31.8 C
Jakarta

Khilafah Mencuri Kepolosan Umat Islam Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamKhilafah Mencuri Kepolosan Umat Islam Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sejak dulu hingga sekarang, pertanyaan aktivis khilafah tetap sama, “benarkah demokrasi dan khilafah adalah hasil ijtihad, dan sama-sama cocok ditegakkan di Indonesia?” Menurut mereka, demokrasi dan khilafah lahir dari dua sistem yang berbeda, bahkan saling bertentangan satu sama lain secara diametral.

Lanjutnya, demokrasi datang dari sistem sekuler kapitalisme yang lahir dari buatan manusia, sedangkan khilafah datang dari sistem Islam yang lahir dari Allah. Klaim mereka, jika sumbernya saja beda, segala sesuatu yang lahir darinya pastilah akan berbeda. Khilafah datang dari Allah, sedang demokrasi hanyalah buatan manusia.

Antara Demokrasi dan Khilafah

Karena demokrasi merupakan buatan manusia, ia bukanlah merupakan hasil ijtihad, sebutnya. Hasil ijtihad mengharuskan adanya penggalian dalil. Dan menurutnya, hanya khilafahlah yang sebenar-benarnya sistem hasil ijtihad yang diwariskan Allah pada makhluk-Nya.

Karena itu, maka sistem khilafahlah yang paling benar. Karena merasa ia benar, menurut aktivis khilafah, sudah saatnya ditegakkan. Bila ditegakkan, akan mendapatkan keberkahan, kedamaian, solusi sosial, dan negara Indonesia menjadi mercusuar. Apakah hal tersebut benar?

Sungguh jauh dari fakta. Khilafah tidak lahir dari tangan Allah. Tidak ada juga ayat yang secara spesifik menyebutkan khilafah sebagai sistem yang paling benar di antara yang lain. Di dalam Al-Quran, manusia hanya disuruh menciptakan sistem yang baik, dari hasil kesepatakan bersama, dan yang sesuai dengan kondisi antropologis masyarakatnya.

Bahkan, khilafah belum dijadikan sebagai sistem resmi, baru hanya bisik-bisik oleh penggagas dan orang-orang yang menikmati proyeknya, khilafah sudah menjadi masalah. Seiring dengan menipisnya keimanan dan meningkatnya tingkat kefanatikan terhadap suatu sistem (khilafah), rasa keamanan dan kenyamanan malah menipis. Ini terjadi bersumber dari kepolosan orang.

Kehidupan masyarakat malah menjadi sumpek, tidak kondusif dan malah menimbulkan kekhawatiran yang makin tajam. Dari narasi-narasi khilafah dan aktivitas orang-orang yang melakukan aksi tentang khilafah, malah menjadi manusia yang urakan, menimbulkan berbagai aksi kriminalitas baru. Tidak adanya rasa toleransi, kedamaian, welas asih, kekerasan makin merajalela, dan keadilan jauh dari kehidupan umat manusia.

Kepolosan dan Kekhilafan Khilafah

Apa contohnya? Lihatlah negara Afghanistan, Pakistan, Yaman, Suriah, dan kawasan Sahel Sahara (kawasan yang meliputi Libya selatan, Aljazair selatan, Mali, Chad, Niger, dan Sudan barat). Semua negara yang disebut di atas, luluh lantak karena konflik agama, yang bersumber kepolosan, dari sekadar ingin merebutkan antara sistem khilafah/syariat Islam serta politik-ekonomi dan lainnya.

BACA JUGA  Khilafah Bukan Sistem Terbaik dan Bukan Solusi

Hanya karena segelintir orang ingin mempertahankan khilafah, banyak di antara mereka tewas sia-sia. Jadi dari sini terlihat, khilafah bukanlah sumber keamanan dan perdamaian. Khilafah adalah sumber kekacauan demi kekacauan.

Begitu juga dengan kultur yang dibangun khilafah, mereka sangat ekstrem terhadap ajaran agama. Dalam skala sosialnya, meraka juga membuat nilai-nilai sunnah menjadi wajib, sehingga menyebabkan berlebihan (ghuluw). Dari berlebih-lebihan ajaran agama ini, membuat nilai-nilai akhlak Islam yang moderat menjadi luntur, dan tanpa disadari, sedikit demi sedikit ter-sibghah budaya rusak.

Dalam tataran ekonomi, mereka tak kalah buruknya. Kepemilikan yang dielu-elukan khilafah, sesungguhnya sangat jelas pemilik modal atau para pengusaha yang akhirnya menguasai kelompok mereka. Bahkan tak jarang mereka mengeksploitasi teman dan saudaranya sendiri. Sebut saja kasus ACT dan 212 Mart. Apa di antara bisnis ACT dan 212 memihak terhadap rakyat? Tidak. Tapi berpihak pada para pengusaha. Akhirnya, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, serta jurang antara si kaya dan si miskin menjadi makin dalam. Anehnya, jurang tersebut dibuat berdasarkan apus-apus agama dan kepolosan pada sebagian umat Islam di dunia.

Mari Realistis Saja

Jadi, realistis saja, bahwa khilafah yang digembar-gemborkan di negeri ini selama bertahun-tahun lamanya, telah gagal dan sama sekali tidak melindungi hak-hak umat dan bangsanya. Yang terjadi justru makin menyengsarakan umat dan menjauhkan umat dari rasa keadilan, kedamaian, dan toleransi yang semua itu digali dari nash-nash suci Al-Qur’an.

Jadi pilih mana antara khilafah dan demokrasi Pancasila? Sudah banyak orang menggali arti tentang khilafah dan demokrasi Pancasila ini. Dan sudah banyak di antara mereka yang memperdebatkannya sebelum dijadikan sebagai sistem di Indonesia.

Cendekiawan muslim dan ahli sejarah Islam, seperti Azyumardi Azra, telah mengatakan bahwa demokrasi Pancasila adalah sistem yang cocok di Indonesia. Sebeb, selain sistem tersebut hasil ijtihad dari ulama-ulama dan tokoh penting di Indonesia, sistem itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal Islam.

Sudah saatnya, sistem demokrasi Pancasila dirawat dengan baik dan benar. Karena dengan Pancasila, Indonesia masih bisa merasakan ketenteraman dan rasa kedamaian. Pancasila tampil menjadi pelindung umat yang majemuk. Sedangkan ide khilafah tampil dan merupakan kekhilafan dari aktivis-aktivis yang polos sebab doktrin suci ideolog khilafah dunia.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Artikel Terkait

Artikel Terbaru