Harakatuna.com. Jakarta. Konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia bukanlah konsep rechtsstaat atau the rule of law un sich. Indonesia menganut konsep negara hukum yang di dalamnya bersumber dan didasarkan pada pandangan dan falsafah hidup luhur bangsa Indonesia, yakni Pancasila.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat ketika membuka Bimbingan Teknis Hukum Acara MK bagi Kepala Biro/Bagian Hukum Pemerintah Daerah se-indonesia ) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Selasa (24/10/2017).
Dalam kesempatan itu, Arief menuturkan betapa penting arti Pancasila bagi Indonesia. Negara Indonesia, lanjutnya, merupakan negara hukum Pancasila. Negara hukum demikian merupakan kristalisasi pandangan dan falsafah hidup yang sarat dengan nilai-nilai etika dan moral luhur bangsa.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan tersirat di dalam pasal-pasal dalam UUD 1945. Ia menuturkan bahwa Pancasila merupakan norma dasar negara Indonesia (grundnorm) dan juga merupakan cita hukum negara Indonesia (rechtsidee), jiwa bangsa (volksgeist) sebagai kerangka keyakinan (belief framework) yang bersifat normatif dan konstitutif.
Pancasila, lanjut Arief, bersifat normatif karena berfungsi sebagai pangkal dan prasyarat ideal yang mendasari setiap hukum positif, dan bersifat konstitutif karena mengarahkan hukum pada tujuan yang hendak dicapai. Pada tahap selanjutnya, Pancasila menjadi pokok kaidah fundamental negara “staatsfundamentalnorm” dengan dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Konsep negara hukum Pancasila inilah yang menjadi karakteristik utama dan membedakan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum lainnya.
Pancasila menjadi hal esensial yang membedakan sistem hukum Negara Indonesia. Pancasila, lanjut Arief, yaitu philosofische-grondslag pendirian negara ini, merupakan dasar dan orientasi didirikannya negara Indonesia merdeka.
Sebagai nilai-nilai dasar dan fundamental yang bersifat konseptual paradigmatik dalam bernegara, Pancasila telah disepakati oleh the founding fathers untuk dituangkan ke dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk itu, hukum Indonesia haruslah hukum yang membahagiakan dan mensejahterakan rakyat.
Selain itu, hukum bukan saja instrumen untuk menciptakan ketertiban bernegara, melainkan harus bervisi mewujudkan sebesar-besarnya manfaat keberadaannya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam kesempatan itu pula, Arief mengungkapkan bahwa saat ini,merupakan keniscayaan Pancasila untuk menjadi tuntunan sistem hukum yang benar-benar hidup di alam realita. Sistem hukum Pancasila tidak boleh sekadar menjadi retorika dan wacana.
“Sekarang waktunyamenyadari betapa luhur, betapa unggulnya, dan betapa kompatibelnya sistem hukum Pancasila dengan perikehidupan bangsa kita. Sudah seharusnya, nilai-nilai Pancasila yang lima itu kita konkretkan dalam sendi-sendi kita berhukum, baik dalam membentuk maupun dalam menegakkan hukum. Dengan menggunakan nilai dan dimensi etis lima sila Pancasila, makaPancasila sejatinya memberi landasan moral etik pada hukum Indonesia. Hukum harus diselenggarakan dengan bertitik tolak pada semangat nasional (volksgeist) untuk melakukan hal-hal yang baik, adil, dan benar. Inilah sebetulnya intisari dari nilai-nilai Pancasila yang secara hierarkis piramidal berpuncak dan dinaungi oleh Sila Ketuhanan. Di sinilah sinar ketuhanan memancari kita semua, seluruh bangsa ini, dalam kita berhukum,” tandasnya.
Ia pun menegaskan jika berhukum dilakukan dengan dua hal, yaitu pembentukan hukum dan pelaksanaan atau penegakan hukum. Menurut Arief, kedua bidang tersebut sudah semestinya dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan yang berkebudayaan.
“Dengan demikian, hukum benar-benar mampu membahagiakan rakyat Indonesia,” pungkas Arief Hidayat.