pengguna media sosial, khususnya bagi orang yang memiliki kerentanan emosional atau psikologis. Konten yang sarat dengan kebencian dan kekerasan dapat memicu peningkatan perasaan kecemasan, ketakutan, bahkan depresi.
Kontra-Ekstremisme
Masyarakat perlu dilengkapi dengan keterampilan literasi media yang baik agar mampu menyaring informasi yang benar dan yang salah. Pendidikan memiliki signifikansi yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas seseorang dalam melakukan analisis kritis terhadap informasi yang diterima melalui media sosial.
Perusahaan media sosial disarankan untuk bersikap lebih proaktif dalam mengenali serta menindaklanjuti konten yang mengandung informasi ekstrem atau berbahaya. Proses tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi untuk mendeteksi konten yang melanggar kebijakan serta meningkatkan tingkat transparansi terkait penghapusan konten.
Masyarakat perlu diundang untuk membangun dialog yang sehat dan saling menghargai di ranah digital. Perbuatan tersebut dapat mengurangi polarisasi serta mengurangi kemungkinan penyebaran narasi ekstrem.
Saat ini konten dianggap lebih berharga daripada kebenaran yang sebenarnya. Narasi ekstrem yang kontroversial, walaupun tidak benar, mampu menyebar dengan cepat disebabkan oleh faktor-faktor emosional, polarisasi, dan algoritma media sosial.
Karena itu, penting bagi kita untuk bersikap lebih kritis dalam menyaring informasi, mengkaji dampak penyebaran narasi ekstrem, serta berkolaborasi demi menciptakan lingkungan digital yang sehat dan inklusif. Memang benar bahwa konten memiliki kepentingan yang signifikan, namun kebenaran harus ditempatkan sebagai prioritas utama.