29.7 C
Jakarta
Array

Kiai Maimoen Zubair dan Tantangan Radikalisme di Indonesia

Artikel Trending

Kiai Maimoen Zubair dan Tantangan Radikalisme di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kiai Maimoen Zubair merupakan ulama kharismatik, dan lokomotif ulama yang cukup dikenal religius, dan nasionalis. Dalam pelbagai kesempatan, dari panggung ke panggung ia salah satu ulama sepuh Nahdlatul Ulama (NU) yang getol menyuarakan terkait pentingnya menjaga bingkai persaudaraan di tanah air ini.

Kepanjangan dari PBNU pernah ia tegaskan dari empat pilar kebangsaan terdiri dari Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Ia pun memberikan wawasan penting yang bermakna dalam menjaga sikap peduli kemanusiaan, toleransi perbedaan, persatuan, dan kebersamaan dalam suatu bangsa, dan negara.

Sebagai ulama penggerak, pengawal, pembela NKRI, dan penjaga ideologi Pancasila telah menunjukkan eksistensi kecintaannya kepada nasionalisme dan agama melalui pemikiranya. Jihad kiai Maimoen Zubair tentang empat pilar kebangsaan dapat meningkatkan kesadaran kita dalam mengamalkan etika, dan moral.

Melalui pandangannya yang konstruktif, telah berdampak positif kepada moderasi keummatan, kebangsaan, keislaman, dan keindonesiaan. Semua aspek ini tidak hanya membawa perubahan dalam cara pandang berpikir kita kepada negara. Melainkan dengan sikapnya yang pro-aktif kepada Pancasila tentu hal yang relevan.

Di samping itu, kiai Maimoen adalah seorang ulama sepuh NU yang relatif dikenal ‘alim, tawadu’, wara’, qana’ah, yakin, dan juga berakhlak mulia. Di sela-sela kesibukannya membina pondok pesantren, ia pun salah satu ulama yang konsisten di PPP. Bahkan, dengan kewibawaannya membuat elit politik, dan pejabat negara ta’dzim kepadanya.

Selain kiai Maimoen sosok ulama yang mumpuni dalam bidang ilmu nahwu, sharaf, fikih, ushul fikih, tasawuf, dan kitab-kitab klasik lainnya. Lebih dari itu, dengan ke’alimannya telah menjadikannya sebagai ulama pemersatu semua golongan. Artinya, dari karakternya yang toleran sungguh hal itu merupakan keniscayaan.

Sikapnya yang bijaksana, dan kemasyhurannya di tanah Jawa, telah mencerminkan ulama yang menghormati kemanusiaan, serta mencintai keislaman, kebangsaan, dan keindonesiaan. Di tengah kesemangatannya mengawal Pancasila, dan NKRI, tampak membuat hubungan persaudaraan (ukhwah) kita semakin melekat.

Loyalitasnya kepada negara, dan bangsa tentu tidak dapat diragukan lagi, terutama kepada nasionalisme dan agama itu sendiri. Sungguh begitu besar pengorbanan, dan perjuangan-nya dalam upaya mencerdaskan generasi Indonesia agar tidak mudah terlena atas isu-isu yang memecah belah bangsa kita (radikalisme, intoleransi, terorisme).

Wabah Radikalisme

Maraknya radikalisme tidak hanya merusak citra agama Islam, lewat gerakan ekonomi, dan media dakwah. Akan tetapi, racun radikalisme telah berhasil mempengaruhi sebagian organisasi masyarakat (Ormas) di Indonesia. Bahkan, melakukan rekrutmen kaderisasi hingga mengadakan kegiatan dakwah di berbagai perguruan tinggi.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan Setara Institute terdapat 10 (sepuluh) perguruan tinggi negeri terpapar radikal. Antara lain: Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (ITB), UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (UB), dan Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Mataram (Unram).

Radikalisme adalah pemahaman ekstremitas yang cenderung bertindak kekerasan lewat agama, ekonomi (kapitalisasi), media dakwah, dan lembaga pendidikan. Komitmen Ormas Islam yang terjaring radikal seperti HTI, dan FPI telah menunjukkan eksitensinya melalui gagasannya NKRI Bersyariah, dan Khilafah Islamiyah.

Dengan gagasan kelompok Islam ekstrem tersebut telah memperlihatkan sikapnya yang tidak pro atas pemikiran kiai Maimoen Zubair yang nasionalis-religius. Ketidaksepakatan karena faktor ideologis ini cukup meresahkan bangsa kita khawatir akan terjadi perang saudara besar yang menimbulkan perpecahan bagi warga NKRI.

Apalagi sejak kemunculan Ormas Islam radikal di Indonesia ini tidak hanya mereduksi ruang dalam membangun persaudaraan, tetapi merusak tatanan empat pilar kebangsaan (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945) sebagai rumah yang kita cintai bersama.

Meneladani Kiai Maimoen Zubair

Merawat oase kebhinekaan itu bukan hal yang sangat mudah, sebab itu membutuhkan seorang figur yang memiliki sikap bijaksana, dan akhlak yang sopan-santun, ramah, dan lemah lembut dalam menghadapi persoalan kebangsaan seperti kiai Maimoen Zubair.

Simbol keulamaannya mencerminkan sebagai lokomotif awal utama munculnya Islam yang tradisional-modern. Artinya, Islam yang ada di negeri ini memiliki ciri khas tersendiri. Karena itu, banyak berbagai macam suku, etnis, dan agama.

Kiai Maimoen Zubair memiliki perspektif tersendiri dalam berkomitmen menjaga ideologi negara (Pancasila). Komitmen kebangsaan tersebut tentu sangat menyadarkan kita terhadap pelbagai macam persoalan yang memicu konflik besar di negeri ini. Sehingga, di tengah upaya-upaya untuk mencerahkan (tanwir) kehidupan bangsa tentu akan menjadi sebuah tuntutan.

Maraknya radikalisme dewasa ini, dapat kita cegah dan diselamatkan dengan cara mengobarkan spirit gerakan-gerakan pemikiran kiai Maimoen Zubair yang menegaskan istilah dari PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945) sebagai suatu landasan maupun dalil-dalil keagamaan yang kokoh untuk menjawab, dan mencegah virus-virus radikalisme.

Alhasil, hikmah dari pemikiran kiai sang pembela Pancasila, dan NKRI ini akan menjadi sebuah tuntutan bagi kita untuk lebih semangat lagi meningkatkan jihad dari sikap ulama yang Pancasilais, serta berkomitmen menjaga rumah persatuan, dan bangunan kebangsaan (Pancasila) kita kedepannya.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru