30 C
Jakarta

Khilafatul Muslimin, Khilafah Ahmadiyah, dan Urgensi Pembumian Pancasila

Artikel Trending

KhazanahOpiniKhilafatul Muslimin, Khilafah Ahmadiyah, dan Urgensi Pembumian Pancasila
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Menjelang peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni yang lalu, publik dikejutkan dengan peristiwa konvoi beratribut khilafah yang dilakukan oleh “Khilafatul Muslimin”. Dengan kostum serba hijau-putih mereka menyusuri jalan raya dengan memekikkan takbir untuk mendukung ditegakkannya khilafah Islamiyah di Indonesia. Mereka melakukan konvoi agitatif di berbagai tempat, salah satunya yang viral di media sosial terjadi di Cawang, Jakarta Timur, Minggu (29/5), yan dipimpin oleh Muhammad Abudan.

Viralnya konvoi ini karena mereka membawa poster berseruan khilafah, di antaranya, “Jadilah Pelopor Penegak Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah,” dan “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah”. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya penolakan dari berbagai ormas di Indonesia.

Salah satunya oleh pengamat terorisme Nahdlatul Ulama, Makmun Rosyid (2022), yang mengatakan bahwa Khilafatul muslimin sangat berbahaya, kita semua harus meyakinkan pemerintah bahwa Khilafatul Muslimin sangat berbahaya untuk stabilitas dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian Sekjend Muhammadiyah, Profesor Abdul Mu’ti (2022) mengatakan bahwa warga masyarakat dimohon agar tidak terpengaruh oleh selebaran poster dan berbagai informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan itu.

Jika kita lihat di kanal medsos, peserta konvoi sebagian besar berasal dari kalangan anak muda. Ini menandakan bahwa anak muda ternyata cukup rentan terpapar oleh ideologi khilafah. Sebagai ormas, Hizbut Tahrir sempat menjadi corong penegakan khilafah di Indonesia, namun mereka telah dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 2017 lalu.

Sebagai ideologi, khilafah sejauh ini masih sukar untuk direduksi perkembangannya, mengingat mereka mampu bertransformasi dengan berbagai aktivisme gerakan, baik soft maupun hard movement.

Masih kuatnya ideologi khilafah yang diperjuangkan oleh para simpatisan radikal ini karena basis ideologi khilafah dibaluti dengan narasi agama, yakni Islam. Hal ini justru berbeda dengan ideologi Marxisme, Komunisme dan Leninisme (MKL), yang hanya berada pada level kajian akademis di kampus dan sudah termakan zaman sebagai ideologi gerakan.

Sebagai ideologi, MKL sejauh ini sudah tidak diperjuangkan lagi, sebagaimana khilafah, mengingat MKL memang tidak ada spirit agama di dalamnya.  Karena agama menjadi penyebab utama fanatisme kepada pemeluknya dan bahkan mereka berani mati untuk memperjuangkannya.

Khilafah Ahmadiyah?

Dalam wawancara ekslusif Aiman, di Kompas TV (3/06), Abudan selaku Amir Khilafatul Muslimin di wilayah Jakarta Raya menyampaikan bahwa mereka tidak menghendaki mengganti pancasila dengan ideologi khilafah. Menurutnya, khilafah tidak sama dengan konsep negara. Kami menghendaki adanya satu kepemimpinan agama di seluruh dunia. Negara seperti Indonesia, Malaysia dan sebagainya akan tetap ada, namun di bawah naungan panji khilafah.

Menilik argumentasi ini, penulis kemudian teringat dengan konsep khilafah ala Ahmadiyah. Konsep Khilafah Ahmadiyah sendiri menghendaki pimpinan agama yang terpusat se dunia, yang saat ini dipimpin oleh Hazrat Mirza Ahmad dan berkantor pusat di London Inggris. Namun konsep khilafah Ahmadiyah hanya bersifat teologis semata dan mereka justru sangat menghormati nation state suatu negara dan tidak berupaya mengganti dengan ideologi khilafahnya. Maka dari itu, di benua Eropa dan Amerika, komunitas Ahmadiyah justru diterima, dan hal ini justru berbeda dengan realitas khilafah ala HT dan Khilafatul Muslimin ini.

BACA JUGA  Apakah Dakwah Harus Mengislamkan non-Muslim?

Konsep Khilafah ala Khilafatul Muslimin, jelas bermuatan Islamisme yang menghendaki transformasi politik dari demokrasi ke teokrasi. Oleh karenanya eksistensi mereka dilarang dan terus diwaspadai oleh hampir seluruh negara di dunia. Semakin jelas di sini, wawancara di atas hanya untuk bersembunyi agar gerakan mereka bisa aman dari jeratan hukum.

Urgensi Pancasila

Mengapa mereka ini dilarang oleh Negara? karena mereka itu memperjuangkan ideologi yang utopis dan bertentangan dengan ideologi pancasila. Di tengah realitas plural bangsa dan pancasila sebagai ideologi titik temu, ideologi kelompok mereka pasti akan senantiasa kalah tanding dengan ideologi pancasila. Mengingat spirit ideologis mereka yang tidak plural. Mereka menghendaki satu wajah ideologis di tengah pluralitas bangsa yang diikat oleh Pancasila.

Momentum peringatan hari lahirnya Pancasila dimanfaatkan oleh mereka untuk mengasong ideologi khilafahnya ke masyarakat. Namun ternyata, kecintaan masyarakat sejauh ini terhadap bangsa dan negara jauh lebih besar daripada janji-janji utopis kelompok radikalis khilafah. Hal ini bisa dilihat antusiasme masyarakat (netizen Indonesia) di medsos tidak terlalu berlarut-larut membincang gerakan radikal ini.

Apalagi bersamaan dengan hari lahir Pancasila 1 Juni yang lalu, Presiden Jokowi dengan Ibu negara melakukan napak tilas ke Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur sebagai tempat perenungan munculnya ideologi pancasila Sukarno ketika diasingkan di sana pada tahun 1934. Napak tilas ini begitu meriah disaksikan oleh masyarakat di Ende dan disiarkan langsung di akun Instagram Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Oleh karenanya, membumikan pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi penting untuk terus dilakukan. Khususnya untuk kawula muda yang sungguh sangat mudah terpapar oleh ideologi radikal. Mengapa pancasila sangat penting bagi bangsa Indonesia? Sebagaimana pendapat Kyai Hasyim Muzadi (w. 2015), karena pancasila bukan agama, tetapi Pancasila juga tidak bertentangan dengan agama.

Pancasila bukan jalan, tetapi pancasila adalah titik temu antara banyak perbedaan jalan. Perbedaan antara agama, suku dan budaya serta bahasa hanya pancasila lah yang bisa menyatukan perbedaan tersebut.

Akhirnya, Mari bersama-sama tolak Ideologi khilafah dan terus semarakkan pembumian pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Ferdiansyah
Ferdiansyah
Peneliti The Al-Falah Institute Yogyakarta, IG: @ferdiansahjy

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru