25.6 C
Jakarta

Koalisi Kaum Radikal HTI, FPI, dan PKS untuk Menghancurkan NKRI

Artikel Trending

Milenial IslamKoalisi Kaum Radikal HTI, FPI, dan PKS untuk Menghancurkan NKRI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kehebohan tentang Edy Mulyadi, yang menghina Kalimantan sebagai tempat jin buang anak, kemarin, menyisakan pertanyaan yang sangat krusial: benarkah para kaum radikal di Indonesia telah bersatu? Ini ditilik dari sejumlah fakta bahwa ia tidak sendirian ketika jumpa pers mengkritisi Ibu Kota baru (IKN). Beberapa tokoh hadir, dari lintas ideologi dan lintas organisasi, namun satu kepentingan, yaitu menghancurkan NKRI.

Sebagaimana telah diulas sebelumnya, dalam konferensi pers Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) yang tayang live di YouTube Ahmad Khozinudin itu, hadir Irwan Syaifullah, anggota Dewan Pengurus Pusat (DPP) HTI dan Azam Khan, Sekjend Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Edy Mulyadi sendiri, yang statemen rasisnya dikecam masyarakat Dayak, merupakan representasi PKS—partai yang berafiliasi pada organisasi transnasional Ikhwanul Muslimin.

Artinya di situ lengkap. Ada Khozinuddin dan Irwan mewakili HTI. Ada Edy mewakili PKS. Keduanya sama-sama berasal dari kelompok transnasional radikal yang anti-NKRI dan ingin mengganti Pancasila menjadi khilafah. Namun siapa menyangka bahwa koalisi tersebut juga melibatkan FPI, yakni simpatisannya? Apakah itu artinya HTI, FPI, dan PKS bersekongkol? Jawabannya jelas, mereka berkoalisi karena merasa menghadapi musuh yang sama, yaitu pemerintah.

FPI dalam koalisi kaum radikal tersebut diwakili oleh sejumlah advokat dan pemerhati media sosial. Ini kemudian menambah daftar keterlibatan FPI dalam propaganda terorisme di Indonesia. Bahwa selain Munarman dan laskar yang kini tengah dalam sorotan polisi, laskar lainnya telah menjalin kerja sama lintas organisasi dan lintas ideologi, yakni dengan HTI dan PKS. Semakin jelaslah bahwa FPI juga andil dalam upaya menghancurkan NKRI.

Koalisi Terorisme

Bergabungnya beberapa aktor HTI, FPI, dan PKS dalam satu paguyuban yang mengklaim memperjuangkan keadilan demi Islam merupakan sinyal buruk. Mengapa demikian? Karena penyatuan kekuatan tersebut akan memperluas ekspansi propaganda mereka dengan mengaku jadi ‘representasi Islam sepenuhnya’. Pada saat yang sama, pihak rival mereka anggap anti-Islam dan penuh kefasikan-kemunafikan dalam sistem thaghut.

Jumat (28/1) besok, Edy Mulyadi akan menjalani pemeriksaan kepolisian atas kasus ujaran kebencian. Namun apa yang terjadi? Koalisi HTI dan PKS kembali bermain narasi provokatif dan berhasil. Hari ini di Twitter tengah trending tagar #2022JokowiMundur yang isinya adalah memojokkan pemerintah sebagai pihak yang tidak adil. Sebagaimana yang sudah-sudah, playing victim mereka ialah: pemerintah hanya tegas pada umat Islam.

Apakah dengan alasan tersebut mereka layak dilabelisasi sebagai koalisi terorisme? Jelas tidak. Fakta yang sesungguhnya jauh lebih kompleks.

Koalisi terorisme yang dimaksud di sini bertolok ukur dua hal. Pertama, bersatunya organisasi yang berbeda secara ideologi demi tujuan menghancurkan sebuah sistem pemerintahan. Rasanya mustahil HTI berteman dengan PKS. Keduanya juga sangat susah untuk mesra dengan FPI. Berasal dari genealogi yang berbeda membuat mereka memiliki politik kepentingannya masing-masing. Jika ketiganya berkoalisi, berarti keadaannya sedang mendesak (urgent).

BACA JUGA  Kemajuan Bangsa-Negara Tidak Lahir dari Sistem Khilafah

Kedua, terlibatnya FPI—yang selama ini dikenal hanya sebagai golongan garis keras namun bukan teroris—dalam mendukung terorisme melalui maklumat dukungan mereka terhadap ISIS. Jadi sejak maklumat tersebut disusun tujuh tahun lalu, sepak terjang FPI tidak hanya apa yang tampak di atas ring, seperti sweeping, demo, dan sejenisnya. Sepak terjang mereka juga berlangsung secara underground melalui pembai’atas pada kelompok teror.

Di dalam koalisi itulah, HTI, FPI, dan PKS meleburkan ideologi awal mereka ke dalam agenda universal yang identik, yang menggaransi masing-masing dari kepentingan mereka. Maka koalisi tersebut disebut sebagai koalisi terorisme, dan menghancurkan NKRI sebagai cita-cita idealnya. Sekarang memang belum melakukan aksi teror, tetapi mereka akan segera melakukannya. Anehnya, dalam persoalan yang kompleks ini, pemerintah adem-adem saja.

Pemerintah Diam (?)

Pemerintah, baik melalui Densus 88 maupun BNPT, hanya sigap dengan tindak pidana terorisme belaka. Padahal, aksi teror hanyalah ujung gunung es. Sebelum teroris beraksi, mereka telah menyelesaikan banyak hal. Mereka telah melakukan koalisi, membentuk opini, dan membangun kesepahaman atas apa yang akan terjadi berikutnya. Ini semua tidak tersentuh oleh pemerintah, sehingga para pihak berwajib terkesan seperti diam.

Dalam kasus Edy Mulyadi, para aktivis HTI telah sigap dengan menyediakan lawyer-lawyer mereka untuk membangun opini publik akan kecacatan hukum yang didakwakan. Pada kasus Munarman juga demikian, membandingkannya dengan kasus lain yang pada akhirnya mengesankan ketidakadilan pemerintah dalam penegakan hukum. Semua polemik diseret untuk mencitrakan pemerintah sebagai otoritas yang zalim terhadap umat Islam.

Di sini kemudian terjawab, bahwa pemerintah sebenarnya tidak diam, namun kalah sigap dan kalah masif dalam merebut opini publik. Harus diakui, seandainya tidak ada relawan yang mengungkap siapa aktor-aktor di balik konferensi pers KPAU yang menelanjangi rencana pemerintah ihwal IKN kemarin, siapa yang akan menyadari bahwa mereka semua adalah para aktivis khilafah yang anti-NKRI? Koalisi mereka sangat halus dan sistematis.

Kaum radikal berkoalisi dengan tujuan mencitraburukkan pemerintah, yang pada akhirnya akan menghancurkan NKRI itu sendiri. Kasus Munarman sebagai bukti koalisi FPI dengan ISIS merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Begitu pula kasus yang menyeret Edy Mulyadi dan Azam Khan adalah bukti bahwa koalisi terorisme semakin meluas.

Upaya menghancurkan NKRI tengah digodok secara masif melalui koalisi HTI, FPI, dan afiliasi Ikhwanul Muslimin. Di mana posisi tegas kita? Di mana tindakan tegas pemerintah?

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru