26.9 C
Jakarta
Array

Khilafah adalah Solusi Semua Masalah, Benarkah?

Artikel Trending

Khilafah adalah Solusi Semua Masalah, Benarkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menjadi sebuah bangsa yang adil dan makmur serta aman sentosa adalah idaman semua bangsa di dunia manapun, tak terkecuali di Indonesia. Indonesia dengan masyarakatnya yang beragam suku, etnis dan agama menjadi salah satu bangsa yang besar dengan karakternya yang khas, mengedepankan tenggangrasa dan saling menghormati antar satu dengan yang lainnya. Namun, keragaman dan perbedaan ini jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan konflik berkepanjangan.

Secara kuantitatif sudah maklum bahwa Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tetapi dengan kearifan para founding fathers, Indonesia tidak dijadikan sebagai negara agama, tetapi negara yang penduduknya beragama. Seluruh aktifitas keagamaan dilindungi oleh Negara. Meskipun bukan negara agama tetapi konstitusi yang dibangun menyerap nilai-nilai substansi agama, oleh karena itu Indonesia bukan negara sekuler seperti negara-negara Barat.

Beberapa dekade terakhir muncul sekelompok golongan Islam yang getol menyuarakan perlunya menjadikan agama sebagai dasar ideologi Negara. Sistem khilafah menjadi tawaran yang seolah-olah akan memecahkan semua persoalan yang terjadi di Indonesia. Muncul pertanyaan, ‘apakah benar khilafah menjadi solusi semua persoalan sebagaimana disebut-sebut oleh para pengusungnya?’ Jawaban dari pertanyaan ini penulis temukan dalam buku Islam Yes, Khilafah No! yang ditulis oleh Prof. Nadirsyah Hosen, seorang Profesor di bidang Hukum dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di Australia dan New Zealand.

Banyak kalangan—menurut Gus Nadir, Panggilan akrab Nadirsyah Hosen—tidak bisa membedakan antara syariat Islam dan politik Islam, yang pertama bersifat sakral-ilahiyah sedangkan yang kedua bersifat frofane yang ranahnya ijtihadiyah. Kehadiran buku Gus Nadir ini dalam rangka menjelaskan berbagai hal tentang politik Islam (fiqih siyasah) dan sejarah khlafah (tarikh al-khulafa’).

Politik Islam sebagai sesuatu yang profane dan bersifat ijtihadiyah mengalami sejarah yang dinamis. Di satu saat ia mengalami masa kejayaannya dan di saat yang lain ia mengalami kemerosotan yang sangat drastis. Dalam buku ini, narasi sejarah yang ditampilkan bagitu kuat. Gus Nadir merujuk kitab-kitab ulama besar yang otoritatif yang menjadi rujukan ulama seperti Tarikh al-Thabari, al-Kamil fit Tarikh Ibn Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah li Ibni Katsir dan Tarikh al-Khulafa karya al-Suyuthi.

Setidaknya ada empat poin besar yang disampaikan dalam buku ini. Pertama, tentang misi dakwah Nabi yang sejatinya bukan untuk mengislamkan dunia tetapi untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Kedua, ulasan tentang term khilafah yang sering disalahpahami oleh sebagian kalangan serta hadis “khilafah ‘ala minhajin nubuwwah” yang secara sanad maupun matan bermasalah. Ketiga, tentang politik Islam yang merupakan wilayah ijtihadiyah dan sangat dinamis. Misalnya pemindahan ibu kota dari Madinah ke Kufah oleh Sayyida Ali Karramallahu wajhah yang menuai kontroversi. Dalam bab ini dipaparkan tentang sisi baik dan buruk para tokoh dalam sejarah politik Islam.  Narasi-narasi dalam bab ini akan membantu para pembacanya dalam memandang sejarah politik Islam di masa lalu. Keempat, dipaparkan tentang tragedi-tragedi berdarah dan mengenaskan dalam sejarah politik Islam masa kekhalifahan Umayyah.

Data-data yang ditunjukkan oleh Gus Nadir ini menunjukkan bahwa propaganda ‘khilafah sebagai solusi segala masalah’ justeru bertentangan dengan fakta sejarah di mana sistem khilafah tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan idealisme pengusung ide khilafah di Indonesia. Narasi sejarah yang ditampilkan oleh Gus Nadir memberikan perspektif baru bagi mereka yang selama ini masih memandang khilafah sebagai satu-satunya solusi dalam persoalan politik yang dihadapi Indonesia.

Kelebihan buku ini menurut hemat penulis terletak dalam metode penyampaian Gus Nadir yang menulis karyanya dengan bahasa santai dan ringan sehingga mudah dipahami. Membaca buku ini seolah sedang berdialog santai dengan penulis buku. Selain itu, Gus Nadir seakan sudah paham psikologi pembaca millennial yang tidak tahan membaca buku dalam narasi yang panjang. Pembahasan dalam buku ini terbilang cukup ringkas meskipun diambil dari literatur yang cukup kompleks dan rumit. Satu pembahasan hanya ditulis dalam dua sampai tiga halaman saja. Sedangkan kekurangannya adalah dalam hal teknis tata letak tulisan khususnya teks Bahasa Arab yang terkesan buru-buru dan kurang rapi. Tetapi secara umum saya sangat suka membaca buku ini seperti saya suka buku Gus Nadir yang berjudul Tafsir Al-Quran di Medsos yang diterbitkan Bentang Pustaka 2017. Wallahu A’lam bish Shawab.

Selamat membaca! Salam Literasi!

Judul              : Islam Yes, Khilafah No!

Penulis          : Nadirsyah Hosen

Penerbit         : Suka Press

Tahun Terbit   : 2018

ISBN              : 978-602-1326-66-4

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru