26.1 C
Jakarta

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Menampilkan Wajah Islam yang Rahmah dan Maslahah

Artikel Trending

KhazanahPerempuanKongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Menampilkan Wajah Islam yang Rahmah dan Maslahah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dewasa ini, banyak orang belajar ilmu agama melalui media digital, seperti mengikuti kajian online dan akun media sosial tertentu, atau mendengarkan ceramah di YouTube. Seiring pesatnya perkembangan di era digital ini, mempelajari ilmu agama bisa dilakukan secara autodidak, tanpa mengenal langsung tokoh agama yang menjadi panutan atau guru.

Hal ini boleh dan sah saja dilakukan, tetapi ada beberapa hal yang layaknya perlu diperhatikan. Misalnya, apakah pandangan dan nilai yang disebarkan tokoh agama tersebut sejalan dengan esensi Islam, yakni agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta, serta memiliki visi untuk menebarkan kemaslahatan seluas-luasnya terhadap sesama.

Jika tidak demikian, tak jarang ada beberapa kelompok yang mengatasnamakan agama justru menjerumuskan orang-orang pada doktrin ajaran agama yang menormalisasi kekerasan dan mendominasi salah satu pihak saja. Bahkan, mugkin saja terindikasi kelompok ekstremisme.

Alih-alih memberikan rasa aman dan damai, agama justru dijadikan alat untuk berkuasa, bahkan menindas kelompok yang lemah. Oleh karenanya, penting untuk betul-betul selektif memilih tokoh agama yang akan dijadikan panutan. Tentunya, mereka yang meneladani nilai-nilai yang telah diajarkan Rasulullah SAW seperti para tokoh ulama KUPI, Kongres Ulama Perempuan Indonesia.

KUPI hadir pertama kali pada April 2017, tepatnya saat perhelatan kongres yang bertempat di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Cirebon. Kala itu, ratusan ulama perempuan di seluruh dunia hadir untuk merumuskan 3 isu utama tentang kekerasan seksual, perkawinan anak, dan kerusakan alam.

Serangkaian musyawarah keagamaan KUPI ini melahirkan pandangan, fatwa, serta nilai yang mencerminkan Islam rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi alam semesta. Tak hanya itu, pandangan ulama KUPI juga menekankan pada kemaslahatan yang diperoleh bagi semua pihak. Tanpa mendominasi dan berpihak pada salah satu pihak saja, apalagi merugikan pihak lainnya.

Oleh karenanya, KUPI menegaskan pandangan yang diyakini, salah satunya dengan mencantumkan diksi perempuan dalam istilah ulama perempuan. Diksi perempuan pada sebutan ulama perempuan bukan merujuk pada jenis kelamin, melainkan pandangan atau narasi keagamaan KUPI, yang mana didasari juga oleh pengalaman perempuan serta melibatkan peran perempuan dalam merumuskan fatwa.

Mengingat perempuan termasuk kelompok rentan, maka penting adanya keterwakilan perempuan untuk menyuarakan isu perempuan demi kemaslahatan yang seluas-luasnya. Misalnya, dalam menjawab realitas sosial seperti perempuan korban perkosaan yang dinikahkan dengan pelaku.

Menanggapi realitas tersebut, pandangan ulama KUPI melalui pendekatan dengan konsep makruf yang digagas oleh Nyai Hj. Badriyah Fayumi, mengatakan bahwa menikahkan perempuan korban perkosaan dengan pelaku bukan termasuk solusi yang terbaik.

Konsep makruf diartikan sebagai segala sesuatu yag mengandung nilai kebaikan, kebenaran, dan kepantasan yang sesuai dengan syari’at, akal sehat, dan pandangan umum masyarakat. Sedangkan, dalam kasus perempuan korban perkosaan yang dinikahkan dengan pelaku, justru bertentangan dengan konsep makruf.

BACA JUGA  Mindset Misogini, Dalang di Balik Terorisme Global

Alih-alih menyelesaikan perkara, perempuan korban perkosaan yang termasuk tindakan kekerasan seksual itu justru kemungkinan besar akan mengalami bentuk kekerasan yang lain. Hal ini sejalan dengan Qawa’id Fiqhiyyah yang berbunyi “Adh-dhararu laa yuzaalu bi adh-dharari”, artinya kemudlaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudlaratan.

Keberpihakan ulama KUPI terhadap korban kekerasan merupakan cerminan dari Islam yang rahmah. Seperti halnya dakwah Nabi Muhammad Saw yang mengangkat derajat perempuan, memanusiakan perempuan, dan memperlakukan perempuan secara bermartabat dan berkeadilan.

Tak hanya itu, banyak gagasan lainnya tercetus dari ulama KUPI yang menampilkan wajah Islam rahmatan lil ‘alamiin. Seperti konsep keadilan hakiki oleh Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm yang mana mempertimbangkan pengalaman sosial pun biologis perempuan yang khas. Sehingga, pandangan keagamaan yang dihasilkan tidak menambah kesakitan pun memperburuk kondisi perempuan yang mana termasuk kelompok rentan.

Selain itu, gagasan ulama KUPI lainnya ialah konsep mubadalah atau kesalingan yang digagas oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kadir, yang menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai subjek yang setara. Dari konsep mubadalah ini juga tidak hanya menciptakan hubungan manusia dengan Tuhan (hablun min Allah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun min an-nas), tetapi juga hubungan manusia dengan alam (hablun min al-‘alam).

Gerakan KUPI yang menyebarluaskan pandangan Islam progresif ini mendapat banyak dukungan dari pihak nasional maupun internasional, seperti Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Fahmina, Rahima, Alimat, GusDurian, Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara, UIN Walisongo Semarang serta pemerintah Provinsi Jawa Tengah, khususnya Pemerintah Kota Semarang dan Kabupaten Jepara sebagai tuan rumah.

Perhelatan KUPI 2 akan dilaksanakan pada tanggal 23-26 November 2022 ini, yang akan membahas 5 isu utama di antaranya; perlindungan perempuan dari bahaya pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan, perlindungan perempuan dari pemaksaan perkawinan, pengelolaan sampah bagi keselamatan dan keberlanjutan perempuan, peran perempuan dalam merawat NKRI dari bahaya ekstremisme, dan perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan.

Tak hanya kelima isu utama di atas, berbagai kegiatan lain juga akan diadakan seperti, international conference, mubadalah postgraduate forum, bedah buku dan side events lainnya. Dari serangkaian KUPI 2 ini, besar harapannya untuk dapat menampilkan wajah Islam yang rahmah serta memberikan kemaslahatan seluas-luasnya tak hanya bagi umat Islam saja, melainkan seluruh umat manusia dan alam semesta.

Yuyun Khairun Nisa
Yuyun Khairun Nisa
Mahasiswi Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember. Saat ini tergabung dalam komunitas Puan Menulis.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru