31.4 C
Jakarta
Array

Konsep Islam dalam al-Quran

Artikel Trending

Konsep Islam dalam al-Quran
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Islam secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata اسلم-يسلم-إسلاما (Aslama-Yuslimu-Islāman), yang berarti berserah diri. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Islam bermakna sebagai sebuah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw dan berpedoman pada al-Quran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.

Dari pengertian di atas, Islam dilihat dari bahasa dapat diartikan sebagai jalan keselamatan keselamatan, dan secara istilah dapat diperoleh makna bahwa Islam merupakan sebuah sistem ajaran tertentu yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Islam, apabila ditinjau dari makna kata asalnya dapat dikatakan sebagai agama yang selamat dari kesesatan, sebab konsekuensi dari agama Islam yaitu ketundukan kepada Allah. Sehingga dari ketundukan tersebut dapat menyelamatkan manusia dari ancaman siksaan dan kesesatan, baik di dunia atau pun di akhirat.

Islam dalam al-Quran

Dalam al-Quran kata salam terulang sebanyak 42 kali,dan  kata Islam terulang sebanyak 8 (delapan) kali, ada 2 (dua) ayat kata Islam digandengkan dengan ism dhamir hum (mereka) dan kum (kalian). Sedang dalam kata aslama dan derivisinya terdapat pada 23 ayat al-Quran, yang semua maknanya berkaitan dengan ketundukan kepada Allah, kecuali hanya pada QS. al-Fath (48): 16, kata yuslimūn diartikan sebagai ungkapan menyerah dalam peperangan.

Sehingga untuk melihat makna islam yang dimaksud pada ayat al-Quran, perlu dikaitkan dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan kata tersebut, supaya kita tidak terjebak pada doktrin Islam sebagai agama. Namun kita perlu memahami islam sebagaimana yang dimaksudkan al-Quran iu sendiri.

Pada QS. Ali Imran (3): 19, secara umum diartikan sebagai berikut:

إن الدين عند الله الإسلام, وما اختلف اللذين أوتو الكتاب إلا من بعد ما جا‘هم العلم بغيا بينهم, ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب. الأية

Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam, tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungannya”

Melihat terjemahan seperti itu, melahirkan sebuah paradigma dalam umat Islam bahwa hanya Islam-lah agama yang diterima Allah. Padahal apabila kita perhatikan rangkaian kalimat setelahnya, tentu dapat dilihat bahwa ayat tersebut berbicara tentang umat terdahulu. Sebab setelah nabi Muhammad tidak turun kitab suci lainnya. Berarti ayat tersebut berbicara terkait umat nabi sebelum Rasulullah. Lantas apa sebenarnya yang dimaksudkan pada kata dīn dan al-islām dalam ayat tersebut?

Dalam tafsir al-Misbah, M. Quraish Shihab mengartikan kata dīn tidak sebatas pada arti agama, namun ada beberapa arti lainnya seperti, ketundukan, ketaatan, perhitungan, dan balasan. Bahkan Quraish Shihab lebih condong mengartikan islam sebagai keberagamaan, bukan sebatas agama tertentu. Sehingga dalam tafsirnya ayat di atas diartikan “Sesungguhnya agama yang disyariatkan di sisi Allah adalah islam”. Yang dimaksudkan islam pada ayat ini menurutnya perlu dikaitkan dengan ayat sebelumnya yang menegaskan bahwa  tiada Tuhan, yang memiliki dan mengatur alam semesta kecuali Dia Yang Maha Perkasa lagi Bijaksana, sehingga ketundukan kepada Allah merupakan sebuah keniscayaan dan keislaman seseorang dalam arti tunduk pada Allah-lah yang dapat diterima-Nya.

Hal itu selaras dengan pandangan asy-Sya’rawi, bahwa Islam merupakan ketundukan kepada Allah Yang Maha Esa, dengan mengikuti ajaran para nabi serta didukung dengan kemukjizatan yang meyakinkan. Hanya saja Islam yang ada pada para nabi sebelum Rasulullah Saw adalah islam secara sifat, sedangkan pada umat Rasulullah Saw merupakan Islam secara sifat dan juga sebagai sebuah identitas agama.

Hakikat Islam sebagai ajaran

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa hakikat dari islam yaitu kepasrahan secara total kepada Allah Swt. Maka timbulah pertanyaan, apa yang dimaksudkan dengan kepasrahan secara total? Sayyid Qutb dalam kitab tafsirnya, tatkala menjelaskan tafsir dari QS. Ali Imran (3): 19-20 yang berkenaan dengan dīn dan al-islam beliau memaknainya sebagai keberagamaan yang pasrah kepada Allah Swt. Yang mana beliau memahaminya sebagai uluhiyah wāhidah “ketuhanan yang Maha Esa” sehingga konsekuensi darinya yaitu, bahwa hanya Allah-lah yang memegang dan memiliki otoritas dalam memperhamba makhluk dan wajib bagi setiap hamba untuk mentaati segala titah-Nya.

Kepasrahan yang dimaksudkan ini tidak sebatas pada bentuk pengakuan islam secara lisan, gambaran hati dalam ketenangan, ataupun perbuatan ritual individu dalam bentuk shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Melainkan kepasrahan yang berarti istislam, menyerahkan diri secara total dengan kemurnian akidah dan kebersihan hati.

Selain pandangan dari ulama Mesir tersebut, ulama Nusantara juga dalam menafsirkan ayat tersebut hampir senada, yaitu tidak ada keberagamaan yang diridhai oleh Allah kecuali islam, yaitu ketauhidan terhadap syariat-Nya.

Dari beragam pandangan tersebut, setidaknya kita dapat pahami bahwa islam yang dimaksudkan dalam ayat-ayat al-Quran bukan sebatas Islam yang dinilai sebagai agama pengikut Rasulullah Saw, namun islam sebagai keberagamaan atau ajaran yang menyatakan diri sebagai hamba yang pasrah, tunduk, dan patuh kepada Tuhannya (Allah).

(Umniyyatul Ulya, mahasiswa dan tinggal di Depok)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru