Harakatuna.com. Ismail Yusanto masih kekeh dalam memperjuangkan Khilafah. Khilafah baginya, seperti darah, daging, dan nyawa yang saling menyatu dan karena itu wajib dikampanyekan. Dia tetap memprovokasi umat Islam untuk tetap menghidupkan dan menyebut nama khilafah meski sudah ditelan bumi.
Setiap 29 Rajab 1443 H ini, Ismail Yusanto dan Hizbut Tahrir merasa perlu untuk mengingat 101 tahun umat Islam tanpa khilafah atau memperingati keruntuhan Khilafah Utsmani dengan konferensi Rajab HT. Menurutnya, terjadinya kebigungan pada umat Islam seperti sekarang ini karena tidak menerapkan dan melanjutkan sistem khilafah. Katanya, umat Islam lebih memilih sistem kapitalis yang sebenarnya telah menjembloskan kepada kesengsaraan.
Secara sadar dia mengatakan: “Tanpa syariah, kehidupan ekonomi umat diatur dengan kapitalisme yang menghasilkan kemiskinan dan kesenjangan, politiknya dengan demokrasi yang menghasilkan peraturan yang menimbulkan ketidakadilan ekonomi politik. Serta umat hidup tanpa pelindung, (sehingga) terjadilah penindasan seperti yang dialami oleh umat Islam di Palestina, Rohingya, Uighur, India dan lainnya,” jelas Ismail.
Konferensi Rajab HT dan Propagandanya
Kendati itu, pada kesempatan Ekspo/Konfrensi Rajab 1443 H ini, Ismail Yusanto menginginkan umat Islam tidak sekadar mengingat Isra’ Mi’raj semata. Tetapi juga umat harus menjadi sadar tentang pentingnya menegakkan kembali khilafah untuk menerapkan syariah secara kaffah, persatuan umat dan dakwah ke seluruh penjuru dunia sehingga rahmat Islam terwujud secara nyata.
Dan hanya ini klaim-klaim Ismail Yusanto yang terus diulang-ulang terus menerus sejak ia tumbuh dewasa dan bergelirya bersama ormasnya: HTI, hingga HTI sudah menjadi ormas terlarang dan sudah tidak dikenal lagi. Bahkan dia mengklaim bahwa Khilafah akan terus hidup, bukan berheneti seperti yang telah disepakati ulama, yaitu 30 tahun, mulai dari Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali.
Memang aktivis HTI tidak akan pernah berhenti melakukan upaya indoktrinasi selama Indonesia melonggarkan aktivitas mereka. Mereka juga akan terus berupaya menegakkan khilafah atau mengabarkan khilafah selama proyek dan cuan-cuan terus mengalir. Hal ini mereka lakukan di bawah keteak sistem demokrasi. Taktik mereka, demokrasi Indonesia diharamkan, tetapi mereka memanfaatkan demokrasi untuk mengiklankan sistem khilafah.
Ismail Yusanto bersama konco-konconya, berupaya terus menerus menafsirkan ulang tentang jejak rekam para khilafah untuk sekadar propaganda yang bernuansa agama. Meski Ismail sadar dan tahu betul bahwa khilafah sudah mati dan hanya berlangsung selama 30 tahun, tetapi ia berupaya mengelak bahwa khilafah masih terus ada, karena baginya ia merupakan sistem dan dianggap sudah diatur di dalam nash-nash agama.
Sejarah Khilafah dan Kurun Masanya
Dalam sejarah riil, khilafah sebagai suatu institusi atau bentuk pemerintahan memang pernah ada. Namun ini seperti disinggung di atas, hanya dari periode al-Khulafa’ al-Rasyidin sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama. Kekhilafahan pada masa inilah yang dikenal sebagai Khilafah ‘ala Minhaj al-Nubuwwah. Di masa ini memang sistem ketatapemerintahan dijalankan para khalifah dengan mengikuti jejak teladan pemerintahan era Rasulullah SAW. Namun hanya berhenti di masa Ali.
Banyak hadis kredibel menyebut, masa periode khilafah hanya berjalan selama 30 tahun. Pertama masa kenabian, kemudian khilafah yang sesuai dengan masa kenabian, kemudian selanjutnya adalah kerajaan atau sistem yang lain. Misalnya pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Basyir bin Sa’d, menyebut bahwa “Khilafah pada umatku selama 30 tahun, setelah itu diperintah oleh kerajaan. (HR. Al-Tirmidzi). Dan pada hadis HR. Al-Baihaqi menyebut, Khilafah kenabian berlangsung selama 30 tahun, kemudian Allah SWT memberikan kerajaan-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya.
Dan itu benar adanya. Jika kita coba hitung-hitungan periode berjayanya khilafah sesuai manhaj kenabian, maka jawabannya hanya sekurang-kurangnya 30 tahun. Misalnya, pada periode Abu Bakar sekitar selama 2 tahun 3 bulan 10 hari, Umar bin al-Khattab selama 10 tahun 6 bulan 8 hari, Usman bin al-Affan selama 11 tahun 11 bulan 9 hari, dan periode Ali bin Abi Thalib berjalan selama 4 tahun 9 bulan 7 hari. Jika dijumlah maka hasilnya 29 tahun 6 bulan 4 hari.
Gambaran di atas itulah yang disepakati oleh ijmak ulama Dunia. Karena itu pula, tahun-tahun di atas mendapatkan persetujuan atau legitimasi bahwa khilafah hanya 30 tahun, dan karena sesuai dengan manhaj Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya khilafah. Yang ada hanyalah sistem kerajaan atau monarki seperti masa Daulah Umayyah dan seterusnya. Maka, jika ada seseorang atau basis politik ormas Islam seperti HT/HTI masih mendengungkan sistem khilafah, dia hanya ingin cari sensasi atau sekadar menjalankan politik pesanan.
Kita tahu, basis politik pesanan ini biasanya memakai cara-cara yang licik dan kebiasaannya menggodok isu yang paling intim dari kehidupan umat Islam, seperti agama, ras, dan lainnya. Dan hal ini sudah dilakukan oleh HT/HTI, yang mengklaim bahwa masalah-masalah dunia akan selesai jika Khilafah diberi kesempatan berdiri dan menjadi sistem negara Indonesia ini.
Klaim mereka, jika tidak diberi kesempatan apalagi memusuhi aktivis yang mencoba meneggakan syariat Islam (bahasa Ismail Yusanto), bakal menemukan jalan kebuntuan, keterpurukan, dan karena itu pula umat Islam tidak memperoleh solusi dan tidak damai. Tapi semua ini bohong. Wong Khilafah hanya 30 tahun dan berakhir di masa al-Khulafa’ al-Rasyidun. Iya, kan?