26.2 C
Jakarta

Khilafah ala HTI Kini Merajalela

Artikel Trending

Milenial IslamKhilafah ala HTI Kini Merajalela
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada hari Kamis, (20/08) sejumlah pengurus Barisan Ansor Serbaguna (Banser) ramai-ramai mendatangi Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan. Kedatangan mereka tak ada niat untuk menghakimi pentolan Hizbut Tahrir (HTI/HT) yang diduga melakukan penghinaan terhadap ormas dan ulama NU di media sosial. Namun, dalam rangka meminta pertanggungjawaban pelaku, agar mengakui tindakan tersebut.

Dialnsir detiknews, Saad Muafi, Ketua Banser Bangil, mengatakan pertama ada penghinaan terhadap ormas NU dan ulama kam Habib Luthfi yang dilakukan anggota HTI oleh Abdul Halim. Kemudian dari Abdul Halim menyampaikan bahwa tempat berkumpulnya mereka, tempat belajarnya HTI itu ada di sebuah lembaga pendidikan Desa Kalisat.(20/08/2020)

Fenomena tersebut bertanda indikasi paham khilafah masih eksis di negeri ini, pendidikan seakan-akan menjadi jalan atau pintu halus (efektif-efisien) masuknya doktrin khilafah. Negara dibuat lemah tak berdaya akibat virus khilafah ini secara sembunyi-sembunyi menyebarkan ideologi HTI.

HTI telah bubar, tetapi, ada atau tidaknya khilafah bergantung pada situasi. Ditambah musim pandemi, di era digital, HTI secara terang-terangan mengobarkan semangat penegakan khilafah Islamiyah lewat akun media sosial Youtube. Bahkan, media-media sosial sejenisnya pun seperti Fecebook, Twitter, dll ada dalam pusaran bahaya radikalisme, dan paham khilafah.

Memang HTI tidak ada dalam negara, yang ada pemahaman, pemikiran; atau ideologi yang terus berkembang, hingga merajalela ke seluruh sektor kehidupan. Terutama, di lembaga-lembaga pendidikan, baik sekolah dasar sampai perguruan tinggi sekalipun. Tak dapat dinafikan, ketika Setara Institute  melaporkan penelitiannya ada 10 perguruan tinggi yang terpapar radikalisme.

Salah satunya adalah keberadaan HTI sebagai organisasi transnasional yang membawa misi penegakan khilafah Islam (simbolik), sehingga pertumbuhan intoleransi, dan radikalisme di negeri yang ramah ini kian bertambah masif. Ibarat seseorang terkena penyakit kangker sudah stadium empat. Sekali terdoktrin, pandangannya selalu negatif.

Pemikiran seperti demikian, akan secara berlangsung membuat negara tercerai-berai, yang ada permusuhan semakin meningkat tinggi. Seperti halnya, adanya penghinaan terhadap ulama. Hal ini disebabkan faktor rusaknya akhlak umat setelah termakan oleh paham-paham khilafah HTI.

Diskualifikasi Khilafah ala HTI

Dewasa ini, poros gerakan HTI kian berganti pola. Yang awal mulanya merekrut melalui jaringan-jaringan HTI di setiap daerah, hingga adanya rekrutmen, dan regenerasi kekhilafahan untuk meneruskan misi destruktifnya. Kini, HTI lewat khilafahisme digital, dan khilafahisme kapital. Di satu sisi, menyebar paham khilafah secara virtual lewat ragam media sosial. Di sisi lain, adanya akses permodalan supaya dapat melancarkan misi.

Semua agenda HTI gagal, termasuk pemutaran film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’ yang belakangan ini ditonton belum sampai tuntas. Kenyataannya, film kontroversi tersebut diblokir oleh pemerintah, dan HTI tidak boleh lagi beraktivitas di negara Indonesia yang berasaskan sistem demokrasi Pancasila. Kalimat ini, adalah landasan filosofis PERPPU ormas itu sendiri.

Karena itu, tujuan sosio-filosofis penerbitan PERPPU nomor 2 tahun 2017 tentang ormas adalah melarang kampanye ideologi transnasional seperti khilafah HTI, pemikirannya yang ekslusif, dan cenderung intoleran. Nyaris menjadi ancaman terhadap NKRI, dan Pancasila yang telah menjadi dasar final atas kesepakatan kebangsaan.

BACA JUGA  Di Tengah Gusarnya Politik, Ada Teroris Bermain Pendanaan dan Intrik

Untuk itulah, khilafah bukan berarti ditolak dengan alasan ajarannya bertentangan dengan Islam. Melainkan karena pemerintah memiliki alasan bijaksana guna menjaga ketertiban dan kedamaian negara Indonesia dari ancaman ideologi luar, sehingga langkah mendiskualifikasi khilafah HTI dalam rangka mempersatukan persaudaraan umat Islam (ukhwah Islamiyah).

Dengan konsep pengusungan ide khilafah dan formalisasi syariat, dedengkot HTI selalu merasa Islamnya paling benar sendiri di negara yang mayoriatas muslim (Indonesia). hingga mengkafirkan umat Islam yang taat terhadap negara. Adalah bukti modus HTI, khilafah hanyalah sejarah dalam Islam yang dijadikan alat untuk memanipulasi, dan mengalabuhi wawasan umat Islam.

Konteks HTI tidak lepas dari akar persoalan benih-benih intoleransi yang semakin berkembang di negeri ini. Tentunya, semua hal ini harus kita jadikan sebuah hikmah atau pelajaran bagi negara, agar kedepannya tidak lagi enteng, dan menganggap kemunculan HTI biasa-biasa saja. Justru, sikap kewaspadaan seluruh umat di negeri ini harus tetap eksis.

Pintu Taubat

Pasca pemerintah memblokir film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’, dan Banser melaporkan salah satu dari jamaah HTI yang menghina ormas NU, dan Habib Luthfi. Setelah fenomena tersebut, berharap HTI segera menggelar agenda pertaubatan nasional, dan berjanji tidak akan mengganggu, serta menghasut umat Islam yang ada di negeri ini sampai kapan pun.

Dan stop narasi kebencian di semua akun media sosial HTI, khususnya di Youtube, sudah waktunya penganut pemikiran Taqiyuddin an-Nabhani dilepas, setidaknya gerakan HTI tidak melebihi batas-batas etika atau akhlak itu sendiri. Misalnya bertindak provokatif; atau menyebarkan propaganda khilafah. Perilaku tersebut haruslah dihentikan selamanya.

Melalui agenda pertaubatan nasional HTI, momentum hijrah pemikiran alias hijrah ideologi sangat penting bagi jamaah khilafah. Paling tidak, melakukan hijrah ke ideologi nasionalis-moderat. Yaitu, menjadikan Pancasila sebagai ideologi pengganti khilafah yang sesungguhnya. Dan kembali taat pada sendi-sendi kehidupan bernegara, dengan cara mematuhi UUD 1945.

Dalam bertaubat maupun berhijrah tidak perlu melaksanakan shalat istikharah dulu, sebab, jika HTI memang sangat sungguh berhijrah sudah sesuai ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, ialah ingin mewujudkan negeri ini menjadi negeri yang tentram, damai, dan tidak ada lagi permusuhan yang disebabkan perbedaan. Hal itu bisa mengikis hubungan persaudaraan.

Alhasil, kebersamaan itu hanya dapat diraih dengan kita mendekatkan diri pada Tuhan, dan berislam cukup di hati. Tetapi, kebersamaan itu akan hancur lebur tatkala kita masih tetap mementingkan ego, dan mempertahankan khilafah ala HTI. Jadi, momen hijrah ideologi harus segara dilakukan oleh jamaah HTI, agar kedamaian negeri ini menjadi abadi.

Awal mula HTI selalu menyulut api intoleransi, kini kembali ke arah kehidupan yang toleran, dan tidak lagi emosi. Hal itu cara HTI untuk meraih kedamaian, dan dapat mencintai negeri ini sepenuh hati. Amalkan fatwa kiai Hasyim Asy’ari, hubbul wathan minal iman, artinya, cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Oleh karena itu, HTI segeralah beraksi, meneguhkan jihad kebangsaan, dan beriman pada Tuhan cukup dalam hati yang suci.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru