25.9 C
Jakarta

Khilafatul Muslimin, Benarkah Membawa Misi Islam Sejati?

Artikel Trending

KhazanahTelaahKhilafatul Muslimin, Benarkah Membawa Misi Islam Sejati?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Kemunculan sekelompok orang yang menyebut dirinya adalah khilafatul muslimin dengan aksi konvoi motor yang membawa spanduk ajakan khilafah, sempat mengagetkan warga sekitar. Kelompok ini dengan cara sengaja dan secara frontal membawa spanduk yang berisi “Jadilah pelopor penegak khilafah ala minhajin nubuwah” yang terjadi di Cawang, Jakarta Timur, Minggu (29/5), pukul 09.14 WIB.

Pada beberapa spanduk lain, tertulis dengan jelas sebuah kalimat “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah,” sebagai ajakan kepada para masyarakat yang turut menyaksikan aksi tersebut. Disisi lain, aksi yang sangat konyol itu mendapat penolakan yang sangat keras dari pelbagai pihak. Hal ini bisa dilihat dari penolakan Muhammadiyah, PBNU, PKB, Partai Garuda, dll.

Kehadiran Khilafatul Muslimin ini nyatanya bagian dari golongan para pejuang khilafah yang selama ini selalu mendapat penolakan keras dari pemerintah. Organisasi semacam ini sangat dilarang keberadaannya sebab membahakan Indonesia sebagai negara kesatuan dan persatuan.

Di sisi lain, gerak yang dilakukan oleh kelompok khilafatul muslimin tidak bisa kita selesaikan begitu saja. Sebab pada kenyataannya, kelompok ini memiliki relasi yang kuat dengan pelbagai dinamika organisasi yang berjalan untuk menjalankan misinya. Secara eksistensi, kelompok ini berbahaya bagi negara Indonesia dan menjadi ancaman keutuhan bangsa.  Namun, benarkanhkelompok ini membawa misi Islam sejati?

Khilafatul muslimin erat sekali dengan terorisme

Secara keorganisasian, Abdul Qadir Hasan Baraja merupakan pendiri dari organisasi khilafatul muslimin. Ia pernah menjadi tangan kanan Abu Bakar Ba’asyir di Pondok pesantren Ngruki. Dalam sejarah perjalanan hidupnya, ia dipenjara selama dua kali. Pertama, berhubungan teror Warman pada tahun 1979. Kedua, berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada tahun 1985.

Selepas bebas pada tahun 1997, ia mendirikan organisasi khilafatul muslimin dengan tujuan untuk melanjutkan kekhalifahan muslim. Keberadaan organisasi ini tidak jauh berbeda dengan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Ia adalah organisasi yang bertentangan dengan negara Indonesia, Pancasila dan menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa.

Dari penjelasan ini bisa dipahami bahwa, sepak terjang Abdul Qadir Hasan Baraja adalah seorang yang dekat sekali dengan terorisme. Pemikiran, gerakan dan peta hidup yang sudah dijalani sangat erat sekali dengan terorisme. Hal itu bisa menjadi kacamata masyarakat untuk memandang lebih jauh bagaimana arah gerakan organisasi yang didirikan, di masa yang akan datang.

BACA JUGA  Politik Identitas dan Politik Dinasti: Dua Isu Besar dalam Pemilu 2024

Melalui sepak terjang organisasi ini, kita sudah memahami bagaimana arah gerakan yang dilakukan oleh Khilafatul Muslimin dalam mencapai tujuan dan cita-cita organisasi. Sejalan dengan itu, dakwah yang dijalankan tentunya berseberangan dengan Pancasila sebagai dasar negara. Melalui pemahaman serupa, anggapan bahwa pemerintah adalah taghut, kafir dan seluruh elemen di dalamnya sangat pasti dimiliki oleh kelompok khilafatul muslimin.

Islam sejati yang dikampanyekan oleh khilafatul Muslimin tidak lebih dari sekedar taktik politik untuk melengserkan pemerintah resmi dan mengganti Pancasila dengan dalil agama Islam. Padahal sebenarnya, ia tidak membawa misi Islam sejati, justru sebaliknya. Mereka membawa Islam sebagai alat untuk mengambil kekuasaan dari pemerintah resmi.

Kehadiran khilafatul muslimin tidak lebih dari sebuah pengingat kepada semua bangsa Indonesia, mulai dari masyarakat sipil, pemerintah hingga masyarakat pada umumnya bahwa, ideologi impor yang dibawa oleh beberapa orang dan memaksakan diri untuk diterapkan di Indonesia menjadi ancaman dan tantangan besar di Indonesia. Kita tidak bisa untuk menyepelekan dan menganggap remeh fenomena tersebut.

Hal yang sangat perlu dilakukan adalah bagaimana semua elemen bisa saling membantu, bahu-membahu untuk terus bekerjasama dalam melawan kelompok-kelompok ancaman bangsa Indonesia. Salah satu kehadiran yang sangat penting untuk terus dilakukan adalah kontra narasi dalam melihat fenomena yang terjadi. Kontra narasi sangat perlu untuk diproduksi namun harus lebih bersifat lembut dan tidak menciptakan ruang perdebatan yang panjang.

Hal ini karena, seperti yang disampaikan oleh Unaesa Rahmah, peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) NTU Singapura dalam acara workshop Worskshop of Evaluation of Peaceful Narratives and Covid-19 yang diadakan oleh El-Bukhari Institute pada 1/06/ 2022 kemarin menjelaskan bahwa,  interaksi antara kelompok ekstremisme dengan kelompok moderat dan konservatif masih dalam bentuk debat yang tidak jarang malah memperuncing ideologi dan worldview mereka masing-masing. Sehingga menjadi tanggung jawab untuk berproses memproduksi konten narasi yang bisa diterima oleh masyarakat secara umum.

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru