27.5 C
Jakarta

Khilafatul Muslimin (5); Mungkinkah Membasmi Kelompok Khilafah yang Beragam di Indonesia?

Artikel Trending

Milenial IslamKhilafatul Muslimin (5); Mungkinkah Membasmi Kelompok Khilafah yang Beragam di Indonesia?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pembahasan tentang Khilafatul Muslimin sudah sangat melimpah. Sang tokoh kunci, Abdul Qadir Baraja sebagai Amirul Mukminin dan Zulkifli Rahman sebagai Amir Daulah, juga sudah dikupas habis. Ideologi dan pergerakan mereka sebagai kelompok aktivis khilafah, juga sudah. Terkini, ulasan tentang framing islamofobia oleh salah satu tokoh Khilafatul Muslimin juga kelar. Rasa-rasanya, pembahasan terkait sudah cukup lengkap. Lalu apa selanjutnya yang penting untuk diulas?

Di media sosial, pro-kontra Khilafatul Muslimin sebenarnya masih relatif hangat. Terutama ketika kepolisian menyita uang kas miliaran, yang sudah barang tentu merupakan funding hasil baitul mal—karena basis pendanaan Khilafatul Muslimin tidak seperti JI yang melalui kotak amal atau lembaga filantropi manipulatif lainnya. Artinya, uang kas tersebut murni hak Khilafatul Muslimin, iuran anggota. Itu yang kemudian netizen perdebatkan.

Analisis lainnya, yang agak tajam, tapi sebenarnya cacat nalar, ialah konten Aab Elkarimi di TikTok yang telah dapat ribuan komentar dari warganet. Menurut Aab, Khilafatul Muslimin merupakan operasi cipta kondisi untuk kepentingan politik elektoral, apalagi di tengah ributnya berita Khilafatul Muslimin muncul juga penyusupan HTI dan FPI yang ternyata palsu. Singkat kata, Aab bersimpati pada HTI, lalu berargumen bahwa anti-khilafah akan membuat seseorang keluar dari Islam alias murtad.

Jika disimpulkan, berita Khilafatul Muslimin ternyata tidak berhenti pasca-penangkapan Sang Khalifah, melainkan bergulir terhadap isu-isu kekhilafahan secara umum. HTI mulai buka suara, dan Aab Elkarimi adalah contoh konkretnya. Aab sebagai representasi HTI buka suara dan menebarkan hoaks tentang operasi cipta kondisi dan mendesak seluruh umat Muslim untuk berpegang pada khilafah. Padahal tujuannya jelas, Aab dan HTI lagi bikin benteng takutnya HTI juga dibredel seperti Khilafatul Muslimin.

Maka, dengan demikian, yang penting untuk diulas selanjutnya ialah, mungkinkan membasmi kelompok khilafah yang beragam di Indonesia? Baik Khilafatul Muslimin maupun HTI, misalnya, keduanya jelas-jelas mempropagandakan khilafah. HTI memang sudah bubar secara badan hukum, tapi ternyata propagandanya? Tidak. Masalahnya kemauan untuk pembasmian tadi tidak kuat. Padahal, narasi khilafah dan narasi anti-NKRI adalah serumpun.

Metamorfosis Khilafah Anti-NKRI

Untuk memperlihatkan keserumpunan, para aktivis khilafah harus digeneralisasi—seluruhnya—sebagai penganut islamisme. Para islamis memiliki satu misi universal, yaitu persatuan umat Islam di bawah panji kekhilafahan seperti di masa Umayyah, Abbasiyah, dan terutama Turki Utsmani. Apa pun nama kelompoknya, para islamis sebenarnya punya misi yang sama. Namun mereka pecah ke banyak kelompok karena perbedaan manhaj. Misalnya, partai vs non-partai; afiliasi vs non-afiliasi.

Taruhlah misalnya Khilafatul Muslimin dan HTI. Tujuan (ghayah) keduany sama, yakni mendirikan kekhilafahan Islam. Tetapi manhaj mereka berbeda. Khilafatul Muslimin bukan partai dan bukan afiliasi kelompok transnasional, sementara HTI adalah partai yang memiliki afiliasi transnasional. Sang Khalifah, Abdul Qadir Baraja, posisinya mencakup internasional, sedangkan Ismail Yusanto sekadar juru bicara dari pemimpin tertinggi Hizbut Tahrir di Beirut, Lebanon.

Khilafatul Muslimin dan HTI hanya satu contoh. Kelompok lainnya juga demikian. Bahkan NII, JI, MMI, JAT, JAD, JAS, dan sejenisnya, semuanya adalah para islamis yang punya satu tujuan: mendirikan khilafah, namun metode perjuangan mereka berbeda di ranah yang spesifik. Mereka sama-sama membenarkan makar dan terorisme, tetapi mereka memiliki perbedaan dalam prinsip-prinsip tertentu keorganisasian yang membuat mereka saling menegasikan satu sama lain. Persis seperti Al-Qaeda dan ISIS.

BACA JUGA  Polarisasi dan Disintegrasi: Residu Pemilu yang Harus Diantisipasi

Lalu bagaimana semua kelompok islamisme diserumpunkan sebagai pihak yang anti-NKRI? Untuk memahami itu, maka seluruh perbedaan tadi harus dibuang dan mereka digeneralisasi sebagai “para aktivis khilafah”. Mau dari Khilafatul Muslimin atau pun HTI, JI atau pun JAD, bahkan Al-Qaeda atau pun ISIS, mereka semua adalah khilafahers; para manusia pengusung khilafah. Setelah itu baru diselisik, apakah khilafah bisa bergandengan dengan NKRI dan Pancasila?

Jawabannya jelas: mustahil. Khilafah yang para islamis cita-citakan adalah khilafah dalam arti sistem pemerintahan. Jika suatu sistem hendak didirikan, maka sistem yang ada wajib dirombak. NKRI menganut sistem pemerintahan demokrasi dan berasaskan Pancasila, maka sistem tersebut harus dirombak lalu diganti khilafah. Karenanya, apa pun nama kelompoknya, mereka pasti anti-NKRI, Pancasila, dan demokrasi. Mereka bahkan menganggapnya thaghut kafir.

Yang beragam dari para kelompok khilafah tersebut adalah penyampaian mereka ke ruang publik. Muhammad Abudan misalnya, Amir Khilafatul Muslimin wilayah Jakarta Raya. Ia menumpang hidup di NKRI, hidup bebas di bawah naungan demokrasi, dan mendapat keadilan berkat Pancasila. Maka mau tidak mau ia harus berkamuflase seolah pro-NKRI. Sama dengan Aab Elkarimi, yang sebenarnya anti-NKRI tapi taqiyah karena masih makan dan berak di bumi NKRI. Padahal Aab sama dengan khilafahers lainnya. Jika lainnya ditangkap, mengapa ia tidak?

Cara Membasmi?

Ibarat membasmi hama, karena khilafahnya para islamis adalah hama bagi NKRI, maka bekal paling penting adalah totalitas dari si pembasi dan sarana untuk pembasmian itu sendiri. Pembasmi khilafah adalah pemerintah NKRI, demi menyelamatkan NKRI itu sendiri. Sementara sarana untuk membasmi adalah seluruh pihak; tokoh agama Islam, pemangku kebijakan, dan para pelaku kontra-islamisme secara umum. Pembasmi dan sarananya harus mumpuni.

Apakah kita islamofobia karena benci khilafah? Tidak. Itu bagian dari fitnah para aktivis khilafah seperti Aab Elkarimi. Kita tidak benci khilafah dalam arti pemerintahan, karena memang NKRI pun sudah punya pemerintahannya sendiri.

Yang kita benci dan harus segera dibasmi adalah khilafah palsu ala Khilafatul Muslimin dan HTI, yakni khilafah dalam arti sistem pemerintahan yang ingin merombak sistem NKRI. Harus jeli membedakan keduanya, karena para khilafahers semakin licik. Ketika hendak dibasmi, maka para aktivis khilafah akan teriak bahwa pemerintah hendak membasmi Islam. Sangat manipulatif.

Melihat semua itu, maka cara membasmi kelompok khilafah yang beragam di Indonesia adalah menarik mereka ke dalam satu benang merah: para perombak NKRI. Sehingga, baik mereka bertindak ekstrem atau tidak, sebar teror atau tidak, partai atau bukan, dan afiliasi transnasional atau bukan, selama bercita-cita mendirikan khilafah sebagai sistem pemerintahan, maka para aktivis, aktor, dan pelakunya semua harus dihukum seberat-beratnya. Mengatakan khilafah tidak akan merombak NKRI adalah kepalsuan dan kamuflase yang menjijikkan.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru