27.8 C
Jakarta

Khilafah, Sistem yang Rusak!

Artikel Trending

Milenial IslamKhilafah, Sistem yang Rusak!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – KPK resmi menahan dan menetapkan Bupati Kapuas dan istrinya, Ben Brahim S. Bahat (BSBB) dan Ary Egahni (AE) sebagai tersangka kasus korupsi yang mencapai Rp8,7 miliar. Bapak dan istri menyalahgunakan jabatannya untuk meminta sejumlah fasilitas dan uang kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas, (Tempo, 31-3-2023).

Ternyata, Ary Egahni diduga aktif melanggengkan tindakan korupsi ini. Ia melakukannya dalam proses pemerintahan dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah. Kini perempuan ini menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2019—2024.

Khilafah Tidak Percaya Perempuan

Dari kasus ini, banyak aktivis khilafah menyatakan bahwa perempuan sebenarnya tidak benar-benar bisa dipercaya, atau kebalikan dari Gerakan “Saya Perempuan Anti Korupsi” (SPAK), yang lahir dari survey KPK pada 2012—2013. Menurutnya, nyatanya perempuan banyak yang melakukan korupsi, seperti kasus DPR RI ini.

Dengan contoh di atas, para aktivis khilafah mengklaim bahwa bukan hanya perempuan yang tambah rusak, tetapi sistem negara inilah yang rusak. Aktivis khilafah, Arum Harjanti, mengkritisi terjadinya kasus ini, “inilah akibat sistem yang rusak, perempuan juga menjadi pelaku korupsi,” ujarnya kepada MNews, Sabtu (1-4-2023).

Kemudian Arum melanjutkan: “Mungkin para pegiat perempuan akan menyatakan bahwa perempuan ini terlibat korupsi karena ajakan laki-laki yang kebetulan adalah suaminya. Pernyataan tersebut mungkin saja dilontarkan lantaran selama ini disebarkan narasi bahwa perempuan pelaku korupsi adalah korban kekuasaan yang bersifat patriarki, padahal faktanya, banyak juga perempuan penguasa—kepala daerah—yang menjadi pelaku langsung korupsi,” ucapnya.

Dua Sasaran Aktivis Khilafah

Ada dua hal yang ingin dijadikan tumbal sasaran oleh aktivis khilafah ini. Pertama, adalah perempuan. Kedua, sistem di Indonesia. Sejak lama, aktivis khilafah memang gencar mengkonter hal-hal yang berkaitan dengan perempuan. Misalnya, mereka tidak setuju dengan perempuan yang bekerja dalam bidang-bidang yang sama dengan laki-laki.

Atau, lebih jelasnya, mereka sangat tidak setuju dengan feminisme dan kesetaraan gender. Makanya, dalam beberapa rilis dan tulisan mereka, sangat menyudutkan perempuan. Buktinya, beberapa acara yang dihelat atas nama perempuan, seperti KUPI (Kongres Perempuan Ulama Indonesia), yang adalah gerakan dan jaringan ulama perempuan dengan visi misi rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam) dan misi akhlak karimah, mereka sangat kontra.

BACA JUGA  Media Massa dan Perannya terhadap Program Deradikalisasi

Apa sebab? Karena aktivis khilafah ini melihat Islam dari kaca mata dan pakem yang patriarkis. Mereka melakukan kontra tersebut hanya karena basis pikiran yang diperoleh dari laki-laki. Ini yang menjadi pembeda dengan ormas NU dan MU, di mana mereka sangat menghargai kedigdayaan perempuan. Sementara aktivis khilafah, melihat keperempuanan dari ustaz yang patriarkis atau dari nash-nash yang ditafsirkan secara tekstualis-patriarkis. Hasilnya adalah mereka menjadi benci terhadap KUPI dan lainnya.

Kedua, mereka ingin mengatakan bahwa sistem pemerintahan Indonesia sudah rusak. Jadi, menurut mereka, terjatuhnya perempuan ke dalam lubang korupsi sebabnya karena sistem rusak atau yang berbasis kepada sekularisme. Menurut mereka, Pancasila dan demokrasi adalah turunan dari sistem kapitalisme yang menyuburkan praktik korupsi dalam semua bidang, termasuk demi meraih jabatan dan kekuasaan.

Bagi saya, klaim di atas adalah klaim yang manipulatif. Tidak berdasar fakta-data, dan hanya berdasarkan sentimen belaka. Sebab, korupsi tidak berjenis kelamin. Kedua, korupsi bisa dilakukan oleh siapa saja. Orang melakukan korupsi karena mereka ingin cepat kaya, tangannya gatel, dan mungkin saja keimananya belum cukup. Jadi korupsi berkaitan dengan pola pikir. Lihat saja korupsi yang dilakukan oleh oknum ACT dan lainnya.

Khilafah, Sistem Rusak

Aktivis khilafah mengatakan bahwa solusi korupsi dan sistem yang rusak adalah sistem Islam alias khilafah. Bagi mereka, sistem Islam bisa mencegah setiap kemaksiatan, kerusakan dan melarang kerjasama dalam dosa dan permusuhan, termasuk korupsi.

Dengan yakin mereka mengatakan bahwa, sistem khilafah adalah satu-satunya sistem yang menerapkan berbagai aturan secara komprehensif. Sehingga mampu menutup setiap celah yang mengantarkan terjadinya korupsi dengan menerapkan aturan Islam secara kafah, dalam seluruh bidang kehidupan yang hanya akan terwujud dengan tegaknya Khilafah Islamiah. Dengan demikian maka korupsi tidak akan terjadi.

Sayangnya, celoteh-celoteh di atas tidak bisa dipercaya. Sebab sistem khilafah sampai saat ini bentuknya saja belum ketahuan. Apalagi praktik-praktik riilnya. Absurd banget, kan?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru