Harakatuna.com – Pembahasan khilafah memang tidak ada habisnya sampai hari ini mengingat bahwa, para aktivis HTI, mulai dari anak muda hingga para sesepuhnya masih eksis dalam menjalankan perjuangan untuk menegakkan khilafah di Indonesia. Terbaru, pada 5 Desember 2024 lalu, Refli Harun memposting sebuah video podcast di kanal YouTube, yang berjudul “Bahas Khilaf tentang Khilafah! Duo Ustaz Ini Buat Buku dan Kasih Pelajaran Penting.”
Penting diketahui bahwa, duo ustaz yang dimaksud dalam video tersebut adalah Muhamad Ismail Yusanto (Jubir HTI) dan Rokhmat S. Labib (DPP HTI). Buku yang dibahas berjudul Khilafah: Memahami Sistem Politik dan Pemerintahan Islam yang ditulis oleh Tim Penulis Al-Wa’ie. Al-Wa’ie merupakan majalah bulanan HTI. Diterbitkan oleh Pustaka Fikrul Islam. Cetakan ke-1, Juni 2024; Cetakan ke-2, November 2024.
Keduanya, melalui akun media sosial pribadinya, di Instagram, masih aktif sampai hari ini menyuarakan tegaknya khilafah di Indonesia. Tanpa rasa takut ataupun malu pasca dibubarkannya HTI sejak 2017 silam, keduanya aktif berdakwah dengan melakukan propaganda di media sosial. Jika dua orang tersebut menjadi kiblat para Gen Z belajar agama, maka tantangan ke depan dalam upaya pencegahan radikalisme di sosial media semakin besar.
Perlu diketahui pula bahwa, keduanya sering menjadi sosok yang ditokohkan dalam website Muslimahnews.net, salah satu kanal yang dimiliki oleh HTI, untuk dicatut asumsinya atau pendapatnya tentang penegakan khilafah di Indonesia. Eksistensi dua sesepuh HTI tersebut, diakui oleh seluruh masyarakat maniak khilafah yang selama ini, masih eksis memperjuangkan khilafah.
Video yang berdurasi 1 jam tersebut, membahas banyak sekali argumen tentang khilafah, yang sama persis dengan narasi yang terdapat dalam tulisan Muslimahnews.net. Asumsi yang sama tentang keluarga, warisan, hingga urusan politik, bagi para aktivis khilafah sudah diatur sedemikian rupa oleh khilafah. Oleh karenanya, kritik keras yang disampaikan oleh mereka, salah satunya tentang tingginya angka perceraian di Indonesia karena liberalisme, sekularisme dan feminisme.
Tiga sistem yang disebutkan oleh para aktivis khilafah, membawa pada sebuah benang merah bahwa, aktivis khilafah anti terhadap sistem Barat. Mengapa demikian?
Dalam konteks tingginya angka perceraian di Indonesia, akar permasalahan cukup kompleks. Ada banyak faktor terjadinya perceraian seperti: kemiskinan, ketidakharmonisan, KDRT, hingga kasus judi online yang semakin marak. Oleh karena itu, uraian penyebab tersebut setidaknya perlu diperhatikan melalui beberapa hal, yakni:
Pertama, dalam membangun rumah tangga, pemahaman agama seseorang menjadi kunci utama untuk menghadapi hiruk-pikuk perjalanan. Meski begitu, kemampuan untuk mengelola emosi, komunikasi hingga saling memahami satu sama lain, menjadi pondasi yang tidak kalah pentingnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, relasi yang saling menghargai dan memahami satu sama lain, menjadi suatu yang harus diupayakan oleh suami dan istri.
Kedua, terjadinya KDRT bisa dikarenakan oleh banyak faktor, mulai dari relasi yang timpang, adanya superior dan inferior, sehingga suami merasa bahwa istri layak dipukul, hingga dogma yang mengikat di balik makna ‘ketaatan’ istri terhadap suami. Oleh karena itu, lagi-lagi menjadi sangat penting untuk memberikan pemahaman tentang kemanusiaan perempuan. Memahami bahwa ajaran agama Islam adalah ‘humanis’, penting bagi setiap Muslim agar tidak menggunakan kekerasan dalam relasi keluarga yang dibangun.
Ketiga, kemiskinan. Faktor ini sangat kompleks mengingat bahwa negara belum hadir sepenuhnya untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang luas kepada masyarakat. Tidak hanya itu, harga kebutuhan hidup yang tinggi, tidak sebanding dengan pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat. Akibatnya kemiskinan struktural semakin mengakar, dan menjadi salah satu faktor besar angka perceraian semakin tinggi.
Dari berbagai faktor di atas, jika khilafah adalah solusi dari seluruh permasalahan tersebut, terdapat logika yang tidak masuk akal. Sebab dengan kompleksitas permasalahan, terdapat berbagai PR yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perceraian di Indonesia, dan tentu bukan khilafah. Narasi bahwa khilafah adalah solusi dari segudang permasalahan tersebut hanyalah sebuah propaganda hitam yang selalu dilakukan oleh aktivis khilafah. Dengan kata lain, khilafah lagi, khilafah terus, sampai ia tegak di Indonesia. Wallahu a’lam.