26.3 C
Jakarta

Khilafahphobia: Istilah Baru Propaganda HTI yang Manipulatif dan Harus Dilawan

Artikel Trending

Milenial IslamKhilafahphobia: Istilah Baru Propaganda HTI yang Manipulatif dan Harus Dilawan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Lagi-lagi HTI menebarkan propaganda. Senin (24/4) kemarin, para dedengkotnya menggelar kajian dengan tajuk “Khilafahphobia dalam Pusaran Pilpres, Ada Apa?” di kanal YouTube. Pematerinya kader tulen HTI, yaitu Suteki dan Khozinuddin yang keduanya ahli hukum andalan HTI. Kajian tersebut dilatarbelakangi pernyataan Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid di Twitter berikut,

Perjuangan saya menolak khilafah. Saya kira Pak Ganjar masih berkomitmen untuk memastikan Indonesia bebas dari rongrongan pengasong khilafah dan mengganggu eksistensi Pancasila dan NKRI.”

Dalam paparannya, Suteki mengatakan bahwa menjelang Pilpres 2024, ada kebencian yang kuat di kalangan umat Islam Indonesia terhadap nomenklatur “khilafah”. Padahal, menurutnya, ia sebagai istilah dalam diskursus keislaman bukan sesuatu yang baru. Suteki kemudian menyuguhkan dua buku: Fiqih Islam karya Sulaiman Rasjid dan Konsep Kepemimpinan dalam Islam karya Prof. Abdullah al-Dumaiji, yang dianggapnya sebagai literatur otoritatif tentang khilafah.

Sayangnya dua buku tersebut tidak membahas tentang khilafah sebagaimana dipahami Suteki dan dedengkot HTI lainnya. Fakta ini bisa dikroscek sendiri. Rasjid bukan pengasong khilafah, sementara pemikiran Dumaiji tentang imamah memang tidak relevan dengan Indonesia karena dia adalah ulama Arab Saudi yang memang wajib mendukung monarki. Di sini Suteki bisa diskakmat karena memanipulasi literatur dan mengatakan bahwa negara ini harus terapkan monarki. Ternyata Suteki tidak cerdas.

Lalu, apa itu khilafahphobia? Di mana posisinya dalam perspektif nasionalisme? Dua pertanyaan ini penting dibahas karena dua alasan. Pertama, para pendukung khilafah selalu membuat istilah-istilah baru yang seolah memosisikan mereka sebagai pihak benar yang tersudutkan. Ini bagian dari cara licik mereka. Misalnya, mereka mengatakan bahwa khilafahisme merupakan bikinan belaka dan memungkiri fakta bahwa mereka adalah pemuja sistem khilafah.

Kedua, kajian kemarin memberi kesan bahwa pada Pemilu 2024 nanti, khilafah adalah topik yang legal. Intrik ini digunakan untuk menggiring opini masyarakat tentang khilafah di satu sisi dan menggerus nasionalisme di sisi lainnya. Pada intinya, khilafahphobia digunakan untuk mendestruksi nasionalisme itu sendiri. Maka, adalah alasan penting untuk melawan istilah manipulatif tersebut melalui dua agenda; tentang wajibnya khilafahphobia serta kewaspadaan terhadap HTI dan tipuan bebalnya.

Wajibnya Khilafahphobia

Khilafahphobia dalam bahasan Suteki dan kawan-kawannya, sejauh yang saya pahami, punya satu spirit, yaitu menggiring opini masyarakat tentang khilafah di satu sisi dan pandangan umat tentang presiden ideal 2024 di sisi lainnya. Misalnya, Suteki mengatakan, khilafah itu bukan ideologi tapi sistem pemerintahan yang merupakan bagian syariat Islam. Dia juga mengatakan bahwa anti-khilafah sama halnya dengan islamofobia. Sungguh sangat manipulatif.

Jadi menurut para dedengkot HTI tersebut, khilafahphobia adalah penyakit internal umat Islam hari ini. Umat benci khilafah bahkan hanya dengan mendengar istilahnya saja, yang disebabkan oleh antipati berlebihan pemerintah terhadap khilafah. Suteki dengan pongahnya bilang, “khilafah itu konstitusional”. Benarkan demikian? Apakah khilafahphobia itu hal yang harus diobati atau justru harus didukung? Jika jawabannya yang terakhir, tentu semua orang butuh argumen.

BACA JUGA  Bom Natal: Kelabu di Malam Kudus

Argumen tentang wajibnya khilafahphobia bukan sesuatu yang sulit. Cukup dengan memahami apa itu khilafah, sikap objektif akan segera terambil. Namun “khilafah” sendiri sebagai istilah sudah dimanipulasi juga. Suteki, misalnya, mengatakan bahwa khilafah itu nomenklatur dalam fikih politik (fiqh al-siyasi). Memang benar demikian. Tapi apakah khilafah dalam fiqh al-siyasi diartikan sama dengan yang para dedengkot HTI pahami dan perjuangkan? Itu fitnah.

Umat Islam di Indonesia—termasuk pemerintah—sama sekali tidak benci dengan istilah khilafah. Kendati demikian, khilafah ala HTI punya konotasi yang berbeda. Di dalamnya ada muatan ideologi, yaitu ideologi HTI. Dalam kontek itu, menolak khilafah sebagai istilah dan khilafah sebagai sistem adalah sama saja. Dengan kata lain, umat Islam tidak boleh benci khilafah kecuali khilafah tersebut keluar dari mulut busuk orang-orang HTI. Khilafah ala HTI adalah racun untuk Indonesia.

Khilafahphobia adalah upaya menangkal racun tersebut, dengan spirit melawan propaganda HTI yang memanipulasi segala hal. Artinya, khilafahphobia bukanlah sesuatu yang terlarang, dan justru merupakan keniscayaan dalam rangka melawan HTI dan penipuan bebalnya.

HTI dan Tipuan Bebalnya

Kita bisa membuat ikhtisar bahwa yang harus dilawan bukan khilafah, melainkan propaganda-propaganda HTI tentang khilafah. ini sudah berkali-kali dijelaskan namun tidak masalah: kebebalan Suteki yang mengatakan khilafah bagian dari syariat adalah sesuatu yang harus disangkal berulang-ulang. Tetapi pada saat yang sama, umat Muslim mesti cerdas. Tipuan murahan khilafah terus berjalan karena para pengasongnya sadar bahwa umat Islam mudah percaya.

Ke depan, seiring mendekatnya Pilpres 2024, HTI akan semakin masif menggelar diskusi-diskusi seperti kemarin. Tujuannya satu, memengaruhi umat tentang pemimpin ideal, yaitu mereka yang mendukung khilafah. Dengan begitu, agenda thalabun nusrah HTI juga akan berjalan mulus dan indokstrinasi khilafah sebagai gerilya mereka tidak akan lagi mengalami hambatan seperti sekarang. Ini ironi. Bagaimana tidak, kebebalan HTI ternyata bisa mengubah tatanan politik nasional.

Dengan demikian, khilafahphobia sebagai istilah manipulatif dan propaganda HTI butuh tanggapan serius melalui tulisan-tulisan kontra narasi. Jika tidak, ia akan jadi bola liarseperti islamofobia, yang dipakai untuk menghasut antarumat Islam dalam konteks pemahaman politik ideologis dan elektoral mereka. HTI sebagai ormas terlarang punya agenda besar untuk republik ini, yaitu mengacaukan sistem politik agar mereka bisa mendirikan negara Islam palsu ala HTI. Kita harus cerdas!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru