26.1 C
Jakarta
Array

Khutbah untuk Syi’ar Agama dan Mencerahkan Umat

Artikel Trending

Khutbah untuk Syi’ar Agama dan Mencerahkan Umat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebenarnya fenomena khutbah berisi konten intoleransi sudah pernah terjadi pada zaman saat bani Umayah memegang tongkat kekuasaan. Di akhir khutbah selalu berisi maki-makian terhadap sahabat Ali dan keluarganya. Namun, saat khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa, maki-makian tersebut dilarang. Sebagai gantinya diakhir khutbah di ganti dengan membca surat An-Nahl ayat 90.

Kenyataannya, saat ini banyak sekali mimbar-mimbar khutbah yang dipakai untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Mulai kepentingan politik hingga kepentingan yang mengarah pada intoleransi dan radikalisme. Tidak heran bila kemudian isi khutbah malah ujaran kebencian dan provokasi.

Kita harus sadar terlebih dahulu bila sholat jumat (jumatan) termasuk ibadah  syi’ar agama. Orang harus meluangkan untuk berkumpul tiap minggu (hari Jumat) demi menunaikan sholat bersama di masjid. Ada dimensi ukhuwah islamiyah di sini. Yang menarik umat Islam tidak hanya berkumpul di masjid kemudian sholat berjamaa’ah semata, namun sebelumnya ada khutbahnya.

Khutbah ini seharusnya dimanfaatkan betul sebagai ajang mendidik umat. Meskipun durasinya singkat, setidaknya berisi ajakan-ajakan dan nilai-nilai kebajikan serta perdamaian. Jangan justru diisi dengan paham-paham radikal dan intoleransi. Keduanya ini dapat meracuni pemikiran umat bahkan menciderai esensi sholat jumat itu sendiri.

Penulis teringat tentang khutbah-khutbah yang disampaikan di desa penulis. Khutbah selalu berisi ajakan-ajakan untuk berbuat kebajikan dan taqwa. Isinya sangat menentramakan. Mulai dari bagaimana kita harus sabar menghadapi kehidupan, meniru akhlak Nabi Muhammad SAW, ikhlas terhadap takdir Allah, menjaga ukhuwah islamiyah, pentingnya rukun dengan tetangga, mendidik anak agar sholeh, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, serta masih banyak lagi konten khutbah yang mendidik dan mencerahkan. Mungkin penulis kira desa-desa belum begitu terinveksi oleh gerakan-gerakan radikal, sehingga konten-konten khutbahnya adem, menetramkan, mencerahkan dan mendidik.

Berbeda dengan di kota (meskipun sebagian kecil) yang masyarakatnya sudah heterogen. Menerima berbagai macam golongan dan aliran. Secara tidak sadar telah terinveksi radikalisme dan intoleransi. Bahkan agen-agen tadi sudah tidak segan-segan untuk menebarkan pemahaman radikal dan intoleran tersebut di muka umum. Misalnya dalam khutbah jumat. Khutbah jumatnya berapi-api. Suaranya lantang. Namun isinya memaki-maki pihak lain yang tidak sepemahaman. Penuh provokasi bahkan tidak jarang jatuh pada ujaran kebencian.

Khutbah yang demikian pasti mengganggu kelangsungan kehidupan umat Islam dan agama Islam. Banyak audience khutbah jumat berupa anak-anak dan orang awam. Sekilas khutbah-khutbah tesebut memang menarik, tapi sebenarnya menjerumuskan. Tentu ini akan sangat bebahaya bagi umat Islam bila menelan mentah-mentah konten khutbah tersebut.

Selanjutnya agama Islam dalam jangka panjang bisa dianggap sebagai agama yang pro terhadap radikalisme dan intoleransi jika melestarikan khotib-khotib yang suka menebarkan provokasi, ujaran kebencian dan makar. Padahal khutbah temasuk rukun dalam sholat jumat, sedangan sholat jumat sendiri termasuk ajaran dalam Islam.

Memang perlu ada sebuah kurikulum khutbah jumat. Pemerintah atau Dewan Masjid Indonesia (DMI) perlu segera mengeluarkan kurikulum tersebut sebagai pihak yang punya otoritas. Ini untuk mengantisipasi agar tidak ada konten khutbah-khutbah yang megarah kepada provokasi, ujaran kebencian, radikalisme dan intoleransi. Karena sudah jelas efek dan dampaknya seperti apa.

Atau paling tidak pihak pengurus atau ta’mir masjid mempunyai alternatif lain. Pihak pengurus masjid tidak boleh kecolongan. Ia berhak menentukan siapa yang boleh berkuthbah dan sepeti apa gambaran secara umum kontennya. Pengurus masjid bisa melihat track record dari khotib sebagai pertimbangan apakah layak atau tidak menjadi khotib (dalam artian tidak menebar  provoakasi dan makar saat nanti berkhutbah). Sehingga khutbah benar-benar menjadi mimbar yang mendidik, mencerahkan dan syi’ar agama.

[zombify_post]

Ahmad Solkan
Ahmad Solkan
Penulis lepas, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru