Harakatuna.com – FPI dan HTI reborn, kembali menuai banyak perbincangan di kalangan masyarakat sipil, lantaran setelah beberapa tahun sudah dimatikan oleh pemerintah, kini muncul kembali bertepatan dengan transisi pemerintahan Presiden Jokowi kepada Presiden Prabowo Subianto. Menarik untuk dikaji, sebab ini menunjukkan bahwa tantangan kebangsaan dalam menjaga keutuhan NKRI, tidak pernah selesai pada setiap periode kepemimpinan pemerintah baru, justru perlu komitmen pemerintah untuk terus bersikeras dalam memberantas kelompok-kelompok perampok bangsa.
HTI dan FPI memang bukan organisasi baru dalam spektrum organisasi keislaman di Indonesia. Keduanya dibubarkan oleh pemerintah, salah satunya dengan alasan bahwa visi yang mereka bawa bertentangan dengan Pancasila. Mereka memiliki tujuan besar untuk mendirikan negara khilafah di Indonesia. Apakah setelah dibubarkan mereka mati? Tentu tidak. Mereka menjelma dengan berbagai wajah, mulai dari komunitas, organisasi hingga lembaga filantropi dengan tujuan serupa.
Meski begitu, FPI dan HTI memiliki cara berbeda dalam melakukan gerakan. FPI cenderung pemberontak, bisa juga disebut makar. Wataknya pemarah dan sangar di depan publik. Hal itu berbanding terbalik dengan watak HTI yang soft dalam melakukan gerakan. Mereka menanamkan ideologi melalui pendidikan, di berbagai forum, dan mencuci otak dengan berbagai narasi keislaman dan pemburaman sejarah terhadap penegakan khilafah dalam sejarah Islam.
Keduanya sama berbahaya. Namun, niat busuk HTI yang sampai hari ini melakukan pergerakan yang cukup masif, terus menjadi salah satu hal yang wajib diwaspadai. HTI sangat berbanding terbalik dengan organisasi transnasional lainnya seperti JI ataupun JAD. Oleh karena itu, mengusir HTI dari Indonesia cukup sulit karena seperti belut yang licin, di mana sulit ditangkap sehingga pergerakannya masih sangat masif.
Salah satu strategi HTI dalam upaya memasifkan perjuangannya sampai hari ini adalah dengan menunggangi tren hijrah di kalangan muda. Strategi tersebut membuat mereka lebih mudah untuk mempengaruhi anak muda yang sedang hijrah untuk bergabung dalam komunitas dakwah/forum dalam menjalankan syariat Islam dan menegakkan khilafah.
Tanpa mengetahui lebih dalam mengenai materi yang disampaikan, dan siapa yang menyampaikan materi tersebut, kelompok muda yang sedang mencoba untuk hijrah atau memperbaiki diri agar lebih religius, menyerap begitu saja materi yang disampaikan oleh para simpatisan aktivis khilafah. Mereka akan lebih mudah untuk mendoktrin dan mengajak mereka untuk ikut bergabung ke dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.
Pembubaran HTI yang sudah dilakukan oleh pemerintah, tidak menjadi halangan bagi para aktivis khilafah untuk menghentikan perjuangan. Komunitas Royatul Islam (KARIM) menjadi salah satu jelmaan HTI pasca dibubarkan oleh pemerintah. Ia menyasar anak muda dengan berbagai kegiatan dan aktivitas serupa seperti HTI. Kajian, aksi demonstrasi terkait problematika sosial kemasyarakatan hingga kampanye penegakan khilafah di media sosial, menjadi salah satu bukti eksistensi komunitas tersebut di tengah-tengah masyarakat.
Jika dilihat dari pergerakan media sosialnya, mulai dari Instagram hingga Youtube, komunitas ini sudah tidak ada postingan baru semenjak tahun 2020 silam. Di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, misalnya. KARIM menjadi komunitas yang diisi oleh eks HTI. Pasca dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 2017, komunitas tersebut mengadakan kajian atau aktivitas dakwah dengan tertutup.
Pengisi kajiannya adalah biasanya mahasiswa pascasarjana UIN yang sudah sejak lama bergabung di HTI. Tema dakwah seputar demokrasi, masalah kebangsaan, yang pada akhirnya mengkampanyekan khilafah sebagai solusi dari setiap persoalan yang terjadi di Indonesia.
Namun, hari ini, jika melihat gerakan di media sosial dan di tengah masyarakat, apakah organisasi ini sudah mati? Tentu tidak. Mereka menjelma dengan berbagai wajah dan rupa dengan core value yang sama. Salah satu bukti eksistensi HTI masih berkeliaran hingga kini adalah keberadaan website, MuslimahNews. Media tersebut sampai hari ini terus melakukan propaganda untuk menyebarkan ideologi khilafah.
Sekalipun KARIM secara eksistensi tidak dilihat secara kasat mata, namun para aktivis khilafah memiliki seribu cara untuk terus menebarkan ideologinya. Mereka memiliki militansi yang tinggi untuk menerapkan pemerintahan Islam di Indonesia. Wallahu A’lam.