29 C
Jakarta

Kiai Ma’ruf Simbol Ulama Moderat

Artikel Trending

Milenial IslamKiai Ma’ruf Simbol Ulama Moderat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Siapa yang tak kenal kiai Ma’ruf Amin, gelar profesornya di bidang ilmu ekonomi syariah. Sedangkan keulamaannya banyak dari semua kalangan mengenalnya seorang kiai yang mumpuni bidang agama dan fikih (hukum Islam). Istilah yang melekat, ia adalah ulama yang sangat menjunjung tinggi nasionalisme dan memiliki semangat penegakan Islam moderat.

Dalam konteks agama dan negara, kiai Ma’ruf tak hanya dipandang sebagai figur agama, yaitu ulama yang pernah menduduki jabatan rais ‘aam syuriah Nahdlatul Ulama (NU), dan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di sisi lain, kiprah politiknya dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuatnya menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat – RI.

Keilmuannya dalam bidang agama, dan fikih tampak mengangkat kiai Ma’ruf tidak hanya sebagai ulama besar dan kharismatik. Akan tetapi, menjadi wakil presiden – RI periode pemerintahan Jokowi jilid II. Melalui pemikiran dan kelincahannya kini menuntutnya memikul tanggung jawab politik kebangsaan.

Poyeksi politik hukum Islam pada era Jokowi-Ma’ruf ada dua hal. Pertama, mendorong moderasi beragama dan Islam moderat dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum. Kedua, program pembangunan ekonomi syariah berkelas dunia guna menggerakkan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.

Kiai Ma’ruf dalam perspektif kompleks, menawarkan sumber daya program yang dapat memajukan Indonesia kedepannya. Oleh karena itu, Indonesia maju tidak hanya dari sisi perekonomian. Melainkan dari sisi kemajemukan atau pluralitas agama untuk menjadi tiang penguatan toleransi dan empat pilar kebangsaan.

Safari politik kiai Ma’ruf tak dapat dipungkiri, karena telah melakukan kunjungan ke berbagai daerah-daerah, lembaga-lembaga pendidkan, dan sekolah-sekolah. Safari itu menunjukkan peran dan motivasinya dalam rangka untuk memajukan pendidikan Indonesia yang produktif, kompetitif, dan berkelanjutan.

Parameter simbol keulamaan kiai Ma’ruf yang moderat pasca ia menjadi pembicara dalam kuliah umum di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, (Kompas: 19/2/2020). Menegaskan, “Perlunya imunisasi untuk mencegah penyebaran paham radikalisme di kalangan masyarakat. Karena itu, langkah untuk mencegah penyebaran paham radikalisme melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan lembaga pendidikan kampus serta sekolah agama”.

Kiai Ma’ruf Mencegah Ideologi Keras

Tampaknya aktivitas kiai Ma’ruf sebagai pembaharu Islam di Indonesia menghendaki adanya penguatan toleransi melalui moderasi beragama yang berpihak pada kepentingan umat (al-maslahah al-ummah). Keberpihakan tersebut tentu bertujuan untuk mencapai keadilan (al-‘adalah) masyarakat supaya dapat berpikir moderat (tawassuth).

Efek sampingnya, peran moderasi beragama dapat menutup potensi paham khilafatisme, radikalisme, ekstremisme, dan intoleransi yang menjadi ancaman pada persoalan ideologis. Apalagi virus yang tidak dapat ditangani secara medis ini bisa jadi adalah bayaha laten pada Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, dan UUD 1945.

Golongan Ideologi kekerasan yang muncul dari kelompok masyarakat karena disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, pemahaman atau wawasan agama yang sempit. Kedua, faktor belajar agama dari internet atau da’i yang baru-baru tampil di media sosial. Ketiga, lemahnya kesadaran masyarakat. Keempat, krisis membaca literasi. Kelima, lemahnya atas pemahaman dan pembentukan karakter jiwa nasionalisme. Keenam, persoalan ketidakadilan ekonomi.

BACA JUGA  Rajab, Bulan Penuh Pahala untuk Memerangi Khilafahisme

Jika semua faktor tersebut tidak diupayakan pencegahan, maka dapat memudahkan para penyebar paham radikalisme, ekstremisme, intoleransi, dan khilafatisme memasuki instansi-instansi, dan masyarakat Indonesia. Sehingga mereka, khususnya masyarakat awam berpotensi terpecah akibat saling salah-menyalahkan dan penghakiman.

Organisasi masyarakat di Indonesia terbukti Hizbut Tahrir sebagai sebuah kekuatan civil society. Namun, kekuatan ini malah berjalan bengkok karena mengarah pada perubahan sistem pemerintahan (politik, hukum, ekonomi). Bahkan, berkeinginan mengganti ideologi. Yaitu, Pancasila dengan ideologi khilafah Islamiyah.

Kelompok seperti Hizbut Tahrir yang memperjuangkan implementasi syariat Islam di bawah khilafah menunjukkan adanya pemberontakan pada negara. Adapun penafsiran mereka terhadap pembenturan agama dan negara yang tidak dianggap relevan justru membuat kelompok atau ormas tersebut tidak mampu bertahan lama hidup.

Ide khilafah yang tampak tergolong ekstrem, radikal, dan intoleran sungguh bertentangan dengan visi-misi kiai Ma’ruf sebagai pemimpin masyarakat dan ulama yang berjiwa nasionalis, dan berpikir moderat. Untuk itu, pemikirannya tidak secara langsung mendorong adanya deradikalisasi radikalisme terhadap kelompok dan masyarakat.

Mendorong Pencegahan

Dalam wawancara ekslusif bbc.com (05/11/2020) kiai Ma’ruf tegas. “Penanggulangan radikalisme itu harus dilakukan secara komprehensif, dari hulu ke hilir, dan juga struktural maupun kultural. Karena itu tidak hanya menangani dari hilir, yaitu deradikalisasi, tapi juga harus merupakan penangkalan. Kontra-radikalisme untuk mencegah orang-orang supaya tidak terpapar, jadi pencegahan”.

Menurut hemat penulis, pemikiran kiai Ma’ruf menggunakan pendekatan moderatisme. Yaitu, dengan mendorong inovasi moderasi beragama dan Islam moderat sebagaimana adagium menyatakan (majelis fathul hidayah 21/01/2020), “Al-muhafadhah ‘alal qadim al-shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”. Artinya, memelihara tradisi yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.

Dalam konteks ini, membenturkan agama dan negara dalam hal ini Pancasila dengan khilafah merupakan persoalan yang tidak substansial ketika dibenturkan. Lantas, apakah Pancasila yang telah membuat cara pandang kita semakin moderat dan bersatu adalah thaghut. Istilah ini yang kian mudah mengkafir-kafirkan orang lain hingga sesama muslim.

Solusi persatuan itu hanya dapat kita tempuh dengan mengambil Pancasila sebagai ideologi yang bisa mendekatkan pada kemaslahatan (persatuan/kebhinekaan). Sedangkan khilafah hanya ideologi dan pikiran kaum intoleran, radikalis, dan esktremis yang berpotensi memicu api perpecahan dan permusuhan.

Alhasil, simbol keulamaan kiai Ma’ruf bukan hanya pada wilayah ekonomi syariah (hukum Islam). Namun, simbol keulamannya sebagai pemimpin masyarakat yang memiliki cara pandang moderat dan toleran terhadap perbedaan. Sehingga sangat wajar jika ia ikut andil untuk menjaga masa depan bangsa Indonesia dari arus ideologi transnasional.

Kiai Ma’ruf bukan satu-satunya ulama yang memiliki cara pandang keagamaan yang moderat. Pun ada kiai Abdurrahman Wahid alias Gusdur, kiai Hasyim Muzadi, dan kiai Sholahudin Wahid. Ulama-ulama ini memiliki sejarah yang tidak terlupakan dalam memori kita, khususnya dalam hal moderasi beragam atau Islam moderat (Islam wasathiyah).

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru