28 C
Jakarta

Ketum LDII Ingatkan Agama Jangan Dijadikan Bahan Candaan

Artikel Trending

AkhbarDaerahKetum LDII Ingatkan Agama Jangan Dijadikan Bahan Candaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Kediri – Kasus dugaan penistaan agama dalam promosi kontroversial Holywings mengundang keprihatinan banyak pihak. Holywings dinilai telah mencederai kehidupan beragama di Indonesia.

Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso menerangkan, dalam negara yang menganut demokrasi liberal, sah-sah saja mengungkapkan ekspresi. Tetapi dalam konteks Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan beragam keyakinan dan suku bangsa, ekspresi dengan muatan penghinaan terhadap agama sangatlah tidak pantas.

“Kita bisa bercanda mengenai apa saja di alam demokrasi ini, tapi persoalan agama bukan hal bisa dibuat bercanda. Pertama itu adalah soal keyakinan, dan kedua soal hak asasi manusia,” ujar Chriswanto.

Kedudukan agama bagi sebagian besar orang merupakan hal paling suci. Bahkan, menempatkan kesakralannya di atas orangtua.

“Bila orangtua kita dihina, pastilah tidak berkenan. Apalagi agama yang dihina,” imbuh Chriswanto.

Dia juga menilai Bangsa Indonesia tidak bisa meniru kebebasan beragama seperti di Barat. Bila di Barat menghina agama lain sebagai bagian kebebasan berekspresi, hal serupa tidak bisa terjadi di Indonesia.

“Di Indonesia sebaliknya, bukan bebas menghina tapi bebas memberi ruang keyakinan kepada orang lain meskipun berbeda agama dan keyakinan,” ujarnya.

Di sinilah keistimewaan Bangsa Indonesia, menurut Chriswanto. Pada satu sisi meyakini ajaran agamanya paling benar namun tetap membuka ruang toleransi.

“Toleransi itu beda dengan menghormati atau menghargai. Konsepnya, Anda bisa berbuat apapun, tapi jangan melewati garis merah keyakinan orang lain. Menggratiskan minuman keras kepada nama Muhammad dan Maria, itu melanggar batas keyakinan yang paling suci umat Islam dan umat Kristen serta Katolik,” tegas Chriswanto.

BACA JUGA  Densus 88 Kembali Tangkap Terduga Teroris di Boyolali

Menurutnya, setiap umat beragama diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai, tapi tetap pada batas toleransi. Bahkan dalam Islam, menghina ajaran agama umat lain adalah hal yang dilarang.

“Karena bisa dipastikan umat lain tersinggung dan balik menghina Allah, Tuhannya umat Islam. Inilah pentingnya saling menghargai dan menghormati, serta membuka ruang toleransi,” ujarnya.

Chriswanto juga menerangkan, tafsir Bung Karno soal Sila Pertama adalah Ketuhanan yang berkebudayaan, maksudnya sebagai bangsa yang berbudaya, Bangsa Indonesia jangan meniru Barat dalam berdemokrasi.

“Mereka mengagungkan kebebasan individu, boleh menghina agama lain. Bangsa Indonesia justru dengan budaya luhurnya menghormati agama lain. Mereka yang menghina agama lain, bisa disebut budi pekertinya tidak luhur,” paparnya.

Ia pun meminta Bangsa Indonesia untuk mengubah persepsi soal radikal. “Kata radikal selalu disematkan kepada pemeluk agama, sementara orang-orang sekuler ketika melewati batas, tidak disebut radikal,” ungkapnya. Radikalisme penganut sekulerisme justru tampak, saat mereka mulai mencemooh agama.

Ia mengingatkan, bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, keyakinan, dan agama memerlukan ikatan yang kuat. Perbedaan itu rentan pecah, dan menurutnya negara pecah karena perbedaan agama bukan mustahil.

“Lihatlah Hindustan yang pecah jadi Pakistan dan India, Yugoslavia yang pecah juga karena ideologi,” paparnya.

Menurutnya, hanya dengan saling menghargai dan menghormati serta mengikat diri sebagai bangsa yang satu, itulah yang bisa menjadikan bangsa ini untuk mengarungi dinamika zaman.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru