26.2 C
Jakarta

Kontekstualisasi: Studi Perkembangan Tafsir ala Abdullah Saeed

Artikel Trending

Asas-asas IslamTafsirKontekstualisasi: Studi Perkembangan Tafsir ala Abdullah Saeed
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Permasalahan dialektika keilmuan al-Qur’an dan tafsir, pada fenomena saat ini yang tidak pernah selesai dibahas adalah mengenai perkembangan tafsir. Mengingat kembali, mengenai fungsi al-Qur’an yang dikenal sebagai rahmatan lil ‘ālamīn (kasih sayang untuk alam semesta) dan hudallinnāas (petunjuk bagi manusia).

Dengan demikian, keilmuan al-Qur’an dan tafsir sangat berperan penting terutama bagi umat Muslim dalam proses memahami al-Qur’an. Metode penafsiran al-Qur’an dalam sejarah Islam selalu mengalami perubahan dan perkembangan.

Beberapa metode pendekatan yang tidak asing lagi didengar oleh beberapa sarjanawan Muslim adalah pendekatan ‘tekstualis’ dan ‘kontekstualis’. Pendekatan ‘tekstualis’ sampai saat ini masih digeluti oleh para penafsir yang beraliran Sunni, semua harus dikembalikan kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Al-Qura’an, Teks Final dan Konteks yang Tak Terbatas

Al-Qur’an bersifat tekstualis menurut pandangan mereka, karena makna al-Qur’an tidak pernah berubah sepanjang zaman. Sehingga, makna al-Qur’an yang diterjemahkan di zaman pewahyuan masih tetap berlaku di konteks sekarang. Hal ini sesuai dengan perkembangan tafsir kontekstual hari ini.

Fokus yang digunakan oleh penafsir tekstualis banyak menggunakan aspek analisis linguistik daripada analisis sosial, sejarah, dan budaya.(Pengantar Studi al-Qur’an, Abdullah Saeed, 2016)

Concern penafsir yang menggunakan pendekatan tekstualis, lebih mengedepankan pemahaman teks yang berbasis riwayat dan pembacaan teks secara literal tanpa memperdulikan konteks historis ayatnya.

Pemahaman yang berdasarkan riwayat ini, meliputi: al-Qur’an sendiri, hadits-hadits Nabi, dan atsar (pendapat para sahabat, para ulama’, mufassir, dll). Pandangan pemikir tekstualis terhadap pemikir kontekstualis agaknya kurang relevan.

Menurut mereka, pendekatan tekstualis lebih terkenal lebih dulu, sehingga tidak dapat dipungkiri jika di masa kontemporer masih banyak pemikir tradisional. Dimana dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an mengenai hukum dan teologi masih sangat tekstual.

Praktik Tekstualitas dalam Perkembangan Tafsir

Praktik tekstualisme dikelompokkan menjadi dua, yaitu tekstualisme lunak dan tekstualisme keras.
Pertama, tekstualisme lunak yang masih menganggap adanya makna literal, namun masih memungkinkan adanya  ke-fleksibel-an dalam penafsiran. Caranya adalah masih tetap bepegang teguh dengan makna yang berbasis riwayat.

Kedua, tekstualime keras terkesan kaku, karena hanya terfokus dalam mengaplikasikan pemahaman literalnya tanpa memperdulikan kompleksitas maknanya. (Al-Qur’an Abad ke-21: Tafsir Kontekstual, Abdullah Saeed, 2016)

Melihat pemaparaan Saeed di atas, bahwasanya pendekatan tekstualis tidak semuanya kaku. Namun, ternyata ada juga yang bersifat lentur dalam menafsirkan al-Qur’an, meskipun masih ada bumbu-bumbu literalnya dalam mengkaji makna al-Qur’an.

Memahami al-Qur’an tanpa memperdulikan konteks, dan hanya terpaku kepada pemahaman yang berbasis riwayat semata juga akan menuai problematika. Tekstualis terkadang menggunakan hadits untuk mendukung makna historisnya.

Namun, menggunakan hadits saja tidak cukup memberikan pencerahan dalam memahami al-Qur’an. Hadits memiliki kuantitas dan kualitas yang beragam. Sehingga apabila hadits yang dijadikan rujukan bukan hadits shahih, maka akan memunculkan permasalahan serius di dalam proses ataupun pada hasil penafsiran al-Qur’an.

BACA JUGA  Tafsir Ayat Perang: Melihat Konteks Qs. al-Taubah [9]: 29 dalam Tafsir Buya Hamka

Melihat adanya perkembangan dan perubahan sosial yang begitu cepat, maka cara berpikirnya seseorang juga harus bisa mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.

Praktik Kontekstualitas dalam Perkembangan Tafsir

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan kontekstualis, kaum kontekstualis ini  menganggap bahwa ajaran yang tertera di dalam al-Qur’an sebaiknya dapat dipahami dan dapat diaplikasikan oleh generasi awal abad ke-7 M  dan generasi zaman modern sekarang (abad ke-21 M).

(Al-Qur’an Abad ke-21: Tafsir Kontekstual, Abdullah Saeed, 2016)

Masih membahas mengenai pendekatan ‘kontekstualis’, yang tidak terfokus menggunakan aspek analisis linguistik semata. Namun, juga menggunakan aspek hermeneutika modern, dan teori sastra dalam proses memahami al-Qur’an.

Sesuai dengan namanya yaitu, pendekatan ‘kontekstualis’, berarti pendekatan ini tidak bisa jauh dengan yang namanya konteks. Dalam memahami makna al-Qur’an, pendekatan ini harus memiliki cukup pengetahuan terlebih dahulu tentang konteks sosial, budaya dan politik di masa pewahyuan. (Pengantar Studi al-Qur’an, Abdullah Saeed, 2016)

Perkembangan tafsir kontekstualis ala Abdullah Saeed menggunakan beberapa aspek, yaitu linguistik, hermeneutik, dan teori sastra. Dengan demikian, pendekatan ini memiliki kesan lebih bervariasi dalam pencarian ‘makna’ dalam sebuah teks al-Qur’an daripada pendekatan ‘tekstualis’.

Karena, makna ayat al-Qur’an tidak bisa dideteksi secara pasti kebenarannya. Manusia hanya bisa menduga-duga dan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mengikuti perkembangan makna ayat al-Qur’an dan menyesuaikannya dengan aspek historis, politik, budaya, dan linguistik teks yang berkembang di era modern saat ini.

Pendekatan kontekstualis dalam mendekati teks harus dengan pengalaman, dan nilai-nilai keyakinan. Sehingga pendekatan kontekstualis ini tidak bisa lepas dengan aspek-aspek subjektif yang ada dalam pengalaman manusia, dan menafsirkan makna al-Qur’an dengan pendekatan ‘tekstualis’ ini terkesan tidak bisa benar-benar murni objektif, selalu ada campur tangan subjektifnya.

Mengapresiasi Konstribusi Pemikiran Abdullah Saeed

Dapat disimpulkan, bahwa konstribusi pemikiran Abdullah Saeed dalam bidang ilmu penafsiran sangat perlu diapresiasi. Saeed memberi kesan terutama kepada umat Muslim, agar al-Qur’an tidak dipandang sebagai hukum yang kaku, stagnan, dan kurang bisa menerima perkembangan konteks yang ada.

Setelah dapat mengkontekstualisasikan ayat al-Qur’an, pesan-pesan al-Qur’an pun dapat dengan mudah tersampaikan kepada audience saat ini, dan ajaran dalam al-Qur’an juga dapat dijadikan petunjuk oleh setiap insan.

Pendekatan kontekstualis Abdullah Saeed inilah, yang sepertinya dapat memberi pengaruh besar bagi para sarjana kontemporer untuk selalu memperhatikan konteks sosial, budaya, dan politik di masa pewahyuan dan mengaitkannya dengan konteks di masa kontemporer ini. Dengan demikian, dapat dibuktikan bahwa al-Qur’an dapat dijadikan sebagai rahmatan lil ‘ālamīn (kasih sayang untuk alam semesta) dan hudallinnāas (petunjuk bagi manusia).

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru